#15

97 58 0
                                    

       Setiba di rumah, Zuyi dan Arma di paksa mampir Kak Yuni. Ternyata Kak Yuni pulang lebih awal dari jam kerja biasanya, saat mobil Arma di luar pagar rumah ternyata mobil Kak Yuni di belakang mobil Arma. Karena hal itu Kak Yuni memaksa mereka mampir untuk makan malam bersama.

       "Gey sama kamu ada kan kunci rumah?"

       "Ada, di dalam tas. Zuyi tolong ambilin kotak pensil."

       "Boleh." Zuyi mundur ke belakang membuka tas Gua, tentu saja dia tahu. Jangankan kotak pensil, semua barang di dalam tas Gua, isi dalam loker Gua di kelas dia juga tahu, karena setiap hari dia akan meminjam barang-barang Gua.

       Setelah Gua membuka pintu, handphone Arma melantunkan lagu kesayangannya. Siapa lagi kalau bukan Daddynya yang telephone anak kesayangannya, Kak Yuni membantu untuk berbicara pada Daddy Arma. Akhirnya Gua dan Zuyi masuk ke dalam rumah duluan, membiarkan mereka berdua menuntaskan masalah.

       "Gimana?" tanya Gua.

       "Boleh dong, dibawah jam sepuluh. Itu udah waktu yang terlama yang dikasih Daddy. Oh iya Kak, makasih banyak ya Kak." Arma memeluk Kak Yuni kegirangan.

       "Iya, sama-sama." balas Kak Yuni mengusap kepala Arma.

       "Sekarang kalian mandi dulu, diatas ada tiga kamar karena kalian cukup bertiga jadi kalian bisa mandi diwaktu yang sama. Pakai baju Geysa kalau gak bawa baju."

       "Ada Kak, di mobil." kata Arma.

       "Niat banget dia bolos." tukas Zuyi menunjuk Arma.

       "Enak aja, tiap hari juga bawa baju ganti. Orang punya mobil mah bebas, mau bawa baju sekarungpun juga bisa." ucapnya menyombong.

       "Dih, kayak artis aja."

       "Stop." teriak Gua, menghentikan perdebatan yang bakal panjang jika dibiarkan.

       "Hahaaha, kalian ya. Arma mending kamu segera ambil baju kamu ke mobil. Kamu siapa namnya Kakak lupa." tunjuknya ke orang yang duduk di samping Gua.

       "Zuyi Kak." jawanya.

       "Nah iya, Zuyi sama Gey ke atas aja dulu. Nanti Arma Kakak aja yang antar." Arma berjalan keluar dengan menenteng kunci mobilnya.

       "Yuk Gey, kayaknya gimana rasanya mandi di rumah Lo." Zuyi menarik-narik lengan Gua.

       "Tunggu dulu." Gua belum bangkit dari tempat duduk.

       "Apalagi Gey, ayo sana!" usirnya mendorong tubuh Gua buat berdiri.

       "Bentar, ih! kunci kamar buat Arma mana Kak?" tanya Gua sambil melepaskan tangan Zuyi dari tangan Gua.

       "Oh iya, maaf-maaf lupa." Kak Yuni memeriksa tas nya. "Nih." menyerahkan satu kunci ke Gua.

       Zuyi di dalam kamar Gua menunggu Gua memilih pakain untuknya. "Lo tenang aja, ini semua pakaian serba baru, baju handuknya pun yang baru. Kalau Lo mau bawa pulang juga gak apa."

       "Thank you Gey, You my bestfreind." Zuyi menerima pakaian yang Gua sodorkan dengan senang hati.

       "Ckk, gaya Lo. Ingat ya, ini rumah Kak Yuni dan Gua numpang doang di sini. Lo harus berbicara dengan santun dan bersikap yang sopan."

       Gua memperingati Zuyi karena dia akan selalu mengajak Arma buat ribut, karena Arma mudah banget dipancing emosinya.

       "Iya-iya, Lo tenang aja. Kapan perlu ntar depan keluarga Lo Gua manggil diri sendiri pakai Aku Kamu, cocok kan?" tanyanya.

       "Gak cocok! Biasa aja, asal jangan kasar-kasar." sanggah Gua.

       "Okay, saran diterima. BTW ini kunci kamar yang mana?" tanya Zuyi sambil menunjukkan kunci itu ke Gua.

       "Tepat di sebelah kamar Gua." Zuyi ngangguk-ngangguk sambil beranjak keluar kamar.

       Zuyi, Kak Yuni dan Kak Ari asik tertawa bersama, Zuyi bahkan memukul-mukul kepala Kak Ari dengan bantal sofa. "Dia yang, kata Lo, tetangga sekaligus kakak cowok bagi Lo ya?" tanya Arma yang melangkah bareng Gua menginjak satu-satu anak tangga.

       "Ho'oh." jawab Gua sambil mengangguk-angguk.

       "Gey!" teriak Zuyi lantang berekspresi kegirangan juga kaget.

       "Apaan dah?" tanya Gua biasa aja.

       "Kak Zahid satu sekolah sama Gua dulu. Kok gak bilang-bilang sih."

       "Lah? Emang Gey tau? Begonya makin berkembang biak nih, tak patut-tak patut." sahut Arma.

       "Yah terus?" tanya Gua ke Zuyi.

       "Ih kok pada gitu sih." ujarnya dengan bibir melekuk ke bawah pengen nangis.

       "Dih! Yang natap jijik nih." ujar Arma menyindir sembari duduk di sebelah Kak Yuni, jadi Gua yang duduk sendiri.

       "Minimal bilang-bilang kali namanya." kata Zuyi.

       "Namanya bukan Kak Zahid, namanya Kak Ari." tegas Gua ke Zuyi.

       "Mana bisa gitu, orang Gua waktu SMP manggilnya Kak Zahid." bantahnya cepat.

       "Repot kalian berdua, emang nama Kakak siapa?" tanya Arma paling benar.

       "Panggil Al aja, kamu sendiri siapa?" tanya Kak Ari mengulurkan tangan.

       "Arma." balas Arma menjabat tangan Kak Ari.

       Akhirnya Kak Yuni tertawa sambil memegang perutnya padahal dari tadi dia diam saja. "Apaan? Namanya Kak Ari." kata Gua bersikeras.

       "Engga! Namanya Kak Zahid, sumpah, Gua jamin." ucap Zuyi tak terbantah.

       "Nama Gua kan jadi lengkap kalau yang satu manggil Zahid yang satu lagi manggil Al yang terakhir manggil Ari." terangnya terbahak-bahak bersama Kak Yuni.

       "Oh paham-paham, jadi nama Kakak Zahid Al Ari." ujar Arma menyempurnakan.

       "Pintar banget sih kamu cantik." bualan maut Kak Ari mulai ngelunjak.

       "Apaan dah, jangan mau sama Kak Ari." kata Gua ke Arma.

       "Gak lah, kan Kak Ari udah ada pawang." ujar Arma selow, membuat Kak Ari melotot.

       "What, Kak Zahid pacaran? Lo tau darimana?" teriak Zuyi menggelegar.

Terima kasih Imajinasi [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang