##1 ...

51 33 1
                                    


Gua merasa mual dan pusing, setengah kaget ternyata Gua lagi duduk di dalam pesawat. Gua mengambil cermin, pantas saja kepala Gua berdenyut-denyut, ternyata dahi Gua di perban.

"Kamu sudah bangun?"

"Kita mau kemana Kak?" Gua penasaran kenapa Kak Yuni dan Gua malah di pesawat dan hanya berdua.

"Kamu jangan banyak bicara dulu, istirahat yang banyak, setengah jam lagi Kita sampai."

Setiba di Bandar Udara, Gua dan Kak Yuni menaiki Kereta Api dan tiketnya sudah di pesan online Kak Yuni. Kereta Api khusus untuk penumpang pesawat yang menghubungkan Bandara dengan daerah tempat tinggal Kami yang baru.

Kami berdua memasuki rumah yang sepertinya sudah lama tidak dihuni, terlihat jelas dari halamannya yang penuh dedaunan kering dan ranting-ranting pohon yang jatuh.

"Rumah ini, sekarang atap yang akan memberi kenyamanan untuk Kita Gey."

"Iya Kak, mending Kita mulai bersih-bersih dulu gak sih Kak?" usul Gua melihat-lihat sekitar.

"Hm, rumahnya keliatan banget ya, udah lama gak terawat." Kak Yuni ikut mengedarkan pandangannya.

Kami meletakkan koper-koper di ruang tamu, ruang tamunya lebih sempit dari rumah yang dulu.

Sederhana, begitulah kira-kira penilaian untuk rumah ini, tidak bertingkat dan kamarnya cuma dua. Lelah membersihkan setiap ruangan bahkan Kami sudah sampai ke dapur.

"Halamannya biar nanti Kita panggil tukang besih halaman aja kali ya Gey."

"Haduh, benar Kak, Gey capek!" Gua mendudukan diri di sofa dan menyalakan TV.

"Oh ya Gey, besok Kamu mau langsung sekolah?"

"Loh, Kak Yuni udah daftarin Gey?"

"Iyalah ini udah Kakak rencanain jauh hari, kalau mau Kamu sudah boleh masuk besok."

Pagi hari selesai mandi, Gua menjadi berpikir untuk mengenakan seragam putih abu-abu yang sudah disetrika Kak Yuni, tangan Gua berhenti setelah mengambil baju putih berlambangkan sekolah baru kali ini. Kak Yuni mengagetkan Gua karena tangannya yang tiba-tiba memegang pundak Gua.

"Astaga Gey! Kenapa Kamu? Kakak buka pintu kamar aja Kamu gak tahu."

"Rasanya kok ragu ya Kak? Sekolah baru, berbaur dengan orang-orang baru, bagaimana cara agar beradaptasi dengan lingkungan yang gak pernah kita kenal, membuat orang-orang nyaman berteman dengan Gey."

"Kamu jangan merobah diri karena lingkungan, tapi Kamu harus berteman dan membuka diri dengan lingkungan yang baru Kamu kenal nanti. Kamu hanya perlu menyesuaikan diri, dengan gaya hidup teman-teman Kamu nanti dan jangan pernah berpikir hal buruk sebelum Kamu mencobanya."

"Makasih Kak, Gey akan berusaha terbuka dengan mereka dan menyesuaikan diri senyamannya dengan mereka."

Sekolah bercat abu-abu, sesuai dengan warna rok yang lagi Gua kenakan. "Gua harus mencoba, ini resiko karena Gua memilih melarikan diri."

Gua berjalan lurus memasuki kelas yang ditunjukkan oleh wakil kepala sekolah tadi. "Permisi, Saya izin masuk Buk!" ada dua Guru yang duduk di depan kelas.

"Oh, masuk Nak, Anak baru kan? Saya walas Kamu. Buk Wel, Kamu bisa memanggil Ibu begitu." sepertinya Buk Wel memang sedang menunggu-nunggu kehadiran Gua, Gua langsung masuk dan melempar senyum pada seisi kelas dan berjalan menghampiri ke dua Ibu Guru tersebut.

"Geysa Buk." ujar Gua memperkenalkan diri dan bersalaman.

"Oh, silahkan perkenalkan diri Kamu di depan kelas. Buk Aiza Saya tinggal dulu, Saya juga lagi ada jadwal kelas pagi ini. Ibu tinggal ya Ananda." Buk Wel pamit keluar kelas.

"Iya Buk, silahkan, terima kasih. Mari Sayang, perkenalkan diri ke teman-teman Kamu." Buk Aiza mempersilahkan Gua berdiri di depan kelas.

"Maaf sebelumnya Saya meminta waktu dan perhatian teman-teman."

"Jangankan waktu Cantik, minta nomor HP boleh banget." sahut salah satu siswa cowok yang duduk paling belakang.

"Ampun dah Gua sama Lo, gak usah didengarin ya Cantik, Owa emang begitu." ujar cewek dengan badan berisi sambil meremas wajah si cowok tadi, teman sebangkunya.

"Sekata-kata Lo, Elo yang Owa kali. Eh lupa, Owa mana mau disamain sama Lo."

"Lo yang Owa!"

"Lo yang Owa!"

"Heh, yang ujung bisa diam gak!" teriak seorang cewek yang duduk paling depan dan berhadapan langsung dengan Buk Aiza.

"Apaan sih? Yang depan gak diajak." sahut si cewek gendut.

"Oh gitu ya Lo, parah sih, parah sih. Buk, yang belakang merahin aja nilainya Buk."

"Sudah Funny! Yang di belakang Shuji dan Lilo sudah bisa diam. Atau mungkin kalian saja yang memperkenalkan teman baru kalian di depan." Buk Aiza menegur Funny dan kedua orang di belakang.

"Gak Buk!" sorak mereka bertiga.

"Lanjutkan Nak."

"Kayaknya Gua gak perlu formal-formal ya, nama Gua Geysa Omorfia Cynthia Amanda."

"Gak bisa disingkat gitu? Nama Lo kepanjangan soalnya." komentar cewek cantik yang duduk sebelah Funny.

"Apa sih Zuyi, syirik aja Lo." balas Shuji.

"Geysa Omorfia Cynthia Amanda, Kita panggil dia Gecia, setuju?" kata si cowok yang duduk sendirian.

"Setuju!" sorak semua anak kelas. Gua kaget, semprul banget isi Kelas ini.

"Kemal!" pekik Buk Aiza.

"Apa Buk?" tanya si cowok tadi.

"Nama anak baru sepanjang jalan raya Kamu hafal, kenapa nama-nama ilmuan fisika satupun Kamu tidak hafal."

"Mukanya tua-tua Buk, makanya gampang lupa. Coba aja mukanya secantik Gecia, seumur hidup juga bakal ingat Buk."

"Kan gak mungkin juga foto-foto remajanya di tempel di buku itu."

"Nah makanya Buk, harusnya foto-foto ilmuan disini ditukar sama foto masa mudanya Buk, pasti bakal menarik perhatian belajar Kami, ya gak teman-teman."

"Betul!" seisi kelas heboh menyetujui perkataan Kemal, bahkan Lilo berdiri menggebrak-gebrak meja dengan sangat semangat.

Terima kasih Imajinasi [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang