Mama menggenggam erat telapak tangan Gua dan menahan siku Gua dengan telapak tangannya. "Semangat dong Omor, biar cepat ketemu papa nya."
"Ngilu Ma, sakit." jawab Gua berurai air mata menahan sakit.
"Yaiyalah sakit Sayang, kan bius kamu udah habis. Baca istighfar ya kalo sakit, mau sampe kapan kamu duduk terus, nanti gak ada perkembangan. Kamu gak mau kan kaki kamu nanti bakal kaku selamanya? Nah, makanya dong harus dipaksain ya, sayang." kata Mama meengusap rambut Gua, lalu menghirupnya dalam-dalam.
"Ma, pelan-pelan aja ya Ma."
"Iya, yang penting kamu bisa melangkah dulu oke?"
"Hmm, iya." Gua harus yakin, harus optimis, harus mau, harus maksain diri biar cepat bisa jalan dan pulang ke rumah Mama Papa.
"Aw, kan Ma." pekik Gua menderita berat sama sakit yang Gua tanggung ini.
Akhirnya Mama memegang pinggang Gua dengan hati-hati, Gua juga menggenggam telapak tangan Mama sangat kuat. Lama-lama bisa muncul ambeien Gua nahan sakit gini.
"Ma, bentar ya Ma." Gua udah gak kuat dan duduk lagi di kursi roda.
"Okeh kamu bisa istirahat dulu, nanti kita lanjut lagi. Gak apa selangkah-selangkah dulu, lama-lama pasti bakal lancar sendiri, yang penting harus ada usaha dulu."
"Iyaa Ma, paham."
Baru ingin balik ke kamar inap, dokter sok keren itu datang lagi. Spontan Gua tahan tangan Mama yang mendorong kursi roda.
"Ma bantu Omor berdiri!" Mama juga cepat-cepat, membantu Gua sampe dokter itu akhirnya berdiri di samping Gua berdiri.
"Saya juga ingin melihat kamu berjalan." perkataan dokter itu membuat Gua merinding. Gua harus sok kuat depan dia, karena rasa takut Gua buat dioperasi ulang. Kemaren kata dokter itu kalau masih belum bisa berjalan harus dioperasi ulang.
Akhirnya rasa takut Gua, membuat Gua lebih lancar berjalan dibanding berdua aja bersama Mama. Lama-lama capek juga, hingga perut Gua mual-mual.
"Hooek, hooek, ouek, uek. Pusing Dok." keluh Gua menatap dokter itu, berharap dia kasian.
Alhamdulillah nya dia malah bawain kursi roda buat Gua. Karena letaknya disamping dia, sedangkan Mama kan lagi megangin Gua kalau dilepas bisa ambruk Gua.
"Saya rasa perkembangan kamu sudah bagus, jika terus seperti ini kamu bisa segera pulang."
"Berapa hari lagi anak saya bisa dibawa pulang ke rumah Dok?"
"Sebenarnya besok sudah bisa, kalau semua keadaan tubuh kamu lebih membaik besok sore sudah bisa pulang. Pagi besok saya akan menemui kamu kembali, setelah itu kamu bisa mengurus persiapan untuk pulang."
"Akhirnya." tanpa sadar Gua berucap demikian.
"Apa?"
"Eh, alhamdulillah Dok, alhamdulillah akhirnya saya sembuh juga. Akhirnya saya bisa sehat lagi seperti sebelumnya Dok."
"Ya memang, kalau begitu saya tinggal ya Buk." pamitnya pada Mama.
"Iya terima kasih banyak Dok."
"Sama-sama." setelah itu dia pergi, kemudian ada perawat wanita berkacamata dengan rambutnya disanggul memakai jedai.
"Segera anaknya dibawa ke tempat tidur ya Buk, kita cek kondisi kamu lagi ya." ujar perawat ramah itu memerintah pada Mama.
Perawat itu membantu Mama menidurkan Gua di brankar, beruntung sekali orang yang menjadi anak dari perawat itu, pasti dia diperlakukan sangat lembut penuh kasih sayang.
"Sebentar lagi Dokter yang cek kesehatan kamu secara keseluruhan akan datang, dia akan memutuskan kamu akan pulang kapan."
"Alhamdulillah." ucap Mama bersyukur terus menerus.
"Besok-besok kalau mau nyebrang lihat kanan kiri dulu, ya kan Mama?" tanya perawat itu, membuat Mama berekspresi terdiam dan tersenyum sedetik setelah itu situasi malah canggung.
"Iya Sus, kemaren itu kurang fokus aja. Udah takdir juga kali ya Sus." jawab Gua sambil tersenyum grogi, Mama malah mengalihkan pandangan pada TV drama indonesia yang sedang tayang.
Tak lama muncul dokter perempuan yang memakai hijab dengan kaca mata merah muda. Beliau tersenyum sangat cerah.
"Udah sembuh kamu?" tanyanya tersenyum menatap Gua.
"Gimana ya Dok?"
"Loh, kok balik nanya? Memang sekarang rasanya bagaimana? Atau kamu malah ngerasa makin parah, kalau begitu kita operasi ulang aja." candaan Dokter manis itu membuat Gua cukup kaget.
"Saya sih ngerasa udah baik Dok, tapi lebih jelasnya tentu Dokter yang tahu." Dokter itu mulai memeriksa Gua mulai dari ujung kaki sampai kepala.
"Benar kata Dokter Yasa, besok kamu sudah boleh pulang." kata Dokter perempuan itu.
"Iya lah Dok, udah seminggu dari saya sadar Dok, masa belun dipulangin juga. Saya kan juga rindu sekolah Dok."
"Makanya kamu harus lancar jalannya. Sementara waktu kamu bisa pakai alat bantu jalan tongkat dulu."
"Tadi kata Dokter kan, Dokter Yasa, siapa Dok?"
"Dokter yang operasi kamu, yang ganteng itu."
"Saya dioperasi sama Dokter cowok, Dok?"
"Kamu ini." ujarnya lalu pergi begitu saja meninggalkan Gua masih dalam kondisi syok berat.
"Udah, jangan kaget gitu. Kita ganti infusnya dulu ya." ujar perawat yang masih setia bersama Gua. Ternyata Mama malah menertawai Gua, syukur deh, seenggaknya Mama bisa ketawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terima kasih Imajinasi [end]
Teen FictionApa ini plagiat karya kalian I don't think so!! Ingat ya ini cuma karangan fiksi, jika kesamaan tempat dan alur cerita, mohon maaf saya tidak maksud meniru (15+) Hai tems, yuk pahami sekilas sebelum baca Tiap partnya sedang-sedang saja, cerita gak...