Sang mentari terlihat diluar sana. Menyapa pagi hari ini dengan senyumannya yang sangat mengagumkan hati. Rasa dingin yang biasa menyapa terbelenggu dalam kehangatannya.
07:45 kini waktu menunjukkan saat kedua mata itu membuka meloloskan diri dari kegelapan. Sedikit terlambat dari waktu bangun biasanya.
Meraung suaranya saat sadar posisi tak berubah sejak semalam. Pegal tubuhnya karena dia dipaksa untuk tak banyak bergerak.
Melirik kecil ke bawah, helaan kecil pun lolos darinya. Bingung mau menjelaskan seperti apa posisi Shani gadisnya sekarang.
Hangat mulut gadis itu masih terasa jelas. Tak sekalipun dia mau melepas mainannya sejak semalam.
"Akh!" satu gerakan menghasilkan gerakan lain. Gerakan mulut selaras dengan gerakan kecil yang Gracia beri.
Bergerak pelan mundur, Mencoba melepas diri dari belenggu yang Shani buat padanya. Tapi naas, tangan yang merengkuh pinggang menahan dirinya melakukan itu.
"Kalau udah bangun tuh buka mata" sebal Gracia
Tak memperdulikan kalimat. Shani, gadis yang sudah ikutan terbangun itu malah semakin merapatkan diri nya. Gerakan mulut tak pasti mulai terjadi lagi.
"Akh, cici udah" Gracia memegang pundak. Mencoba mendorong gadis mesumnya itu untuk melepas.
Kekehan kecil pun mengudara dengan mata memejam nya. Rintihan Gracia menjadi salah satu hal favoritnya sekarang.
"Apa yang lucu, ha?"
"Ah! Ge. Awww.. Aww Ge sakit" rintihan berpindah. Mata terpejam nya di paksa terbuka kala rasa sakit itu menjalar tepat di telinganya. "Aww..S-Sayang sakit!!" Rasa perih nya tiada terkira.
"Ughh bener bener ya kamu!" kesal Gracia bangun. Memperbaiki bajunya saat puas menjewer telinga gadis Indira itu kuat. Tertinggal rasa perih, geli, dingin dan ngilu di bagian itu.
"A~ sayang. Sakit banget" Shani merengek. Mempout kecil mengelus telinganya yang sudah memerah.
Di tatap nya Gracia yang kini sudah bersedekap dada menunjukan ekspresi tak biasa. Menggemaskan memang. Tapi sumpah, aura lain tengah melingkupi dirinya juga saat ini. Dan itu menakutkan.
Reflek. Gadis cantik itu merubah posisi duduknya. Membiarkan kedua lututnya itu bertegur sapa dengan permukaan ranjang. Kepalanya ikutan tertunduk tak berani membalas tatapan mata.
"Coba bilang kenapa kamu jadi kayak semalam? Dapet ide dari mana kamu, ha?"
Meneguk salivanya sulit. Bibir terlipat ke dalam. Bingung mau menjawab bagaimana pertanyaan gadisnya itu.
"M-Maaf" dan setelah beberapa detik, hanya itu yang bisa keluar darinya.
"Aku nggak butuh permintaan maaf kamu. Maunya penjelasan SHANI INDIRA NATIO!" menekan namanya saat dia mengucapkan. Jelas hal itu semakin membuat sang pemilik nama ketakutan.
"N-Nggak tau. Cuma ikutin naluri"
"Oh naluri kemesuman kamu itu yaa.. Bagus banget emang"
"Tapikan sayang, aku mainnya nggak kejauhan" mencoba menatap matanya saat mengutarakan pembelaan diri. "Nggak sampai kebawah"
"Apa? Jadi kamu udah mikir jauh ke san- Hah~ tau ah" tak lanjut mengucapkan. Hela kasar lolos dari gadis manis bergingsul itu. Gracia pun terlihat bangun dari atas ranjang. Meraih ponselnya bermaksud pergi.
Shani yang melihat segera mengejar. Menahan gadisnya untuk keluar dari ruangan itu. "Kamu jangan kemana mana yaa.."
"Ih. Terserah aku dong" balas Gracia tak perduli.