#12

95 57 0
                                    


***
       Berhubung sekarang Hari Kamis, kami semua memakai batik bebas.

       "Cakep-cakep yah. Apalagi pake baju kayak gitu, makin ganteng." mata Zuyi berbinar melihat Fagrel, Gaen dan temannya yang gak Gua ketahui namanya.

       "Dih, najis!" ketus Arma memandang Zuyi tak suka.

       "Gua emang cuma dengar suara mulut kalian, tapi engga dari hati kalian."

       "Maksud Lo?" Arma memicing matanya ke Zuyi.

       "Dalam hati, Lo akui mereka ganteng kan." tuduh Zuyi.

       "Sembarangan Lo, kita gak munafik. Ya gak Gey?"

       "Kok Lo bawa-bawa Gua." bahkan sedari tadi Gua udah muak liat mereka berdebat yang gak menguntungkan sama sekali.

       "Tuh, Lo dengarkan Arma. Gey dipihak Gua." Zuyi menepuk dadanya bangga.

       "Heh? Perkataan Lo gak berlaku bagi Gua, kapan Gua dipihak Lo? Gua mau ke pustaka."

       Gua mengambil langkah lebar agar segera menjauh dari mereka berdua, telinga Gua sakit dengar perdebatan yang gak jelas.

       Gua mencari buku yang disuruh Pak Aimi si guru Biologi, kenapa Gua? Karena Gua sekretaris di kelas. Gua dikasih kantong plastik besar sama penjaga sekolah biar gak kesusahan membawa setumpuk buku ini.

       Gua sudah memasukkan semua buku kedalamnya tapi setelah Gua coba mengangkatnya ternyata sangat berat. Jadi Gua mencari nomor kontak Bian Najja Zaema selaku ketua kelas untuk bantu Gua.

       "Serius amat." seseorang menghampiri Gua mengagetkan.

       "Tai Babi! Bau micin!" keluarlah sumpahan refleks Gua, jelas-jelas Gua lagi nunggu Bian ngangkat telpon, untung aja handphone Gua kagak jatuh.

       "Sorry, Gua emang bermaksud ngagetin Lo." kejujurunnya bikin emosi Gua makin meledak.

       "Heh setan! Lo kalau mau uji jantung orang gak disini, di rumah hantu lebih bagus, cocok sama muka Lo!" cela Gua teriak-teriak, seketika Gua lupa jika ini Perpustakaan Sekolah.

       "Lah, Ganteng gini, yang benar Gua disamain sama setan!" kepedeannya bikin Gua makin-makin muak, telinga Gua pengang setiap dia muji diri sendiri.

       "Ngaca deh Lo."

       "Mana mata Lo! Tatap muka Gua!" tangannya menarik dagu Gua.

       "Ngapain sih Lo, Gua mesti bilang berapa kali? Jangan asal megang-megang Gua." sungguh Gua benar-benar emosi kali ini, habis bikin kaget jantung, sekarang dia ngajak Gua ribut.

       "Garang amat Lo, niat Gua cuma minjam bola mata Lo buat ngaca. Yaudah gak jadi." dia membalikkan badan ingin pergi.

       "Kemana Lo?" sengajakah dia meninggalkan Gua dengan sekantong besar buku-buku ini.

       "Kantin."

       "Minta tolong dong." tunjuk Gua pada kresek biru di sebelah kaki.

       "Lo gak bisa minta tolong ke Bian atau wakilnya?"

       "Gua udah coba hubungi Bian tapi gak dijawab dan masa Gua minta tolong ke Ajeng, kan dia cewek." Ajeng Trianti Mahandar Putri adalah wakil ketua kelas kami, XI MIPA 4.

       "Besok-besok jangan mau disuruh Pak Aimi, masa cewek disuruh angkat beban, dikira Lo cewek kuli."

       "Heh Lo lupa! Baru senin kemaren Lo juga Gua tolongin di gudang angkat bambu, ya! Sekarang bantu Gua dulu, oke?." mohon Gua menyatukan kedua telapak tangan.

       "Bambu kan ringan dan Lo juga ngangkatnya dikit-dikit, gak setumpuk ini! Ckk, sini Gua bantu."

       "Hmm, makasih." Kami berdua keluar dari perpustakaan, dia berjalan duluan dan Gua malu berdiri di samping dia.

       "Bian monyet! Bian kerbau! Bian babi!" sepanjang koridor Fagrel mengabsen setiap nama hewan dengan diawali nama ketua kelas, bahkan dia tidak malu dilihat sinis oleh adik kelas.

       Baru meletakkan buku di meja guru, Fagrel menyumpahi Pak Aimi berkali-kali karena bel istirahat berdering tandanya telah berakhir.

       Dia menghampiri meja Bian dengan wajah emosi. "Gua minta ganti waktu istirahat Gua sama Geysa, Lo harus tanggung jawab karena Lo gak angkat telphone Geysa, Gua sama dia gak jadi makan." hanya itu yang Gua dengar, selanjutnya dia berbisik di telinga Bian.

       "Oke, Lo berdua Gua kasih waktu, setengah dari jam istirahat tadi." Gua kaget Bian memberi waktu buat bolos.

       Tapi Gua emang lapar sih, mending kali ini Gua gak komen apapun. Fagrel mengernyitkan keningnya tidak terima, sebelum dia emosi kembali maka Gua tarik lengannya keluar dari kelas dan berjalan cepat. Fagrel menahan satu tangannya di pintu kelas, menatap Bian.

       "Mana cukup waktu segitu!" teriaknya saat Gua tarik lagi ke luar dari pintu Kelas. Susah sekali mengurus anak itu.

-----
Masih ada yang salah ketik?

Terima kasih Imajinasi [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang