"Rumah Lo kan?" tanya Kak Ari menghentikan mobil di depan pagar rumah yang cukup elegan.
"Iya? Klakson aja Kak nyampe pagarnya ke buka." sesimpel itu urusan emang sama Zuyi, tanpa dia mau turun dari mobil.
"Tetangga Lo kalo nyiram mobil Gua sama kotoran got, Lo yang servisin."
"Hehehe iya-iya, Gua telephone my brother dulu. Gua turun tapi kalian berdua jangan kabur ya sampe pagar tu rumah kebuka, Gua kan takut." dia menatap pagar rumahnya takut-takut, emang boleh setakut itu natap rumah sendiri.
"Iya-iya kita tungguin." jawab Gua mendorong bahunya ke samping.
"Awas Lo Kak, tiba-tiba tancap gas." Zuyi mulai membuka pintu, tapi menurunkan kaca mobil terlebih dulu.
"Mesin mobil Gua mati, nyendat entar yang ada. Udah sana keluar."
Selesai menutup panggilan dari handphonenya, Zuyi membuka pintu mobil lagi. "Kok masuk?" tanya Kak Ari menatapnya dari spion dalam mobil.
"Sabar, Grel baru bangun. Brother Gua lagi ada urusan, dia nitip kunci rumah ke Grel."
"Heh? Terus gimana Lo mau masuk?" heran Gua.
"Noh rumah Grel. Kita semua tunggu Grel keluar dari tuh pagar rumah, terus nyamperin kita ke sini." tunjuknya pada rumah bercat putih tepat disamping rumahnya, yang terlihat dari celah-celah pagar yang tinggi.
"Dek! Besok-besok, Gua gak mau lagi antar teman Lo yang ini balik." tunjuknya dari spion petak kecil di dekat kepalanya.
"Dek, dek, Kak Ari cukup deh manggil Gey kayak gitu! Kak Yuni aja yang Kakak sepupu Gey yang versi benaran, gak manggil gitu. Gey tuh anak sulung gak punya Kakak gak punya Adek."
"Anak tunggal tolol." sanggah Zuyi.
"Akhirnya yang ditunggu keluar." tunjuk Kak Ari pada cowok dengan pakaian kaos lengan pendek putih dan celana putih panjang semata kaki, cukup unik dengan sendal tali biasa yang dia pakai.
"Makasih Kak, udah anterin tuh anak, thanks juga ya." kata Fagrel menatap Gua, Gua cuma angguk-angguk aja.
"Hmm, sans aja." jawab Kak Ari.
"Ayo! Ke rumah Gua, Brother Lo gak tau kapan baliknya." Zuyi kembali menatap Fagrel tanpa mau turun dari mobil Kak Ari.
"Ke rumah Lo? Rumah Gua aja."
"Gua bilang, ke rumah Gua!" cegat Fagrel lagi.
"What? Di rumah Gua bisa pake kamar sebelah kamar Gua, kalo di rumah Lo Gua tidur di kamar atas sendiri dong. Ogah! Disamperin hantu gimana." nyinyir Zuyi ke Fagrel.
"Mau di rumah Grel, mau di rumah Lo, mau di kamar siapapun. Sekarang Lo, keluar! Gua sama Gey juga mau pulang, makin larut Kita balik, rute dari sini ke rumah Kita juga gak segan-segan, Lo gak kasian sama Gey apa? Lo tarik sana sepupu Lo dari mobil Gua!" titahnya ke Fagrel.
"Galak amat, iya ini Gua keluar, BTW makasih." Zuyi akhirnya beranjak ke luar.
Setiba di rumah, Gua ngelihat mobil yang jelas Gua hapal banget sama plat dan mobilnya apalagi, tante Gua alias Bunda dari Kak Yuni, Gua manggilnya Bunda Nami.
"Senyum Lo?" tanya Kak Ari bingung setelah menghentikan mobil di halaman rumah Gua.
"Tadi manggil-manggil Adek, gak liat apa mobil sebelah?" tunjuk Gua dengan gerakan mata.
"Mobil siapa? Udah malam nih!"
"Bunda Nami, bundanya Kak Yuni." tegur Gua.
"Ooh."
"Masuk yuk, kenalan, sekalian nungguin Kak Yuni." ajak Gua sangat antusias ke Kak Ari.
"Boleh tuh, pasti tante Lo bawa oleh-oleh." dia yang duluan turun dari mobil.
"Bunda Nami." pekik Gua kegirangan, Gua ingin maju memeluknya. Tapi langkah Gua terhenti melihat wanita dewasa yang awet muda, bahkan Gua sangat kenal dengan dia, sayangnya Gua amat membenci dia. Setiap ngelihat mukanya, air mata Gua langsung tergenang-genang.
"Omorfia." balas Bunda Namira tersenyum, Kak Ari menyikut Gua cukup keras, Gua menghapus genangan air mata Gua, berjalan cepat menaiki tangga ingin ke kamar.
"Omor! Berhenti!" panggil Bunda Namira marah, dia melangkah mengikuti Gua.
"Stop Nak." ulangnya lagi dengan suara lebih tenang memohon memegang tangan Gua.
"Nak? Bunda masih anggap Omorfia anak?" bentak Gua, bahkan air mata Gua mulai keluar tanpa aba-aba.
"Omorfia, dengarin Bunda!"
"Dengarin apa Bund? Apa?" please, Gua benar-benar gak bisa nahan air mata, hingga dia harus tetap jatuh, bahkan tangan Bunda Namira juga membantu ngelap pipi Gua udah banjir.
"Mama kamu."
"Mama apa? Mama siapa? Engga! Lepasin tangan Omor! Lepas!" Gua udah berusaha sekuat tenaga dengan emosi melepaskan pergelangan tangan Gua, tapi Bunda Namira malah memeluk Gua erat-erat. Akhirnya Gua ngerasa badan Gua lemas ingin jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terima kasih Imajinasi [end]
Teen FictionApa ini plagiat karya kalian I don't think so!! Ingat ya ini cuma karangan fiksi, jika kesamaan tempat dan alur cerita, mohon maaf saya tidak maksud meniru (15+) Hai tems, yuk pahami sekilas sebelum baca Tiap partnya sedang-sedang saja, cerita gak...