#0

54 37 0
                                    

       Bosan melihat Zuyi dan Arma bermain catur, Gua mengambil dompet di lemari. "Lo berdua mau nitip sesuatu?"

       Mereka berdua langsung menatap Gua mulai dari mata kaki nyampe ubun-ubun.

       "Lo mau kemana?" tanya Arma.

       "Swalayan beli jajanan."

       "Ikut!" Zuyi langsung berdiri.

       "Gimana kalau kita ke taman?Jajan dulu, habis itu ke taman? Sore-sore gini pasti udara taman adem banget." usul Arma lalu merapikan catur miliknya.

       "Bilang aja Lo mau lihat cowok-cowok ganteng jogging Sore."

       "Heh! Gak ya, itu mah maunya Lo."

       "Jujur aja kali, kita-kita doang di sini." kepala Gua makin berat ngelihat mereka berdebat sejak awal main tadi.

       "Udah?! Kalau Lo pada mau berantem lanjutkan, Gua mau jajan." Gua berjalan ingin membuka pintu kamar.

       "Eh iya-iya, kita pake mobil Arma aja. Kan, mau ke taman?"

       "Lo yang isiin bensin Gua ya."

       "Iya, Lo tenang aja. Nanti pulang Gua isiin full."

       "Gua gak mau berlama-lama ya." sentak Gua kepada keduanya, jika keributan ini dibiarkan berlanjut kamar Gua juga bisa ikut hancur.

       "Siap Nyonya, yuk jalan." Zuyi langsung menyambar tas sekolahnya di meja belajar Gua.

       Padahal niat Gua dari rumah pengen beli semua snack yang ada di sini, tapi Gua malah gak ada selera setelah melihat deretan snack-snack manis.

       "Loh? Lo gak beli? Gak jadi jajan?"

       "Gak tau, Gua beli soda dingin aja kali ya. Kalian berdua duluan aja ke kasir."

       "Lo kalau galau gini gak cocok tau Gey, Gua tau Lo lagi ada masalah. Tapi yang namannya hidup harus tetap lanjut sampai umur Lo habis." perkataan Zuyi itu benar, tapi mengamalkan perkataannya barusan yang sulit dilakukan.

       "Udahlah, ayo sana! Katanya Lo mau beli soda dingin, kita ke kasir dulu ya." Arma mendorong badan Gua, tapi Gua berbalik lagi menghadap mereka.

       "Oke! Lo benar, Gua gak boleh berlarut-larut dalam satu masalah. Gua harus berani ngambil resiko-resiko selama hidup Gua berjalan. Gua harus semangat!" kata orang sugesti positif akan membuat hari-hari sempurna.

       "Nah, ini Geysa yang Gua harapin, gak perlu dipikirin beban-beban hidup Lo, semakin Lo pikirin yang namanya beban pasti berat. Gua gak mau sahabat Gua terjerumus ke hal-hal negatif."

       "Thanks Zuyi, Lo kali ini bijak! Please peluk Gua." mereka langsung memeluk Gua dan menepuk-nepuk punggung Gua memberi semangat baru.

       "Udah-udah gak malu apa, di sini ada CCTV." Arma melepas pelukannya, memisahkan Gua dengan Zuyi.

       "Oke Gua ke sana dulu, ambil soda."

       "Sekalian Gua dua ya Gey." Zuyi mengacungkan kedua jarinya.

       "Siap, orang bijak."

       Benar kata Arma, ngadem sore-sore di taman bikin tubuh segar lagi. Selain anginnya yang sepoi-sepoi juga tanaman-tanaman hijau, bikin mata jadi teduh.

       "Lo happy?" tanya Arma sambil membuka tutup botol soda.

       "Hm, terima kasih." karena ini idenya dia yang ngajak Gua ke taman.

       "Gey! Kita juga senang, kalau Lo senang dan kita juga sedih kalau Lo sedih." Arma memegang tangan Gua.

       "Dan Gua, gak mau lihat Lo terpuruk sama beban-beban hidup Lo lagi." tambah Zuyi.

       "Gua gak suka lihat mata Lo bengkak dan penampilan Lo yang gusar, kacau, kayak tadi." ujar Arma lagi.

       "Iya! Lo harus rajin mandi pagi, gosok gigi, wangi, bersih berkilau."

       "Lo kira Gua motor habis di sevis." sungguh memiliki teman serandom Zuyi terkadang mengesalkan.

       "Ck, Lo gak bisa apa gak ngerusak suasana sehari aja?" Arma melempar Zuyi dengan tutup botol sodanya.

       "Ya kan kulit Lo bersih habis mandi." Zuyi mengusap lembut lengan Gua.

       "Ih! Apaan sih Lo sentuh-sentuh, geli."

       Gua gak ngerasa bosan duduk di bangku taman, bahkan kami tertawa menatap sepasang anak kecil yang bermain balon dan mainan pesawat terbang. Mereka bermain berdua padahal permainan yang disukainya berbeda.

       "Kayaknya lollipop bapak itu gak ada yang beli deh, kasian Gua." ucapan Zuyi membuat Gua dan Arma mengalihkan pandangan pada pedagang yang terlihat memenung di seberang jalan.

       "Heleh, bilang aja Lo mau." tebak Gua, mengetahui akal bulusnya.

       "Lo bisa baca pikiran orang ya, Gua sih mau, tapi gak ada duit."

       "Pertahankan kejujuranmu anak muda." Arma menepuk-nepuk punggung Zuyi.

       "Gua mau beli deh, Lo berdua?"

       "Mau!" ujarnya serempak.

       Ketika Gua menyeberangi jalan, ternyata wanita yang Gua jauhi selama ini lebih dulu berdiri di samping si penjual.

       Karena Gua kaget saling bertatapan mata dengan Mama, spontan Gua melangkah ke belakang tanpa melihat kendaraan di jalan raya.

       Tubuh Gua terhantam keras dan terlempar ke tengah-tengah jalan, tulang-tulang Gua berderuk saat bertabrakan dengan aspal jalanan. Pertama kali Gua ngerasa sakit yang sangat dahsyat ini. Pusing, samar-samar Gua masih bisa melihat darah dari kepala yang menyucur ke jalan dan teriakan-teriakan nama memanggil Gua.

Terima kasih Imajinasi [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang