DUA PULUH DELAPAN

1.1K 124 23
                                    

28. Trouble



"Ngapain kamu?" Suara Hilma mengudara saat pertama kali ia tiba di kitchen room dan menemukan Sera yang sedang menunduk di depan kompor tanam. Anak perempuannya itu masih saja abai dengan tangan yang sibuk menyalakan api dengan susah payah.

"Beneran Papah stop ya fasilitas kamu," ancam Hilma setelah tidak kunjung mendapatkan balasan dari gadis berumur 17 tahun dengan setelan satu set piyama berwarna putih.

Hilma melangkah mendekat, niatnya untuk mengambil air dingin ia urungkan. Lebih tertarik pada kegiatan Sera yang tidak ia ketahui apa maksudnya. Gadis itu terlalu sesuka hati hingga Hilma tidak bisa menebak alur yang ingin Sera buat.

"Stop aja, nggak urus," balas Sera kemudian berjongkok dan membuka pintu kecil yang berada di bawah kompor. "Pergi sana!"

Hilma menghela napas pelan, "Makam Mamah kamu, Papah pindahin. Terus nggak akan Papah kasih tahu dimana Papah pindahinnya."

Sera segera menoleh setelah Hilma melemparkan ancaman yang ternyata sangat ampuh. Ia segera melotot kemudian bangkit dari jongkoknya. Dengan tangan yang mengacak pinggang, Sera mendongak menatap Hilma tidak lupa sorot mata tidak santainya yang ia lemparkan untuk Papahnya.

"Jangan berani ya! Mungkin sekarang bukan cuman niatan ngebakar ini rumah, tapi Ciko juga aku bakar." Suara sinis Sera membuat Hilma mendengus tanpa kata.

Hilma duduk di atas kursi meja bar yang begitu dekat dengan tempat Sera berdiri. Ia menatap putrinya tanpa melepaskan tatapan mencemooh yang semakin menyulut api dalam diri Sera.

"Kayak berani aja kamu sama harimau, kamu kan beraninya cuman deket-deket sama kucing!" tugas Hilma mengingatkan kembali Sera jika ia sangat anti pada hewan loreng yang sudah Hilma rawat beberapa tahun terakhirnya ini.

Sera menendang pintu kecil yang masih terbuka, ia melipat tangan di depan dada dan melemparkan tatapan tidak bersahabat.

"Bukan nggak berani, tapi nggak sudi deket-deket sama kesayangan kamu. Nanti ketularan nggak jelasnya," ujar Sera melakukan pembelaan diri. Hilma mengangkat alis tidak percaya, senyuman meremehkannya juga terpatri begitu jelas. Seolah memang berniat mengejek Sera terang-terangan tanpa ada niatan menyembunyikannya.

"Kamu-kamu, nggak sopan!"

"Untuk apa sopan, minta aja anak kesayangan kamu itu sopan sama kamu. Jangan aku! Pergi sana, aku mau ledakin kompor ini supaya rumah terbakar termasuk sama kamu." Sera kembali berbalik  berusaha melakukan cara yang sudah ia baca dari goggle.

"Gimana bisa ngeledakin, Papah aja sangsi kamu bisa nyalain kompor."

Sera mendelik sinis, "Ngga usah sok tahu! Belum aja coba masakan aku. Enaknya udah ngalahin makanan bintang lima."

"Halah! Bi Mawar bilang kamu nggak pinter masak, cuman pinter makan!" ejek Hilma lagi dan lagi. Sera segera berbalik kesal, Papahnya didiamkan bukannya berhenti dia justru semakin merajalela menyulut kemarahan Sera.

"Bisa diam nggak? Jangan sok akrab sama aku, aku nggak suka. Pergi sana! Pantas aja Mamah ninggalin kamu."

"Siapa juga yang mau sok akrab? Emang kamu sepenting itu untuk Papah akrab sama Papah? Tukang ngelawan," ujar Hilma lalu beringsut pergi dengan raut wajah tegang yang berhasil membuat Sera menciut beberapa saat.



******


Gadis dengan tinggi 168 itu berdiri di depan mobil berwarna hitam metalic yang masih belum familiar di matanya. Sebelum akhirnya pintu pengemudi terbuka lalu turun Shaga dengan gaya khasnya, pakaian seragam rapih dan wangi yang terasa sangat maskulin di hidung Sera. Wajahnya yang selalu terlihat segar seperti usai mandi itu terpapar sinar matahari pagi—sekilas Sera rasanya ingin terus memandangi wajah dengan pahatan sempurna itu—tersadar akan pikiran konyolnya Sera segera menggeleng pelan.

INVISIBLE STRINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang