26 Mei 2024.
Menghembuskan nafas menatap room chat yang kini sepi. Rasanya begitu hampa karena tak ada kecerewetan yang diberikan gadisnya seperti biasa.
Entah ini hari keberapa dia tak bertatap muka dengannya. Rasanya begitu berat menjalankan hari harinya. Katakan saja itu berlebihan, tapi ini faktanya.
Keramaian yang berada disekitar tak membantu sama sekali. Begitu kosong saat menahan kerinduan ini.
"Belum ada balasan ya?" Gadis berbaju hitam putih yang sedari tadi bersamanya bertanya. Yang nampak menangkap gelagat aneh dirinya. Yang kini menghadirkan hembusan nafas pelan untuk membalas pertanyaannya.
"Masih sibuk banget kayaknya" gadis berparas cantik itu bertumpu dagu masih menatap layar ponsel. "Aku nggak berani nelpon" diletakkannya benda pintarnya itu diatas meja. Dia memilih menyeruput minumannya yang belum tersentuh.
"Trus kamu nggak panik gitu keluar gini tapi belum dapet izin dari dia?"
"Kurang panik apa lagi aku sampai dari tadi pantengin ponsel, Ra?" Pout Shani yang kembali menatap layar benda pintarnya itu yang berada di atas meja.
Ketenangan tak berada di pihaknya semenjak dia meninggalkan apartement nya. Mungkin cuma sementara, sisanya diisi dengan kekhawatiran.
Sedari pagi tadi, dia memang tak mendapat pesan apa apa dari Gracia setelah gadis itu pamit melanjutkan syutingnya. Jadi dia begitu khawatir keluar seperti ini tanpa persetujuan gadis manisnya itu.
"Harusnya aku nolak ajakan kamu kan?" Ditatapnya lagi sang teman. "Percuma aku keluar kalau nggak tenang kayak gini" hela berat berhembus.
"Ya ampun, takut banget ama calon istri" ledekan keluar disertai tawa yang kini mengudara dengan puasnya.
"Aku emang takut, Ra" gadis cantik itu jujur. Tak memperdulikan ledekan yang diberikan. Kan fakta juga. Mau bohong pun percuma. "Kalau Gracia beneran marah, kamu yang tanggung jawab ya"
"Iya iya. Nanti bakal aku yang jelasin ke anaknya" setuju sang teman. Merasa kasihan juga melihat sikap tak tenang Shani sedari tadi. Dia juga khawatir jika hubungan kedua orang yang dia kenal baik itu menjadi rusak.
Memang, saat dia tau tentang hubungan keduanya tanpa di sengaja itu, keterkejutan tak bisa dia handle. Tapi dia bisa apa selain menyelamati? Toh dia sudah tau lama jika Shani menyukai Gracia.
Dia pun tak bermulut ember untuk mengumbar jika belum mendapat persetujuan kedua belah pihak. Dia tak punya hak akan itu.
"Gracia kalau pundung bakal ribet, Ra" ucap Shani lagi yang kini memainkan cake yang mereka pesan. "Aku harus pakai 1001 cara buat bujuk dia"
"Ya.. Aku juga nggak ada pilihan. Kamu uring uringan setelah dia keluar kota. Kerjaan kamu malah gangguin aku juga kan.."
"Um..aku semengganggu itu ya? Maaf ya, Ra"
"Eh? Nggak kok. Nggak" geleng gadis itu cepat menolak ucapan Shani. Jujur, itu sebenarnya memang mengganggu. Tapi kalau sudah melihat ekspresi dan mendengar suara lembut yang keluar darinya membuat orang berpikir 2x untuk menyalahkan.
Siapa juga yang bisa melakukan itu jika berhadapan dengan Shani?
"Nggak ganggu kok, Shan. Bener"
"Kamu keganggu"
"Nggak kok"
"Jujur Kirana"
"Nggak Shani Indira. Astagfirullah. Bener ini. Nggak ganggu. Jadi shhh.. Diem. Jangan buat aku dalam masalah juga kalau Gracia tau aku buat kamu tambah bete gini"