8

4.2K 380 26
                                        

_L&O_

Setelah seharian Zeeno kembali bekerja, dia pergi ke sebuah taman untuk bertemu dengan seseorang. Dia bisa melihat seorang perempuan yang sudah menunggunya dibangku taman menghadap kolam air mancur. Tanpa menunggu lama Zeeno berjalan mendekat.

"Elana," panggil Zeeno. Ya orang yang ingin Zeeno temui adalah Elena. Dia merasa tak enak dengan apa yang sudah Chika lakukan pada Elena. Sebelum tadi dia membawa Chika pulang, dia belum sempat meminta maaf ke Elena. Saat sudah kembali, ternyata Elena sudah tak ada, makanya dia mengajak Elena bertemu sekarang.

"Hai," sapa balik Elena disertai senyuman. Zeeno mengambil tempat di sisi Elena meskipun tetap ada jarak yang memisahkan. "Maaf menunggu lama," ucap Zeeno tak enak.

"Tidak, aku juga baru saja sampai."

"Sepertinya langsung saja keintinya, aku minta maaf atas nama istriku. Aku tak menyangka dia akan berbuat seperti itu kepadamu. Apa kamu terluka? Aku akan bertanggung jawab atas luka itu," ungkap Zeeno.

"Tidak papa Zeeno. Aku tidak terluka. Aku paham dengan tindakan yang Chika lakukan. Mungkin dia hanya cemburu, makanya berlaku seperti itu. Aku paham sesama perempuan, jika sudah marah karna cemburu, apapun pasti bisa saja terjadi. Lagipula perempuan mana yang rela melihat suaminya dekat dengan perempuan lain? Jadi, aku tidak papa dengan istrimu itu," jelas Elena. Zeeno terdiam mendengarnya. Dia tak menyangka Elena akan sebaik ini. Padahal bisa dikatakan Elena tadi sudah mempermalukannya di hadapan banyak orang, tapi Elena masih mau memaafkannya.

"Terima kasih Elena, aku akan membujuk Chika untuk bisa meminta maaf padamu langsung."

"Tidak usah, tidak apa-apa. Semua tidak aku anggap serius."

"Kamu ke sini naik apa?" tanya Zeeno, dia akan mengantarkan Elena pulang jika Elena naik taxi ke sini tadi.

"Aku naik mobil."

"Ouh, aku berencana mengantarmu pulang."

"Tidak usah Zeeno. Lebih baik kamu langsung pulang saja, istrimu pasti menunggu. Ini juga sudah jam pulang kerja kamukan?" Zeeno mengangguk menjawabi. "Baiklah, ada lagi yang kamu bicarakan?"

"Tidak ada, aku hanya ingin mengungkapkan itu saja," jawab Zeeno.

"Kalau gitu aku pulang ya. Aku ada janji dengan keluargaku untuk bersiap makan malam bersama. Jadi maaf tidak bisa berlama-lama," ungkap Elena.

"Oh, oke. Terima kasih atas waktumu. Semoga makan malam kalian lancar."

"Iya Ze, terima kasih. Aku permisi." Elena pergi lebih dulu meninggalkan Zeeno yang kini hanya sendiri menatap kolam air mancur.

Sebenanrnya dia bingung harus pulang atau tidak. Jujur dia masih marah saat bertemu Chika, dia berniat untuk bermalam di rumah orang tuanya. Namun, disisi lain dia khawatir akan terjadi hal yang tak diinginkan dengan Chika. Hingga akhirnya Zeeno memilih untuk pulang. Hari juga sudah semakin sore, langit sudah akan tergantikan oleh malam. Dia harus segera pulang sebelum terkena macetnya jalanan.

_KI_

Sampai rumah, sepi. Sepertinya Chika berada di kamar. Zeeno pergi ke dapur untuk mengambil minum, dia haus. Di dapur dia melihat Bibi Han yang sedang menyiapkan makan malam. "Chika mana Bi?" tanya Zeeno sambil membuka kulkas mengambil air dingin di sana.

"Nyonya sepertinya berada di kamar Tuan. Setelah kepergian Tuan tadi, Bibi lihat nyonya masuk ke kamar dan tidak keluar sama sekali," jelas Bibi Han. Diam-diam sebenarnya Bibi Han mendengar perdebatan yang terjadi antara kedua majikannya. Ia cukup terkejut saat ternyata Tuannya sudah mengetahui keburukan yang Nyonya-nya lakukan di belakang.

"Apa dia sudah makan siang?"

"Belum Tuan. Saya sempat mengetok pintu, tapi tak ada sahutan. Saya tidak mau lancang membuka pintu." Zeeno mengangguk paham. Dia akan meminta Chika makan malam setelah ini. Meskipun dia marah dengan istrinta, tapi sebagai suami, dia tidak tega melihat istrinya sampai mengabaikan kesehatannya. Mengingat Chika mempunyai Maag yang bisa kambuh jika telat makan.

Setelah mengilangkan dahaga, Zeeno beranjak pergi ke kamar. Dengan ragu dia membuka pintu. Zeeno cukup terkejut melihat kondisi kamarnya yang nampak seperti kapal pecah! Namun, fokusnya kini terpusat pada Chika yang menangis di samping nakas sudah seperti gembel dengan tangan yang berdarah.

"CHIKA!" Zeeno dengan khawatir mendekati Chika. Di lantai bisa dia lihat ada benda tajam, silet, yang terdapat darah di sana. "Apa yang kamu lakukan?!" Zeeno melihat pergelangan tangan Chika yang banyak akan sayatan, untung tidak pas di nadi, tapi tetap saja ini berbahaya.

Bukannya menjawab Chika semakin mengeraskan tangisannya. "Kamu berani melakukan hal bodoh ini?!" Marah Zeeno, tapi terdengar nada khawatir di sana.

"Kamu marah padaku, aku tak suka," ungkap Chika disela tangisannya. Zeeno mengerang frustasi, lalu dengan gesit pergi untuk mencari kotak P3K sebelum istrinya itu kehabisan darah.

Zeeno kembali dengan membawa kotak P3K. Dia menggendong Chika untuk berpindah duduk disofa. Chika masih saja menangis, yang membuat Zeeno merasa pusing. "Diam! Diam atau aku tinggalkan kamu sendiri," ancam Zeeno. Chika langsung menggigit bibir dalamnya meredakan tangisnya.

Tangan Zeeno dengan perlahan mulai mengobati luka Chika. Sesekali Chika berdesis karena rasa perih saat obat merah mengenai luka yang dia buat sendiri. Dia melakukan itu karena ingin melampiaskan rasa kesal, frutasi dan sakit hatinya. Dia sangat tak ingin Zeeno meninggalkannya.

"Mengapa kamu lakukan ini Chik? Ini berbahaya kamu tau?"

"A-aku takut k-kamu pergi."

"Aku ga suka kamu lakuin hal bodoh ini lagi. Dimana istriku yang pintar? Selingkuh saja sangat pintar menyembunyikan, tapi mengapa kepintaranmu jadi hilang dan melakukan hal ini?" Chika yang mendengarnya kembali menangis keras. Dia merasa teramat bersalah atas tindakan bodohnya. Hanya karena nafsu sesaat dia sampai mendukan suaminya yang sempurna ini. Matanya dibutakan oleh hal hitam.

Zeeno menghembuskan napas lelah, setelah berhasil menutup luka Chika dengan perban. Dia membereskan kembali kotak P3K, kemudian menatap Chika yang masih meanngis dengan riasan yang sudah rusak dan bibir terlihat pucat. "Sudah jangan menangis, semua sudah terjadi." Dengan suara datar Zeeno bersuara, tangannya bergerak mengusap air mata Chika. Zeeno yang tidak tegapun, menarik Chika ke dalam pelukannya lalu menenangkannya.

"Kita bersihkan wajahmu kemudian makan malam."





















Ini hanya cerita fiksi ya, jangan dianggap nyata/dibawa serius! Ini dunia oren.

Dah maap buat typo.

Met sahur smuanya:*

Luka dan Obatnya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang