Bergantian mata itu menatap antara Shani dan ponsel di genggaman. Ada rasa canggung akibat aksi membungkam mulut yang masih dilakukan gadis Indira itu.
Satu katapun tak terucap setiba mereka di rumah. Hingga meninggalkan keheningan yang tak nyaman.
Menyerah. Gadis manis itu berdiri dari duduknya. Menjauhi empuknya ranjang yang telah mereka duduki hampir 15 menit lamanya dalam kediaman.
Gadis berdarah Jawa-Tinghoa itu sedikit kaget setelah merasakan gerakan di sebelahnya. Dia mendongak dan menatap Gracia sudah berdiri disisi ranjang.
"Mau kemana?" tanyanya. Menghentikan gadis rambut sebahu itu yang akan segera membuat langkah meninggalkan.
"Mau ke depan. Nonton. Cape diam diaman kayak gini"
"Ge~"
"Iya. Aku paham. Kamu lagi nggak baik baik aja. Aku diajak kesini untuk itu juga kan? Jadi aku kasih kamu waktu sendiri dulu. Kalau udah siap cerita, aku ada didepan kok" dan dengan kalimat panjang itu, Gracia akhirnya benar berlalu pergi meninggalkan ruang kamar .
.Di malam yang suasananya sedikit berubah itu, hanya terdengar rentetan kalimat dua orang yang saling berdialog dalam bahasa Inggris mengisi kesendirian Gracia di ruang tamu.
Matanya mengarah kedepan, tapi pikirannya menengadah kepada gadis dibalik salah satu pintu bernuansa cokelat yang tak jauh darinya. Yang sedari tadi tertutup.
Beberapa menit dalam kesendirian, hingga bunyi daun pintu yang berlahan terbukapun mengambil penuh atensinya.
Langkah yang tak terburu dan tak terlalu lambat mengisi pandangan Gracia saat ini. Hingga gadis yang sedari tadi ditungguinya berdiri tepat di hadapannya.
"Ge.." gadis tinggi itu membuka suara. Lemah.
Sang pemilik tak menjawab panggilan. Hanya rentangan tangan menyuruh gadis itu mendekat untuk masuk dalam dekapan yang dia berikan.
Gadis ayu dalam balutan piyama birunya pun tak berpikir panjang untuk mengambil posisinya. Berlahan naik ke atas tubuh gadis yang duduk selonjoran di atas sofanya lalu memeluknya erat menyandarkan wajah di dada.
"Kepalanya sakit?" tanya Gracia membuka percakapan.
Yang tua meregangkan dekapan, sedikit mendongak menatap wajah penuh keingintahuan itu. "Iya" jawaban pendek pun terdengar. Dan kepala gadis itu kembali terbenam di dada, mencari kenyamanan untuk pikirannya yang ramai.
Gracia menghela dalam diam. Tak ayal ini juga membuat dia khawatir setengah mati. Melirik si gadis dalam rengkuhan yang sedari tadi dia beri elusan lembut di kepalanya, rasanya terlihat jelas beban yang tengah melingkupi gadis itu.
"Ini karena masalah Amanda sama Indira kan?" keheningan yang terbentuk langsung dihancurkan oleh Gracia. Shani tersentak, rasa gugupnya kembali mendominasi. Dia belum siap membuka percakapan tentang ini.