Gua mendengar suara-suara terutama Bian dan Gaen. Gua buka mata Gua perlahan meski rasanya sangat berat tapi perlahan bola mata Gua bisa melihat dengan jelas. Gua merasa telapak tangan Gua berat ternyata Kak Yuni yang tertidur. Gua lihat ada Arma dan Zuyi tertidur di sofa yang sama. Fagrel yang hanya memandang lurus dengan tatapan kosongnya tak terusik dengan pembicaraan Gaen dan Bian yang sibuk bermain game.
Gua memutuskan untuk memanggil Fagrel saja.
“Grel.” panggil Gua dengan suara kecil, sangat kecil. Fagrel hanya diam saja tidak bereaksi apapun, mungkin dia tidak ingin mendengarnya.
“Fa-grel!” ujar Gua bersuara lebih lantang hingga rasanya perut Gua sakit banget.
Fagrel masih diam melongo, Gaen dan Bian saling tatapan. Lalu menatap Gua dengan mata melotot.
“Gey?!” pekik Gaen melempar Handphonenya. Hingga menyadarkan lamunan Fagrel.
“Ini serius? Gua gak mimpi.” tanya Fagrel dengan air mata tergenang-genang.
“Geysa Lo udah sadar.” kaget Bian menghampiri Gua, disusul Fagrel berlari ke arah Gua diikuti oleh Gaen juga.
“Gey! Gua gak bisa lihat Lo koma berminggu-minggu.” ujar Gaen menangis merentangkan tangannya ingin memeluk Gua, tapi ditahan Bian.
“Kak Yuni, bangun Kak! Kak! Kak!” Fagrel mencoba memukul-mukul bahu Kak Yuni dan menggeserkan kepala Kak Yuni dari telapak tangan Gua.
“Hmm? Apa?” tanya Kak Yuni dengan suara seraknya tanpa membuka mata.
“Kak buka matanya Kak!” pinta Bian membuat Kak Yuni menegakkan kepalanya dan membuka matanya. Berkali-kali dia menggosok kedua matanya. “Alhamdulillah.” ujar Kak Yuni berurai air mata langsung memeluk Gua.
“Aw.” sakit rasanya saat badan Kak Yuni menghimpit badan Gua, sesegera mungkin dia menjauhkan badannya.
“Alhamdulillah Gey, akhirnya do'a Kakak terkabul.”
“Lo koma hampir satu bulan Gey.” beritahu Gaen.
Oh, sekarang Gua paham, ternyata Gua hanya bermimpi? Gua hanya berimajinasi di alam bawah sadar Gua? Lagian mana mungkin Gua satu sekolah lagi sama teman-teman SD dan SMP Gua. Bahkan di dalam mimpi itu juga ada Fagrel dan Zuyi yang bersatu padu menjadi teman kelas yang absurd, bersama teman-teman dan adik kelas Gua, unik sekali mimpi Gua.
“Kak, udah.” Gaen malah menenangkan tangis Kak Yuni, padahal air matanya sendiri juga tergenang-genang. Hingga isak tangis Kak Yuni membangunkan kedua sahabat Gua.
“Kak, Gey kenapa?” Gua langsung menutup mata saat mendengar suara Arma, karena mereka berdua pasti akan berlari ke arah Kak Yuni.
“Geysa kenapa?” tanya Zuyi yang sudah datang mendekat ke Gua, disusul suara Arma juga.
“Geysa, ud-udah.” suara Gaen dengan terisak berdrama, sudah pasti dia bakal berbohong.
“Ud-dah apa?” tanya Arma dengan suara lemas dan terdengar isak tangis yang pasti itu Zuyi.
“Udah tenang.” membuat Zuyi dan Arma menangis sekencang-kencangnya. Kak Yuni malah semakin menangis juga.
Gua membuka mata ternyata kedua sahabat Gua sedang berpelukan menangisi Gua yang mereka anggap sudah tidak bernyawa.
“Udah tenang karena udah sadar maksudnya.” lanjut Gaen.
Zuyi malah semakin menangis dan memeluk Arma. Arma sepertinya sadar dengan ucapan Gaen dan mengangkat kepalanya menatap Gaen. Gaen malah menunjuk Gua dengan dagunya, hingga Arma malah menatap ke arah Gua dengan ragu.
Arma langsung mendorong tubuh Zuyi dengan kasar hingga dia terpental jatuh ke belakang.
“Geysa!” teriak Arma dan ingin memeluk Gua tapi ditahan Bian lagi.
“Jangan peluk-peluk dulu, Geysa habis ketabrak mobil, pastinya sakitnya belum pulih total.”
“Hah?” Zuyi malah bingung. Dia langsung berdiri, menatap Gua.
“Geysa, alhamdulillah Gey, Lo udah sadar?” tanya Zuyi.
“Udah.” ujar Gua dengan suara masih lemah, setiap Gua berbicara perut Gua terasa sakit.
Zuyi dan Arma menatap Gaen yang ternyata sudah berdiri di depan pintu kamar inap Gua. Dia malah melayangkan tatapan menantangnya pada Zuyi dan Arma. “Lo sih, keenakan tidur.”
“Kalau mau nyelesain masalah mending di luar aja.” ujarnya lagi. Setelah Gaen mengatakan itu dia langsung kabur. Zuyi ikut mengejarnya ke luar dari pintu kamar inap Gua.
“Lo gak ikutan?” tanya Bian ke Arma.
“Ngapain, kurang kerjaan lari-larian keliling Rumah Sakit. Mending Gua ngeliatin sahabat Gua yang baru aja bangun dari komanya.”
“Eh BTW, gak ada yang manggil dokter nih?” tanya Bian lagi.
“Yang pasti bukan Gua, Gua masih perlu sayang-sayangan sama sahabat Gua.” ujar Arma dan mengambil telapak tangan Gua yang dipasang infus, dia usap-usap dengan lembut.
“Kita berdua?” tanya Fagrel.
“Okay, yaudah.” ujarnya menunjuk pintu keluar, mereka berdua langsung keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terima kasih Imajinasi [end]
Teen FictionApa ini plagiat karya kalian I don't think so!! Ingat ya ini cuma karangan fiksi, jika kesamaan tempat dan alur cerita, mohon maaf saya tidak maksud meniru (15+) Hai tems, yuk pahami sekilas sebelum baca Tiap partnya sedang-sedang saja, cerita gak...