_L&O_
Seperginya dari kantor, Chika segera mencari taksi dan pulang. Dia ingin menjelaskan semua pada Zeeno jika apa yang dilihat tadi hanyalah kesalahpahaman. Dia sama sekali tidak menikmati apa yang Tian lakukan, jelas tadi karna paksaan dari Tian.
Sepanjang jalan pulang Chika menangis, mengingat betapa menyeramkannya Zeeno saat marah dan tatapan yang tersirat kekecewaan itu tercetak jelas. Pikiran-pikiran negatif sontak menghantui Chika, apalagi Zeeno yang sudah berkata akan mengurus perceraian. Tidak! Chika tidak mau cerai dengan Zeeno sampai kapanpun!
Blam!
Chika dengan cepat memasuki rumah setelah membayar taksi. Dia mencari keberadaan Zeeno dengan perasaan takut. "Zeeno! Sayang, kamu dimana?!"
Chika memasuki kamar, tapi tak melihat Zeeno di sana. Mengecek kamar mandipun, Zeeno tak ada. Chika juga mengecek ruangan lainnya, barang kali Zeeno bersembunyi, tapi tetap saja hasilnya Zeeno tidak ada. "Zeeno kamu dimana?!" Sudah terdengar jelas suara frustasi dari Chika. Dia sudah tak peduli pada make up nya yang luntur karena air mata.
Chika terduduk disofa tengah, menangkup wajahnya, menangis di sana. Bibi Han yang baru membersihkan halaman belakang, terkejut melihat majikannya keadaannya sudah kacau. "Ya Tuhan, Nyonya ada apa?" tanya Bibi Han.
"Bi, Bibi lihat Zeeno ga? Zeeno dimana Bi?"
"Tuan Zeeno? Tuan belum pulang nyonya, sedari tadi tidak ada Tuan Zeeno," jawab Bibi. Memang tidak ada Zeeno di sini, Zeeno belum pulang. Yang Bibi Han lihat baru Chika yang pulang. Chika terdiam memikirkan dimana keberadaan Zeeno. Mengapa dia tidak langsung pulang, kemana Zeeno pergi?
"Ga mungkinkan Zeeno ninggalin aku?"
_L&O_
Di sisi lain Zeeno menghentikan motornya di sebuah rumah yang tak terlalu besar, tapi juga tak terlalu kecil, cukup sederhanalah. Dengan perasaan kacau dia memasuki rumah itu.
"Bunda," panggil Zeeno.
"Astaga Zeeno, kamu pulang nak? Kenapa ga bilang-bilang ke Bunda." Mereka saling berpelukan menyalurkan rindu antara ibu dan anak. Sudah lama Zeeno tidak berkunjung ke rumah orang tuanya. Kini akhirnya Zeeno menyempatkan untuk ke sini. "Kalau tau kamu akan ke sini, Bunda pasti buatin makanan kesukaan kamu," lanjut Bunda Zeeno.
"Ga usah bunda, Zeeno cuma kangen aja sama bunda," kata Zeeno.
"Dimana istri kamu, Chika?" tanya bunda Zeeno karena tidak melihat keberadaan menantunya.
"Aku sendiri ke sini."
"Kenapa Chika ga kamu ajak? Kan bunda juga kangen sama menantu bunda."
"Ada yang mau Zeeno katakan bunda, tapi dimana Ayah?" Zeeno ingin ayah dan bundanya kumpul terlebih dahulu sebelum mengungkapkan apa tujuannya kemari.
"Ayah sedang keluar tadi. Kamu istirahat dulu aja, atau mau bunda siapkan makan? Kamu udah makan belum?" tanya Bundanya penuh perhatian.
"Nanti aja bunda, Zeeno istirahat sebentar."
"Iya gih, istirahat dulu. Nanti bunda kasih tau kalau ayah udah sampe rumah." Zeeno mengangguk lalu pergi ke kamarnya.
Sampai kamar Zeeno duduk diranjang, dia melihat ada bingkai foto diatas nakas. Itu fotonya bersama Chika saat pacaran dulu. Sudah sangat lama, tapi foto itu masih tersimpan dengan baik. Zeeno mengambil bingkai itu dan menatapnya dengan dalam. Dalam hati dia merasa sakit. Mengapa rumah tangganya tidak berjalan dengan baik? Apa dia menjadi kepala keluarga yang tidak baik sekarang?
Jujur dia bimbang, akan melakukan perceraian dengan Chika atau tidak. Namun, jika dibiarkan itu sama saja membuat luka dengan sendirinya. Di sisi lain, dia masih sayang dengan Chika dan tak ingin rumah tangganya berakhir begitu cepat. Masih banyak cara agar mereka tidak bercerai, tapi apa? Cinta? Zeeno mulai meragukan tentang cinta dan kesetian. Justru orang yang sangat kita cintai bisa menorehkan luka yang teramat dalam. Pusing memikirkan hal itu, Zeeno memilih merebahkan diri sejenak, mendinginkan kepalanya.
Setelah kepulangan sang ayah, mereka berkumpul di ruang santai. Namun, wajah Zeeno sangat jelas jika sedang lesu, suka melamun juga. Hal itu membuat tanda tanya muncul dibenak kedua orang tuanya."Zeen, kamu kenapa?" tanya ayah Zeeno.
"Kata kamu tadi mau ada yang dibicarakan, apa? Ayah juga udah ada," celetuk Bunda Zeeno.
"Jadi gini bund, yah. Di rumah tangga aku sama Chika sekarang dilanda masalah yang cukup serius. Dan Zeeno datang ke sini, mau minta saran dan ngasih tau juga kalau Zeeno sama Chika... mau bercerai."
"Masalah apa Zeen? Jangan sembarangan mengucapkan kata perceraian nak, itu bukan jalan yang bagus," sahut Bunda.
"Coba ceritakan apa yang terjadi," pinta Ayah Zeeno. Akhirnya Zeeno menceritakan apa yang terjadi di rumah tangganya. Ornag tua Zeeno yang mendengar tentu tak percaya ternyata seperti itu kesalahan yang dilakukan menantunya.
"Jadi seperti itu masalahnya, setelah dari sini Aku mau ke rumah orang tua Chika juga, buat nyeritain hal ini," kata Zeeno.
"Kalian bisa membicarakan baik-baik Zeeno, ga harus cerai untuk jalan keluar. Ayah ga mau kalian berdua menyesal nantinya. Sebelum itu terjadi, carilah jalan keluar yang lain. Tapi juga keputusan ada di kamu dan Chika, kami sebagai orang tua hanya mengarahkan," kata Ayah Zeeno.
"Zeeno udah pikirin ini matang-matang Yah. Dan puncaknya mungkin perpisahan sebagai jalan keluar." Zeeni menunduk meremas tangannya sendiri.
"Huh, kamu sudah dewasa, pasti tau apa yang harus dilakukan. Ayah cuma bilang, kalau pernihakan yang baik adalah sekali seumur hidup." Zeeno mengangguk paham.
"Kalau Chika sampai menelpon ayah atau bunda mencari keberadaan Zeeno, bilang aja Zeeno ga ada ke sini ya?" Pinta Zeeno.
"Kamu ga ada bilang Chika kalau mau ke sini?" tanya Bunda. Zeeno menggeleng sebagai jawaban.
Selesai berunding dengan keluarganya, Zeeno memutuskan untuk pergi ke rumah orang tua Chika. Dalam hati dia gugup untuk pergi ke sana, terlebih hubungannya dengan Papa Chika tidak terlalu baik. Mertuanya itu masih sering meremehkan dan suka melontarkan kata-kata yang menyakitkan pada Zeeno. Sangat berbeda dengan Mama Chika yang lebih mengayomi.
BUGH!
Sebuah bogeman mendarat di pipi Zeeno setelah Papa Chika mendengar maksud kedatangan Zeeno. "Beraninya kamu menyakiti anak saya! Beraninya kamu selingkuh! Memang sedari awal saya benar kalau kamu ini tidak cocok dengan anak saya! Dasar brengsek!" marah Papa Chika. Sedangkan Mama Chika dengan baiknya memebantu Zeeno, melindunginya.
Mengapa Zeeno dipukul? Penjelasan yang Zeeno berikan tentang perceraian ini tidak seperti apa yang seharusnya. Zeeno mengubah cerita, jika aslinya Chika yang selingkuh, tapi saat bercerita kepada orang tua Chika, dialah yang berselingkuh. Semua dia lakukan karena tak mau kalau Chika dinilai buruk oleh orang tuanya. Ya meskipun apa yang Chika lakukan itu salah. Namun, Zeeno tak kuasa jika Chika sampai dimarai oleh orang tuanya. Terlebih Papa Chika, Zeeno tau seberapa keras mertuanya itu. Jadi Zeeno rela yang menjadi samsak daripada melihat Chika yang bisa saja dikucilkan oleh orangtuanya.
Pagiii
Dah maap buat typo.

KAMU SEDANG MEMBACA
Luka dan Obatnya [END]
Ficção AdolescenteKeadaan rumah tangga yang tak lagi sama seperti awal mereka bersama. Suasana yang selalu damai perlahan mulai memudar. Luka yang tak pernah dipikirkan akan ada, tapi sekarang tercipta. Lantas jika sudah terluka bagaimana cara mengobatinya?