##8

39 29 0
                                    

       Kami semua, berusaha untuk tidur, di ruang tamu itu dengan posisi saling senderan. Para lelaki menjaga jarak dari kami, meski satu ruangan. Sebenarnya laki-laki ingin tidur di kursi-kursi kayu di luar saja, tapi kami yang perempuan merasa takut sehingga mereka memutuskan untuk menjaga jarak saja.

       Namun tak ada yang tidur, semua grasak-grusuk mencari posisi duduk ternyaman. Semua merasa lelah letih dan hiba, karena terkadang ada suara tangis neneknya Zakka. Tak lama setelah itu Zakka keluar dari kamar tadi.

       "Maaf Kakak-kakak tadi saya bukan bermaksud mengusir, tapi nenek saya akan semakin tidak tenang jika ada banyak orang di sekelilingnya."

       "Gapapa Zakka, kamu mau tidur?" tanya Kemal.

       "Kamu ada kamar?" tanya Zuyi melihat sekeliling, hanya ada satu kamar disini, yaitu kamar neneknya Zakka.

       "Engga Kak, kamar disini hanya satu. Tidak masalah, saya sudah terbiasa tidur disini." dia mulai duduk dan selonjoran lalu menyandar ke dinding lalu menutup matanya.

       Shuji ikut mendengkur tertidur dengan Zakka, kami menjadi tertawa.

       "Andai aja Gua bawa handphone, udah Gua rekam kejadian ini buat jadi memori."

       "Memori? Yang ada jadi bahan olok-olokan buat Lo." ujar Kemal pada Funny.

       Hari sudah mulai cerah, hujan juga sudah berhenti. Funny membangunkan Shuji yang enak tertidur. Lilo dan Fagrel membangunkan Kemal meski mereka berdua sebenarnya gak tega untuk membangunkan Kemal, terlihat dari cara mereka membangunkan Kemal seperti seorang Ibu membangunkan anaknya. Berbeda dengan Funny yang secara kasar menggoyang-goyangkan tubuh besarnya Shuji sambil mencubit-cubit pipinya dan mencapit hidungnya karena Shuji susah dibangunkan.

       Meski hari sudah Pagi, kami semua tak langsung pergi. Sebagai ungkapan terima kasih Gua dan teman-teman Gua yang cewek membantu Zakka memasak dengan tungku api.

       "Ini caranya gimana?" tanya Shuji yang menenteng periuk nasi.

       "Ya Lo tinggal taruh di atas tungku itu. Terus nanti kalau udah mau mendidih gitu Lo aduk bentar, terus diemin aja lagi sampai nasinya siap untuk dimakan." jelas Funny menerangkan pada Shuji.

       "Sini, biar Gua hidupin apinya. Ada ranting-ranting gitu gak Zakka?" tanya Halilintar.

       "Ada Kak, sebentar saya ambil dulu."

       "Dek, yang banyak ya! Biar apinya gede." teriak Shuji dan diacungi jempol sama Zakka.

       "Bego, Lo mau bakar dapurnya apa masak? Masak nasi tu ingat jangan pake api yang besar-besar amat. Kalau gak matang merata awas aja Lo." tunjuk Funny pada Shuji.

       "Gua jadi pengen hidup sederhana juga, keluarga yang damai. Kayak Zakka sama Nenek Kakeknya." ujar Lilo tiba-tiba.

       "Lo mau jadi orang hutan juga?" tanya Shuji.

       "Bukan jadi orang hutan, tapi tinggal di hutan maksud dia." jawab Kemal

       "Bukan gitu, gak mesti tinggal di hutan kan juga bisa hidup sederhana. Semoga aja hidup Gua gak banyak dikasih cobaan. Gua gak bakal sehebat Zakka yang perilakunya segitu mulianya, orang tuanya Zakka benar-benar anak dan menantu yang durhaka sama orang tua. Tega banget!" ujar Lilo lagi.

       "Lebai!" Kemal mendorong Lilo hingga mengenai Zakka yang membawa ranting pohon dan semuanya jadi berserakan ulah mereka berdua.

       "Maaf Zakka, maaf, maaf." ujar keduanya dan membantu Zakka membereskan ranting-ranting itu.

       "Iya Kak, santai." ujar Zakka.

       "Kalau Gua jadi Zakka udah Gua gantung leher Lo berdua di dahan pohon. Bawa sini kayunya!" Halilintar yang malah memarahi keduanya.

       Selesai memasak untuk Zakka serta nenek dan kakeknya yang belum pulang, kami semua mulai berpamitan pada Zakka dan neneknya. Kami tidak ikut makan meski sangat lapar, karena tak tega melihat kebutuhan pokoknya yang tak terpenuhi dan seadanya saja.

       Ketika kami berjalan, jantung Gua berdebar-debar tak karuan. Rasanya dada Gua seperti tertarik ulur.

       "Kok Gua ngerasa auranya agak lain ya." ujar Lilo, tapi semua hanya diam dengan perasaan masing-masing terutama Gua.

       Ketika ingin menyebrangi sungai, air sangat keruh dan batu-batu disini malah banyak hilang, mungkin karena dibawa arus sungai yang deras saat badai kemarin.

       "Semua hati-hati ya." ujar Shuji, padahal dia sendiri entah bisa entah ndak menyebrang sungai ini.

       Ketika jalanan menanjak naik dari sungai ke atas sana. Kami melihat ada asap sepintas lewat. Kami pikir mungkin itu faktor awan-awan di hutan ini karena kemaren malam hujan. Tapi saat sudah berhasil berada diatas, asap-asap itu berubah menjadi segumpal awan hitam dan perlahan bergeser pada kami. Gua memegang erat tangan Zuyi, karena dia berada di samping Gua.

       Tidak ada yang bersuara satupun, bagaimana ingin mengeluarkan suara leher saja terasa dicekat karena semua merasa takut. Fagrel malah memegang bahu Gua dan menarik Gua untuk jatuh ke semak-semak tepian sungai. Gua merasa sangat pusing dan gelap.

Terima kasih Imajinasi [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang