Dalam tenang, tanpa bercakap. Membiarkan suara lagu yang di putar mengisi kekosongan yang tercipta.
Hela keduanya saling bergantian keluar. Saling berlomba terbang mengudara.
Mungkin kediaman itu bertahan hingga 15 menit, hingga jari jemari putih dan lentik milik Shani berlahan mematikan si pengisi suara.
Gracia. Gadis yang duduk disebelahnya. Yang menerima ajakan dengan sedikit keberatan tadi terlihat melirik kecil sebelum kedua bola matanya kembali di arahkan ke luar jendela.
"Kamu mau kita bicara di mana?" Shani membuka obrolan
"Kamu yang ajak. Tentuin sendiri"
"Aku mau kamu yang pilih. Senyamannya kamu" lembut Shani bertutur kata. "Mau ke taman aja?" sarannya kemudian karena kediaman yang diberikan.
"Yakin bicara di tempat umum?"
"Ya udah. Di apartemen aku aja yaa... "
.Duduk bersedekap dada menyilangkan kaki, Gracia enggan menatap Shani yang kini duduk disebelahnya saat mereka duduk bersanding di sofa apartemen gadis Indira itu.
"Kenapa seharian hilang kabar, Ge?" tanya Shani lebih dulu membuka percakapan. Menatap lamat gadis yang sedari bertemu tadi enggan bertatap mata dengannya. "Kamu marah? Kenapa? Bukannya aku ya yang harusnya marah karena setelah aku lepas kabesha kemarin kamu pulangnya nggak bilang bilang ke aku?!"
"Huh? Dariman-"
"Feni. Dia yang bilang" potong Shani menatap raut wajah kekagetan gadis Harlan itu. "Habis kegiatan sama penggemar aku coba hubungi kamu buat nanyain itu. Tapi nggak pernah di respon" ucapnya lagi. "Kamu malah hilang kabar seharian. Kamu sengaja buat aku khawatir?" panjang lebar gadis itu berucap. Dia ingin tau jawaban Gracia. Ini pertama kali gadis manis itu bersikap begini padanya.
"Kamu khawatir tapi nggak nyariin juga kan?" balas Gracia tak mau disalahkan.
"Bukan berarti aku nggak dateng ke rumah kamu aku nggak nyariin, Ge. Satu rumah kamu aku telphonin. Nanya kabar kamu gimana. Bahkan aku harus ngancem adik adik kamu buat nggak bohong"
"Huh?" terkejut lagi. Gracia tak berpikir Shani bisa melakukan itu.
"Aku khawatir" berlahan Shani meraih tangan yang bersedekap itu. Menggenggamnya erat. Membuat bola mata cokelat si gadis manis itu mengarah padanya. "Jangan gini lagi yaa..." pinta Shani.
"Hah~" hela berat Gracia keluarkan kemudian. "Maaf" ucapnya akhirnya. "Aku cuma pengen nenangin diri. Nggak pengen ketemu siapa siapa dulu seharian ini. Maaf Udah buat cici khawatir" jujurnya. Memberitahu sikap tak biasa yang dia lakukan.
Melihat sikap Shani saat ini, dia tak bisa bersikap dingin mengikuti kata hati. Shani tak salah. Tak pantas diperlakukan seperti ini.
"Ge~"
Hug~
Pelukan langsung diberikan Gracia. Mengagetkan si pemilik lesung pipi."Aku sadar kehilangan kamu bisa buat aku segalau ini" ucapnya lagi
"Kamu nggak kehilangan aku. Aku juga nggak bakal ninggalin kamu, Ge" pelukan balasan kian erat Shani berikan. "Aku sudah bilang itu berulang kali sama kamu"
"Aku tau. Hanya aja.. Aku nggak bisa kontrol rasa sedih aku. Maaf"
"Iya iya. Tapi jangan gini lagi ya.. Sehari nggak tau kabar kamu juga buat aku khawatir setengah mati, Ge. Apalagi aku nggak bisa langsung cari kamu karena ada kesibukan" ucap Shani bernafas lega. Untunglah ini tidak berkepanjangan. Dia tak mau hal ini menjadi problem besar dan membuat mereka semakin menjauh.