_L&O_
Pagi hari kembali menyapa. Rasa dingin Chika rasakan, meskipun tubuh telanjangnya masih terbungkus rapi dengan selimut. Tangannya meraba ke samping, mencari sumber kehangatan yang sesunguhnya. Namun, kosong! Di sisinya tak lagi ada orang. Chika seketika terbangun, menyadari tak ada Zeeno di sisinya.
"Zeeno?!"
"Zeenoo!" Panggil Chika setengah berteriak. Chika bangkit, merubah posisi menjadi duduk dengan masih mempertahankan selimut untik menutupi tubuhnya. Apa yang terjadi semalam tidak mungkin mimpi kan? Bahkan tubuh telanjangnya membuktikan kalau itu tidak mimpi. Namun, kemana perginya Zeeno?
"Tak mungkin Zeeno meninggalkan dengan keadaan seperti ini kan?" monolog Chika. Perasaannya kembali campur aduk. Pikiran buruk mulai merembet dikepalanya. Reflek dia memukuli kepalanya sendiri, berharap bisikan-bisikan setan pergi dari kepalanya.
"Nggak! Nggak! Zeeno nggak mungkin pergi, nggak!" Chika terus memukul dan menarik rambutnya sendiri, tak peduli beberapa helai rambutnya sampai rontok.
"Aku mau Zeeno, aku mau Zeeno!" Chika menenggelamkan wajahnya diantara kedua lutut dan memeluk lutuhnya itu. Chiia kembali menangis. Kembali merasa kehilangan.
"Bodoh! Bodoh, lo bodoh Chika!" Kumat, Chika kembali memukul kepalanya tak peduli akan rasa sakit yang ditimbulkan.
"Lo bodoh udah nyia-nyian Zeeno! Bodoh Chika!"
"ZEENO!" teriak Chika disela tangisanya yang semakin menjadi.
Dari tangga langkah kaki terdengar cepat. Itu Zeeno yang berlari dari dapur menuju kamar yang Chika tempati. Dia baru saja menikmati sepotong roti untuk sarapan, tapu harus tersela karena mendengar teriakan Chika yang membuatnya panik. Takut kalau istrinya itu kembali melakukan hal gila.
Dengan cepat Zeeno membuka pintu kamar. Dia melihat Chika yang masih memukuli kepala. Cepat-cepat dia mendekat dan menahan tangan Chika. "Apa yang kamu lakukan Chika?!" Sentak Zeeno.
Chika terdiam memandangi sosok yang sedari tadi dia cari. Tangannya dengan gemetar merabah wajah Zeeno, memastikan yang dihadapannya ini bukanlah hanya imajinasi. "Zeeno?"
"Ya ini aku," jawab Zeeno dengan cepat. Reflek Chika segera memeluk Zeeno erat-erat. Rasa khawatir akan Zeeno pergi kini terhapus. Zeeno masih ada di hadapannya.
"Kamu kemana? Aku bangun ga ada," tanya Chika.
"Sarapan di bawah. Aku lapar," jawab Zeeno seadanya.
"Kenapa ga ajak aku?"
"Kamu tidur nyenyak. Aku ga tega bangunin," jawab Zeeno sambil mengusap surai rambut Chika yang mulai kusut. "Jangan nakal Chika," peringat Zeeno, saat tangan nakal Chika mengusap perutnya dari balik baju yang dia kenakan.
"Aku suka ini," ucap Chika dengan masih menyentuh perut kotak-kotak milik Zeeno. Tangan Zeeno menghentikan tindakan Chika dengan segera, karena itu geli.
"Sana mandi. Kamu semalam berjanji akan mandi pagi ini. Aku ingin kamu kembali menjadi Chika yang cantik, tidak gembel seperti ini," perintah Zeeno.
"Mandi sama kamu?"
"No. Mandi sendiri."
"Aku maunya sama kamu," rengek Chika. Dia mengusap-usapkan wajahnya ke dada Zeeno.
"Mandi sendiri Chik, kamu udah gedhe."
"Biasanya mandi sama kamu."
"Sekarang kamu mandi sendiri."
"Kalau gitu aku ga mau mandi. Biar aja aku bau." Chika bersedekap dada, seperti anak kecil yang merajuk dengan bibir yang dikerucutkan.
"Kalau gitu aku juga bakal pergi. Aku ga betah dengan bau busuk ini," balas Zeeno. Namun, balasannya itu membuat bibir Chika melengkung ke bawah dan kembali menciptakan isakan kecil.
"Hiks, k-kamu jahat!"
Zeeno memutar mata malas mendengarnya. Tanpa aba-aba dia menyingkirkan selimut yang membalut Chika, dan menggendong Chika ke arah kamar mandi. "Iya-iya kita mandi bareng," putus Zeeno pada akhirnya.
Tentunya di dalam kamar mandi tak benar-benar hanya mandi. Namun, mereka kembali menuntaskan hasrat yang menggebu. Hingga entah berapa lama mereka baru selesai dengan ritual mandinya. Kini Chika terduduk di kasur dengan handuk yang melilit. Dia menunggu kedatangan Zeeno yang sedang mengambilkan baju untuknya. Tak menunggu lama Zeeno kembali membawa baju untuk Chika, sedangkan Zeeno sudah berganti baju saat sekalian mencari baju untuk Chika tadi.
"Nih pakai," ucap Zeeno. Chika menerima baju itu dan mengenakannya. Sedangkan Zeeno sibuk menyisir rambut basahnya. Setelah Chika selesai memakai baju, dia menghampiri Zeeno dan memeluknya dari belakang. Dia sudah merasa segar sekarang, tapi ingin terus menempel pada Zeeno yang dia rindukan.
"Udah gantinya?" Chika mengangguk sebagai jawaban. Dia didudukan lagi di atas kasur dan Zeeno dengan telaten menyisiri surai rambut Chika dengan pelan. Takut kalau kekasaran ntar sakit.
"Kamu jangan lakuin hal bodoh lagi Chika. Hidup kamu masih panjang," celoteh Zeeno sembari terus menyisir.
"Asal ada kamu, aku ga akan lakuin hal bodoh lagi," kata Chika.
"Kalau nanti udah ga ada akupun, kamu jangan lakuin hal bodoh."
"Nggak mau! Aku maunya sama kamu terus!" Zeeno menggelengkan kepala. Susah kalau berbicara dengan Chika sekarang.
"Ayo kita makan," ajak Zeeno.
"Aku udah cantik belum?" bukannya berdiri Chika malah melontarkan pertanyaan itu.
"Ayo makan Chik."
"Jawab dulu, aku cantik ga?"
"Iya, Chika udah cantik. Dari dulu Chika selalu cantik," ungkap Zeeno. Yang dia katakan kali ini benar-benar tulus. Tidak pernah Zeeno tidak menganggumi sosok istrinya.
"Kamu juga ganteng. Aku suka!" balas Chika sambil menunjukkan senyuman paling manis, gummy smilenya. Zeeno membalas itu dengan senyuman kecil. Dia berpikir, apa nanti dia masih akan bisa melihat senyuman Chika yang manis ini sebagai miliknya?
Sorry lama:)
Dah maap buat typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka dan Obatnya [END]
Teen FictionKeadaan rumah tangga yang tak lagi sama seperti awal mereka bersama. Suasana yang selalu damai perlahan mulai memudar. Luka yang tak pernah dipikirkan akan ada, tapi sekarang tercipta. Lantas jika sudah terluka bagaimana cara mengobatinya?