###6

30 20 2
                                    

        Kira-kira apa yang disembunyikan Zuyi dari balik badannya, kami semua menatap kearah Zuyi dengan curiga. Karena dia sangat hobi mengganggu jika dirinya merasa terabaikan. Ternyata pikiran Gua salah, Zuyi malah menunjukkan secarik kertas dan beberapa lidi tusuk sate yang entah darimana dia dapatkan, apa dia memungutnya dari tong sampah diluar? Entahlah.

       "Lo mau ngapain? Buat apa?"

       "Gua punya ide, gimana kalau kita main-main ke alam gaib? Kita bisa tulis dikertas ini rapalan mantra, bisa kita search di internet. Emang kalian gak penasaran? Kita bisa bakar ujung lidi ini, penarik mereka dan pertanda jika kita ingin memasuki alamnya mereka. Gua yakin mereka gak bakal nolak kalau tamunya kita, kita kan best seller semua."

       "Waras Lo? Jangan sembarangan! Ini Rumah Sakit." Gaen mengambil benda-benda di tangan Zuyi dan membuangnya ke lantai.

       "Zuyi! Sini Gua pesanin ojek online buat Lo pulang." Fagrel mengambil handphone di tasnya.

       "Jangan ojek online! Harusnya Lo ke RSJ ngantri ngambil obat buat dia." cegat Arma.

       "Lo kenapa? Gua baru sembuh Lo udah aneh-aneh aja." tegur Gua pada Zuyi yang tengah diam menatap lidi di tangannya, membuat Gua teringat pada mimpi imajinasi Gua selama koma, sekepulan asap hitam yang berhasil membuat Gua kembali ke dunia nyata ini.

       "Ciee-ciieee! Panik ya panik! Panik semua muka kalian." Zuyi tertawa terpingkal-pingkal membuat kami semua merasa takut. Gua jadi merinding melihat Zuyi yang mungkin saja dia kerasukan arwah, toh ini Rumah Sakit.

       "Ell-ell-lo?" Gaen tergagap-gagap menunjuk wajah Zuyi, lidahnya terlihat sulit digerakkan.

       "Lo? Lo dari mana? Lo Zuyi?" tanya Arma sambil mendempetkan dirinya ke samping tubuh Gaen.

       "Yaelah! Hahaha, Iya! Sorry, Gua becanda, Gua gabut gak ada yang merhatiin kayak Geysa sama Arma. Ini juga lidi Gua habis makan sate di luar tadi. Kebetulan Gua nemu HVS kosong di luar. Ternyata sesuai ekspektasi Gua, Lo pada takut kan?!" setelah itu Zuyi melanjutkan tawa jahatnya, sial banget si Zuyi.

       "Zuyi!" suara Gaen berubah serius, menatap lurus dengan mata kosong.

       "Apa?"

       "It-it-itu." tunjuk Gaen ke sisi samping Zuyi yang kosong.

       "Lo, minggir Zuyi!" tegas Arma ketakutan dan memeluk Gaen erat-erat menyembunyikan wajahnya.
      
       "Ih serius? Lo berdua gak becanda kan?" mata Zuyi mulai berkaca-kaca. Gua menatap Fagrel dan langsung ditatap balik. Gua nengernyitkan kening dan lansung dibalas gelengan Fagrel. Oke Gua paham!

       "Gua-Eg-Gu-Gua."

       "Gua apa!" sentak Zuyi dengan tangis yang sudah pecah.

       "Gu-Gua, juga becanda." ujar Gaen dengan tawanya sambil bertos ria dengan Arma. Zuyi berbalik badan, membuka pintu kamar inap Gua dan membanting dengan cukup keras. Untung aja gak ada dokter jaga atau perawat di luar, karena lagi isoma.

       "Sana!" titah Gua ke Fagrel karena sekarang sepupunya itu pasti sudah menangis-nangis di luar.

       "Kenapa Gua?" ujar Fagrel sembari melayangkan tatapan tajamnya ke Gaen. Menatap dalam pada Gaen penuh amarah, terlihat dari rahangnya yang mengetat.

       "Lah, dia yang mulai duluan!" Gaen malah menuduh Zuyi balik, tapi emang gak ada yang benar sih, karena semuanya pada salah.

       "Ikut Gua!" Arma menarik lengan Gaen tiba-tiba sampai cowok itu hampir terjatuh ke lantai karena kehilangan keseimbangan tubuh.

        "Kemana?"

       "Minta maaf, tolol!" Arma berhasil menggeret Gaen ke luar dari pintu.

       Sekarang kamar Gua jadi sepi karena hanya ada Fagrel disini. TV juga mati, Gua jadi gak nyaman jika hanya berdua dengan dia. Sialnya lagi dia malah sibuk mandangin wajah Gua. "Segitu indahnya kah Gua? Nyampe Lo pelototin Gua mulu!" Gua menatap matanya balik, harus berani lah.

       "Woi! Jawab Gua!" tegas Gua sekali lagi mengibaskan tangan didepan wajah dia.

       "Apa?" tanyanya seperti orang hilang ingatan menatap Gua dengan polosnya.

       "Dasar budeg!" hingga akhirnya dia mengalihkan bola matanya ke arah pintu yang masih terbuka sebentar, lalu kembali menatap Gua dengan tatapan lebih santai, tidak seperti tadi.

       "Iya-iya, Gua bukan pelototin Lo! Ya kali Gua natap cewek yang udah lama Gua tunggu-tunggu sadar dari komanya itu pake mata melotot?"

       "Ckk, apaan sih! Maksud Gua, ngapain Lo natap Gua gitu banget?"

       "Ya jawabannya yang tadi." jawabnya selesai Gua berbicara.

       "Lo gak ngerasa? Maksud Gua! Lo jangan natap Gua gitu! Lo gak ngerti sindiran?"

       "Ooh, jadi ceritanya Gua dilarang natap ke Lo, gitu?"

       "Gak juga."

       "Terus?" selanya memotong.

       "Lo diam dulu! Gua mau ngomong! Maksudnya Gua, Lo kalau mandang Gua jangan diam-diam gitu. Kalau ada yang pengen Lo omongin baru lihat ke Gua."

       "Jadi, Lo salting Gua tatap begitu?" tanyanya dengan bola mata lurus masuk ke dalam bola mata Gua.

       "Ih! Lo!" Gua timpuk aja muka dia pakai bantal yang disediakan pihak rumah sakit, habis ngeselin banget.

       "Parah Lo! Debunya masuk bola mata nih." Dia malah mendekatkan wajahnya ke wajah Gua, spontan Gua mundurin kepala. "Tiupin!" titahnya.

       "Ogah, siapa suruh Lo ngulang lagi?"

       "Sumpah Gey! Perih ini!" rengeknya kembali memajukan wajahnya.

       Secara terpaksa Gua pegang wajahnya, dan membuka kelopak matanya hati-hati serta meniup-niup bola matanya untuk mengurangi rasa perih.

      
      
      

Terima kasih Imajinasi [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang