TIGA

2.8K 168 16
                                    

~Sorry Not Sorry, Demi Levato~

3. First Plan

"Only people who have a heart can think about other people's hearts, what if they've been dead for a long time?"

___________________________

Lebih dari apapun Sera membenci manusia yang kini duduk di ujung meja makan, baru saja menuruni tangga setengah berputar di rumahnya untuk sarapan mengisi perutnya yang kosong ia sudah disuguhi pemandangan yang tak mengenakkan mata. Mood Sera sudah jatuh ke dasar, ia menatap malas Laki-laki dewasa yang kini meletakkan tabletnya di atas meja makan, balas menantang dirinya melalui tatapan tajam itu.

"Aku langsung sekolah aja, Bi!" Sera menatap Bi Mawar yang baru keluar dari kitchen room, diikuti beberapa pelayan yang menghidangkan makanan untuk sarapan majikannya.

"Makan dulu, non. Nanti perutnya sakit, bibi ada buatin nasi goreng seafood kesukaan, non!" ujar Bi Mawar berusaha membujuk.

Hilma menghela napas pelan, sudah sangat tidak habis pikir dengan Sera yang semakin hari semakin memusuhinya. Padahal ia baru pulang dari Jerman setelah satu bulan penuh berada di luar negeri. Pikirnya Sera setidaknya ingin makan satu meja dengannya.

"Nggak mau! Aku nggak minta, kan?" Baru saja akan beranjak pergi, suara Hilma memenuhi indera pendengarannya.

"Kalau nggak mau jangan dipaksa, Bi. Anak itu semakin hari semakin keras kepala dan merasa akan selalu dibujuk," ujar Hilma seraya menyeruput kopi hitamnya yang sudah diseduh sejak ia duduk di sana. Kembali membaca berita online.

"Bilangin pak tua itu, Bi, aku nggak pernah minta dibujuk. Jangan sok asik jadi orang!" Sera membalas tak kalah sinis, ia sempat menatap Hilma yang ternyata juga melemparkan tatapan saat ia buka mulut.

"Tapi setiap saya lihat kamu selalu mau dibujuk, apa namanya? Lagi cari perhatian sama saya?"

"Jangan banyak omong ya, Hilma! My life was previously calm without you here! Why come back?" Napas Sera sudah memburu seiring kemarahannya naik ke puncak tertinggi yang ia tetapkan. Rasa sakit, kecewa, benci dan marah menyatu di dadanya. Sera tidak tahu bagaimana mengatasi dirinya sendiri jika perasaannya sudah campur aduk begini.

"Jaga mulut kamu, Sera! Saya ini papah kamu. Seharusnya kamu manggil saya Papah! Kayak nggak diajarin sopan santun aja." Hilma sudah berdiri dari duduknya, ia menatap tajam Sera.

Bi Mawar yang sejak tadi berdiri di samping Sera kelabakan sendiri, wanita tua itu segera memeluk lengan Sera. Mengelus punggungnya agar segera tenang.

"Udah, Non! Udah! Tuan lagi capek, baru pulang perjalanan dinas tadi malam. Non, berangkat sekolah sekarang aja ya? Makanannya biar bibi bekalin, di sekolah aja makannya."

Sera mendengus kasar, membuang muka dengan wajah memerah karena kelewat kesal. "Emang dari tadi aku mau pergi, nggak sudi aku makan sama dia!"

"Seraphina!" Hilma sudah kepalang emosi, putrinya itu paling tahu membuat dirinya tersulut seperti ini.

"Tuan, maaf sebelumnya! Non Sera udah terlambat ke sekolah, biar saya antar non keluar ya, Tuan!" sela Bi Mawar sebelum Sera kembali membuka mulutnya.

"Ajarin sopan santun dia setelah ini, Bi Mawar! Semakin bertingkah saja," ujar Hilma dengan nada datar. Memilih tidak menatap kepergian Sera yang ternyata memaku kakinya di dekat guci tinggi.

INVISIBLE STRINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang