The Night Sigh : Chapter 15

1K 87 0
                                    

Setelah makan Minho kembali ke kamar, tak ada hal yang bisa dia lakukan di sini. Dulu saat masih memimpin pack, dirinya benar-benar sibuk sampai tidak mendapatkan waktu istirahat. Berkebalikan dengan dirinya rasakan sekarang.

Karena tak pernah diam, Minho jadi bingung. Tidur pun sudah bosan, karena terlalu lama membuat kepalanya jadi sakit. Di sela-sela kebingungan, pintu kamarnya diketuk tiga kali lalu memperlihatkan wajah seseorang masuk.

Wajah sumbringah dan rambut pirangnya membuat Minho lega. Tidak lupa dengan jas dokter yang dirinya pakai sekarang.

"Kak Chan mengatakan kau sakit pinggang,  jadi dia menyuruh ku untuk memberikan mu obat" ucap Felix mendekat ke arah Minho yang duduk di tepi ranjang. Tangan pria itu menyerahkan sebotol pil untuk Minho ke tangan mungilnya.

"Kau baik-baik saja kan kak?" Tanya Felix melihat Minho yang murung. Minho tak menjawab, dia bingung harus mengatakan apa. Hampa, rasanya sangat hampa.

"Kalau begitu aku akan pergi" jawab Felix tersenyum canggung. Minho memang sangat sulit untuk dimengerti. Namun, ketika Felix hendak keluar, pria itu tiba-tiba memanggil dirinya lagi.

"Sekarang kau mau ke mana? Boleh aku ikut?" Tanya Minho. Felix menoleh terkejut, Minho kini menatapnya dengan wajah serdu. Jika dia pikirkan, menjadi Minho mungkin sangat membosankan. Tidak ada kebebasan seperti yang dirinya punya.

Tapi Felix tahu, karena dulu ibunya juga seorang Luna. Wanita itu tak pernah memiliki kebebasan untuk pergi keluar kastil dan hanya di rumah mengurus mereka. Tapi dia dulu sangat akrab dengan para pelayan berbeda dengan Minho. Seperti melihat cerminan ibunya, Felix jadi merasa kasihan.

"Aku ada kegiatan memberikan vaksin pada anak-anak di desa sebelah, kau mau ikut?" Tanya Felix. Wajah Minho yang tadinya masam kini mulai sumbringah. Pria itu langsung berjalan cepat mengekor di belakang Felix.



Ada tiga orang di dalam kereta kuda ini termasuk Minho. Mereka kini berusaha untuk pergi ke desa sebelah seperti yang dikatakan Felix.

Hening, tak ada pembicaraan. Karena ada orang baru Minho merasa tidak nyaman, apalagi pria itu terus memperhatikan dirinya lekat-lekat. Ketika mereka sampai di berbatasan desa, medan jalanan langsung berubah. Tadi memang mulus-mulus saja, namun kini seperti banyak bebatuan di jalanan.

"Tuan Tuan, berpegangan erat" ucap sang supir pada mereka. Minho langsung memeluk kotak penyimpanan vaksin erat-erat agar tidak jatuh.

"Ughhh" karena kereta agak meloncat membuat kepala Minho tak sengaja terkena langit-langit. Dirinya kini meringis sembari masih memeluk kotak vaksin itu.

"Luna kau baik-baik saja?" Tanya pria yang duduk di samping Felix. Wajahnya terlihat masih muda, dari auranya sepertinya dia juga omega.

"Kak Minho kau baik-baik saja kan?" Tanya Felix lagi. Minho mengangguk sembari mengusap kepalanya yang mungkin agak benjol nanti.

"Luna aku yang bawa tempat vaksinnya" ucap pria itu berusaha mengambilnya dari pangkuan Minho. Tapi Minho menggeleng menolak, bawaan pria itu lebih banyak darinya. Jadi kasihan juga ditambak kotak ini.

"Ya kak berikan saja pada perawat Bomgyu" ucap Felix yang khawatir. Minho menggeleng berusaha menenangkan mereka. Minho tak selemah itu, bahkan ditusuk ribuan kali oleh Chan saja dia masih hidup.

 Minho tak selemah itu, bahkan ditusuk ribuan kali oleh Chan saja dia masih hidup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Minho terpukau dengan keindahan pedesaan itu. Tempatnya masih sangat oriental dan tradisional. Berbeda dengan pedesaan di packnya. Para warga nampak berlalu lalang membawa hasil tani dari kebun mereka. Suasana sangat sejuk di sini. Namun, sepertinya sangat jauh dengan daerah kastil pack.

"Perjalanannya lebih lama dari yang ku bayangkan, saat ini sudah sore. Mungkin kita bisa menginap sebentar lalu besok membagikan vaksin untuk para anak-anak" seru Felix, karena jalan utama ke desa itu ternyata rusak jadi terpaksa mereka memilih jalan lain.

Minho masih menatap pemandangan di depannya, benar-benar indah dan memanjakan mata. Seperti akan rugi jika melewatkannya bahkan sedetik.

"Kak tidak apa kan jika kita menginap semalam di sini?" Tanya Felix yang merasa bersalah. Minho mengangguk pelan, ternyata antar desa jaraknya sangat jauh. Lalu bagaimana dengan 20 desa lainnya? Menang pack ini benar-benar luas seperti yang dikatakan orang-orang.

Kini mereka berempat termasuk supir yang adalah pengawal pack berhenti di sebuah tempat yang dinamakan balai kesehatan. Tempat itu seperti rumah, namun memiliki sebuah aula yang luas mungkin untuk kegiatan yang akan dilakukan.

"Ada tiga kamar tidur di sini, supir tidur di kamar paling depan dekat dengan pintu depan. Beomgyu kita satu kamar dan Kak Minho di sana ya" kata Felix sembari menunjuk ke sebuah ruangan di samping kamar Felix dan Beomgyu. Minho hanya setuju, lagipula jika mereka satu kamar akan sangat canggung rasanya.

Di tangan Minho kini ada sebuah alat yang berbentuk meteran kecil, ukurannya sekitar 40 cm yang akan digunakan untuk mengukur lingkar lengan atas anak-anak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Di tangan Minho kini ada sebuah alat yang berbentuk meteran kecil, ukurannya sekitar 40 cm yang akan digunakan untuk mengukur lingkar lengan atas anak-anak. Saat makan malam tadi, Felix mengajarinya melakukan pengukuran lingkar lengan atas yang akan menjadi tugasnya besok. Sedangkan Beomgyu akan mengukur lingkar kepala, tinggi badan dan Berat badan mereka.

"Ini mudah" ucap Minho mempraktikannya pada diri sendiri. Jujur agak membingungkan melihat angka-angka kecil itu. Saking sibuknya, Minho tak sadar seseorang masuk ke kamarnya.

"Felix, aku lupa caranya" ucap Minho menoleh. Bukan pria manis berambut pirang yang dia lihat, namun itu adalah Chan. Minho sontak terkejut kemudian melepaskan alat ukur itu kemudian bergerak naik ke kasur.

"Apa yang kau lakukan sampai seserius itu?" Tanyanya dengan senyuman. Minho menunduk tak menjawab, kenapa Chan selalu ada di mana-mana. Bosan sudah melihat dia sepanjang hari.

"Kenapa kau ke sini?" Tanya Minho dingin. Pria itu berjalan mengambil alat ukur yang tadi dijatuhkan Minho.

"Felix menculik mu, jadi aku akan membawa mu" ucapnya. Minho jujur kesal, dia kini menendang selimut itu dengan keras.

"Menyebalkan" ucapnya emosi. Chan hanya tertawa melihat reaksi Minho. Saat marah wajahnya begitu menggemaskan. Chan melepaskan jas yang dipakai kini pria itu hanya mengenakan semua kemeja kekuningan dengan garis-garis ke bawah.

Dia kini mendekat dan mengarahkan alat ukur itu ke lengan Minho. Minho sontak terkejut melihatnya.

"Caranya sangat mudah, pertama tanyakan apakah anak itu kidal atau tidak. Jika tidak, kau ukur pada lengan yang jarang melakukan aktivitas jika tidak kidal jawabannya adalah lengan kiri" jelas Chris membalik tubuh Minho agar lengan kirinya menghadap di depan Chan.

"Singkap lengan bajunya sampai terlihat perbahasan lengan dan tulang bahu. Lalu pasang alatnya seperti ini luruskan sampai di ujung siku. Ajar lebih mudah sebelum itu kau wajib menekuk lengan mereka" jelas Chan dengan detail. Minho melihat apa yang pria itu lakukan, dia seperti seorang guru yang mengajari anak muridnya.




TBC

Jangan lupa vote dan komen ya

THE NIGHT SIGH  [Banginho] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang