###2

48 29 4
                                    

       Gua membuka mata saat mendengar suara pintu terbuka, ternyata yang datang adalah Kak Yuni. Dia membuka tirai jendela. "Biar ada cahaya yang masuk Gey." kata Kak Yuni sambil melihat area luar.

       "Kak." panggil Gua langsung ditatap balik Kak Yuni.

       "Apa?" Kak Yuni berjalan mendekat dan mengambil buah dan pisau.

       "Duduk sini Kak." titah Gua karena Kak Yuni tidak ingin mendekat ke Gua.

       Setelah Kak Yuni duduk di samping Gua. Gua memegang tangannya.

       "Kak makasih ya, udah jagain Gey selalu."

       "Husst, itu tugas Kakak!" ujarnya menaruh telunjuknya di bibir Gua.

       "Kak."

       "Apa?"

       "Gey, suruh Kak Ari jemput Mama." Kak Yuni terkejut dan langsung menatap Gua serius.

       "Kak, Gey salah, salah udah benci sama Mama. Gey sadar Kak, ini bukan salah Mama sepenuhnya. Gey gak bakal sanggup jadi Mama yang selalu tabah dan berusaha sendirian. Mungkin jika Gey yang jadi Mama, Gey bakal bunuh diri Kak. Kesalahan Mama dimasa dulu juga bukan sepenuhnya salah Mama, tapi sekarang Mama sudah bertaubat kan Kak?" tanya Gua masih ragu.

       "Maaf Gey, maaf. Kakak selalu usir Mama Neo dan Bunda Nami saat mau jenguk kamu."

       "Iya Kak, gakpapa, tapi sekarang Gey udah ikhlas sama masa lalu."

       "Gey, Mama Neo sangat peduli sama kamu, Kakak tau kalau Ari selalu bawa Mama Neo kesini sembunyi-sembunyi. Kakak dengar langsung dari omongan salah satu perawat, dia teman Kakak disini. Kakak ngebiarin Mama kamu berinteraksi dengan kamu selama koma. Tapi Kakak juga takut kalau-kalau kamu sadar dan bertemu dengan Mama kamu, jadi Kakak gak kasih waktu lama-lama. Kakak selalu telephone Ari kalau Kakak mau datang ke rumah sakit, agar dia segera membawa Mama kamu pergi.

       Maaf ya Gey, harusnya Kakak cerita soal ini dari awal kamu sadar dari koma. Tapi Kakak takut kalau nanti kondisi kamu memburuk. Maaf Gey, Kakak sudah langsung berpikir negatif tanpa menceritakan ini ke kamu. Syukurlah Gey, kalau kamu memang sudah menerima." pintu terbuka sehingga Kak Yuni tidak melanjutkan pembicaraannya, karena yang muncul adalah Mama Neo dan Kak Ari.

       Mama menangis terisak-isak menutup mulutnya sambil menatap Gua, tanpa beranjak dari depan pintu. Kak Ari mengelus-elus punggu Mama, dia ikut menangis terharu.

       "Tante, katanya kesini mau meluk anak kesayangan tante satu-satunya, ayo tante!" ajak Kak Ari membawa Mama mendekat ke ranjang Gua.

       "Peluk Omorfia, Ma!" pinta Gua sambil menangis merentangkan tangan. Mama langsung berhamburan memeluk tubuh Gua, memeluk erat. Sungguh rindu sekali dengan wangi Mama yang sudah lama tak pernah tercium hidung Gua. Eratnya pelukan Mama membuat tubuh Gua merasa sangat nyaman, ciuman dari Mama yang bertubi-tubi membuat semua tubuh Gua menghangat damai dan memberi hadirnya semangat.

       Saat Mama mengelus kepala dan mengelap keringat-keringat di wajah Gua, ternyata sekarang Gua sadar betapa rindunya Gua dengan kasih sayang dan rasa manja terhadap Mama.

       "Mama, miss you. Omor rindu semua perlakuan manja dari Mama."

       "Maaf, Mama gak pernah ada selama ini untuk Omor."

       "Engga Ma! Omor selalu ngerasa jika masalah-masalah yang  Omor hadapi selalu ada solusinya, pasti semua itu berkat doa Mama yang Mama kirim untuk Omorfia kan Ma?"

       Mama semakin menjadi menangis karena perkataan Gua. Kak Ari dan Kak Yuni sudah pergi dari tadi. Hanya ada Gua dan Mama disini, kami sama-sama menangis dan tak melepaskan pelukan karena saking rindunya antara anak dan Mama.

       "Mama gak pernah tenang, selama Mama di sel tahanan, Mama selalu berdoa agar Mama secepatnya bertemu anak Mama dan suami Mama. Alhamdulillahnya Penguasa Hukum pihak Mama mencari bukti baru dan Mama berhasil keluar dari penjara."

       "Maaf ya Ma, Omor sempat gak percaya sama Mama."

       "Tapi sekarang, Omor udah percaya kan?"

       "Sudah, Omor janji akan selalu percaya sama Mama kedepannya. Kita hidup bareng-bareng lagi ya Ma?"

       "Omor mau satu atap sama Mama sama Papa lagi? Omor gak malukan punya Papa yang sedang Stroke?"

       "Omor gak pernah malu punya orang tua seperti Papa dan Mama, Omor mau kita mengurus Papa bareng-bareng. Omor janji Ma, Omor akan segera bisa berjalan sendiri."

       "Mama akan selalu mensupport kamu, Mama akan selalu ada di samping kamu. Mama akan ajari kamu berjalan lagi, seperti waktu kecil. Mungkin kamu sudah tidak ingat."

       "Sekarang kan bisa diulang lagi Ma. Sekarang Omor sudah SMA, sudah bisa mengingat dengan jelas. Mama memang harus ajari Omor seperti waktu kecil."

       "Mama janji, setelah kamu pulih total. Kita akan bareng-bareng membahagiakan Papa seperti dulu lagi."

       "Omor juga janji."

       Kami berdua terpaksa melepas pelukan karena Dokter ganteng tadi datang. Ternyata jika ada Mama dia bisa berlaku dan berbicara sopan, tadi aja sama Kak Ari dia cuma ngasih perintah-perintah dengan kasar. Awas aja kalau Gua nanti jadi Dokter juga, kalau aja nanti dia jadi pasien Gua.

Terima kasih Imajinasi [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang