_L&O_
"Huekkk, huek~" Chika menunduk diwastafel mengeluarkan semua isi perutnya yang terasa mual. Dirinya sudah teramat lemas bolak-balik ke kamar mandi. Perasaan dia tidak ada salah makan, tapi kenapa dirinya bisa terus saja mual. Kepalanya pun terasa pening. Apa dirinya masuk angin?
Dengan memegangi perutnya, Chika berjalan menuju kasur, dia duduk di sana dengan lemas. Chika mengambil ponselnya dan menghubungi Zeeno, ingin mengabari kondisinya sekarang.
"Kenapa Chika?" Suara Zeeno dari seberang sana.
"Kamu masih lama kerjanya?" tanya Chika dengan lemah.
"Masih dong. Ini masih siang, aku pulang sore. Apa ada yang terjadi di rumah?"
"Perut aku sakit. Dari tadi mual terus," adu Chika pada akhirnya.
"Kamu ada salah makankah?" Terdengar nada khawatir di sana.
"Nggak, aku ga ada makan apa-apa. Tapi perut aku sakit."
"Minta obat Bibi Han. Aku akan pulang sebentar melihat keadaanmu. Buat istirahat saja setelah minum obat," kata Zeeno dengan perhatian.
"Hem, aku tunggu. Miss u."
"Hem." Setelah itu Zeeno mematikan panggilan terlebih dulu. Chika kembali menyimpan ponselnya dan mencari keberadaan Bibi Han untuk meminta obat pereda sakit perut.
Sedangkan di tempat kerja, Zeeno meminta izin untuk pulang sebentar. Setidaknya sejam, hanya untuk memastikan kondisi istrinya saja di rumah. Setelah itu dia akan kembali lagi bekerja. Untung saja dia mendapat izin. Tanpa menunggu lama, dia segera menaiki motornya dan pulang ke rumah. Jalanan cukup ramai siang ini, jadi dia tak bisa mengendarai motor dengan kencang.
_L&O_
Ting nong~
Suara bel rumah Chika berbunyi. Bibi Han yang sedang membuatkan bubur untuk Chika, menjeda kegiatannya itu untuk melihat siapa tamu yang datang. Setelah membuka pintu Bibi Han sekejab mematung melihat siapa tamu itu.
"Selamat siang Bi." Dia adalah Tian. Setelah beberapa hari menghilang, lelaki itu kembali menampakkan batang hidungnya. "Saya ke sini mau bertemu dengan Chika," lanjutnya.
"Nyonya sedang tidak ada-"
"Bibi tidak perlu berbohong, saya sudah membuat janji dengan Chika untuk bertemu," sela Tian. Bibi Han terdiam, niatnya untuk berbohong agar majikannya tidak kembali bertemu dengan lelaki ini, tapi gagal. Bibi Han pun tak menyangka kalau majikannya itu masih mau bertemu dengan Tian. Kalau Zeeno tau, pasti dia akan kembali marah besar. "Bisa saya masuk sekarang?"
Dengan ragu Bibi Han menyisikan jalan untuk Tian masuk. Tian tersenyum kemenangan dan beranjak memasuki rumah. "Chika dimana Bi?" tanyanya.
"Di kamar Tuan. Nyonya sedang kurang enak badan," jawab Bibi Tian.
"Baiklah, saya ingin menemui kekasih saya sebentar," kata Tian. Seolah sudah seperti rumah sendiri Tian pergi ke kamar Chika.
Sedangkan Bibi Han ragu-ragu ingin memberi tau pada Zeeno. "Apa Tuan sudah tau tentang ini? Aku kira nyonya sudah kembali ke jalan yang benar, tapi sepertinya masih sama." Teringat ia sedang memasak bubur, Bibi Han segera kembali ke dapur.
Di kamar, Chika tengah memejamkan mata. Perutnya mulai merasa lebih baik. Sambil menunggu kepulangan Zeeno dia ingin istirahat sebentar. Namun, kini terganggu saat mendengar ketukan pintu. Dia kira itu adalah Zeeno, secepat itukah Zeeno datang?
"Masuk Zeeno!" Ucap Chika.
Pintu terbuka, tapi bukan Zeeno yang datang melainkan Tian. Hal itu menimbulkan keterkejutan dari Chika. Dia sama sekali tidak mengetahui kalau Tian datang kemari. Semenjak dirinya memutuskan hubungan, dia tidak lagi mau menghubungi Tian. Dia benar-benar ingin menghapus Tian dari hidupnya dan fokus pada Zeeno. Namun, lelaki itu masih saja mengganggu hidup Chika. Jadi alasan yang Tian berikan pada Bibi Han di depan adalah kebohongan. Tian datang tanpa ada persetujuan dari Chika.
"Hai Baby," sapa Tian.
"Mau apa kamu ke sini?!" Tidak ada keramahan dari nada bicara Chika. Dia bangun dari tidurnya dan berdiri tak jauh dari Tian.
"Aku merindukanmu. Apa salah aku menemui kekasihku?"
"Aku bukan kekasihmu! Aku istri Zeeno!" Tian terkekeh mendengarnya.
"Chika, Chika kamu jangan seperti itu. Kamu melukai hatiku."
"Aku tidak peduli! Keluar kamu sekarang dari rumah aku! Aku sama sekali tidak mengharapkan kehadiranmu!" Usir Chika tanpa basa-basi.
"Kamu kira aku menurutimu? Aku merindukanmu dan aku tidak akan pergi dari sini," jawab Tian dengan serius. Tian berjalan mendekati Chika.
"Jangan mendekat! Pergi kamu dari sini! BIBI HAN! BIBI HAN!" Chika berteriak memanggil nama Bibi Han, berharap ART nya itu mau membantunya mengusir Tian.
"Pembantu tua itu tidak akan mendengarmu, Chika."
"Menjauh dariku!" Chika terus saja menghindari Tian. Namun, Tian tak gentar dan terus mendekati Chika. Hingga akhirnya Tian berhasil memeluk tubuh Chika. "Lepaskan!"
"Tidak," balas Tian.
Di halaman rumah, motor Zeeno sudah terparkir. Dia dengan segera memasuki rumah karena rasa khawatir akan keadaan Chika. Namun, langkahnya terhenti saat melihat Bibi Han.
"T-tuan." Bibi Han terlihat takut melihat kedatangan majikannya.
"Chika dimana Bi?"
"Nyonya ada di kamar."
"Saya ke kamar dulu."
"Tapi Tuan—" Bibi Han tak mampu menahan langkah Zeeno yang begitu cepat pergi. Ia berharap apapun yang akan terjadi nantinya, kedua majikannya bisa menyelesaikan masalah mereka dengan baik. Bibi Han tak tega kalau melihat keduanya terus saja bertengkar. "Semoga baik-baik saja," harap Bibi Han.
Langkah Zeeno terus menuju ke arah kamar. Sampai depan pintu dia segera membuka pintu, tapi tubuhnya kemudian merasa kaku melihat pemandangan di depannya. Matanya bergetar, merasa marah kecewa campur aduk menjadi satu. Dia meremas gagang pintu dengan erat.
Sabarr, bentar lagi ga sedih sedih lagi. Sabar dulu.
Dah maap buat typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka dan Obatnya [END]
Teen FictionKeadaan rumah tangga yang tak lagi sama seperti awal mereka bersama. Suasana yang selalu damai perlahan mulai memudar. Luka yang tak pernah dipikirkan akan ada, tapi sekarang tercipta. Lantas jika sudah terluka bagaimana cara mengobatinya?