16

3.7K 275 4
                                    


Duduk bersantai menikmati indahnya sore hari yang cerah. Langit oranye kekuningan. Burung berterbangan dan angin lembut berhembus. Suasana damai dan tenang dengan pemandangan baru. Baru? Ya. Kini aku berada ditempat yang baru.

Setelah hari itu, sikap mereka masih tidak berubah. Duke mengeluarkan ultimatum menggunakan kuasanya menyuruh ekhm-memaksaku pindah tempat tinggal yang lebih dekat dengan mereka. Katanya, akan ada hukuman bila menolak. Aku yang tidak ingin menjadi gelandangan di tempat 'antah berantah' pun setuju. Aku masih ingin menikmati kekayaan Duke juga memenuhi prinsip hidup bermalas malasan. Mereka berusaha maka aku juga memutuskan untuk berusaha membuka hati. Agar tidak ada penyesalan dikemudian hari.

Dekorasi tempat tinggalku sekarang dibuat sama dengan yang lama. Bagian dalam memiliki kamar jauh lebih luas dan mewah. Dominan coklat keemasan dan putih. Ada ruang tamu. Satu kasur yang lebar dan sofa. Meja, kursi dan rak buku. Cermin dan meja rias dengan segala perlengkapan berias. Kamar mandi luas dan lengkap. Lemari baju yang besar dan luas dengan ruang ganti. Terakhir balkon kamar yang masih sama dengan pemandangan luar mengarah taman. Bagian luar ada kolam ikan, taman bunga dan air mancur. Sebagai tambahan, ada kebun buah. Untuk kediaman lama akan ada yang merawatnya. Aku membawa serta Dena, Choco dan kawannya. Kalau Nolan, dia ikut pindah tentu saja.

Kini lebih dari satu minggu setelah kejadian itu dan aku dinyatakan sudah sembuh. Mengenakan gaun Kuning pucat polos lengan panjang dan panjang gaun dibawah lutut. Sepatu putih dan surai dibiarkan tergerai. Angin berhembus menerbangkan helai rambut dan gaun yang kukenakan. Saat ini, aku sedang duduk digazebo ditengah tengah taman bunga dengan secangkir teh dan camilan.

"Dena, apa hanya ini?" tanyaku masih sibuk membolak balik halaman surat kabar.

"Benar nona." jawab Dena berdiri dibelakang Irish. Tak jauh dari mereka, berdiri Nolan.

Aku meminta Dena membawakan surat kabar dimulai dari kejadian ulang tahun kerajaan hingga kini. Namun yang kucari tidak ada. Hanya menerangkan kemegahan pesta dan kegembiraan rakyat yang merasa puas. Sedangkan berita yang kucari tidak kutemukan seakan berita tersebut memang tidak pernah dibuat.

Yang Irish tidak ketahui, Shauni beberapa kali mengirikan surat mengajak bertemu. Namun, surat surat itu tidak pernah sampai padanya. Begitu Duke dan yang lain tahu, mereka segera membakarnya.

Mereka marah, posisi keluarga Shauni terancam bila tidak ada Putra Mahkota dibelakangnya. Selain itu, mereka menolak berbagai macam kunjungan. Terlebih dari para penjilat yang ingin membuat citra baik. Mereka mengirimkan berbagai macam obat obatan dan hadiah entah apa isinya. Merasa tidak berguna, jadilah ikut hangus terbakar.

Tap! Tap! Tap!

Mendengar langkah kaki mendekat, aku menolehkan kepala mencari sumber suara.

"Tuan Muda pertama?" ujarku terkejut. Apa yang dia lakukan disini?

"Tidak." Sebelumnya, aku ingin berdiri untuk memberi salam. Namun, Maxime melambaikan tangan tanda penolakan. Dalam benak Maxime, dia tidak ingin Irish terlalu hormat padanya seakan orang asing. Dia ingin Irish bersikap santai dengannya. Melihatnya akupun kembali duduk.

Maxime mengambil langkah dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Irish. Melonggarkan dasi yang terasa mencekik. Kakinya bertumpu diatas kaki lain.

"Dena siapakan cangkir teh yang baru."

"Baik nona." dengan sigap Dena melakukan perintah sang Nona. Menuangkan secangkir teh dan memberi hormat untuk pergi.

Canggung melingkupi begitu Dena pergi. Tak lupa dia menyeret Nolan bersamanya. Dia dengan peka memberi ruang pada dua saudara yang sedang melakukan pendekatan.

Part Of MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang