40

17.6K 1.1K 181
                                    

Seminggu sudah berlalu dengan tak terduga. Banyak yang terjadi selama itu. Tapi tak ada sehari pun yang tak disyukuri kedua gadis bermarga Natio dan Harlan itu.

Pagi itu, sepasang mata diantara mereka nampak terbuka. Kamar yang semula berbalut kegelapan nampak berbeda saat ini. Sinar mentari yang masuk tanpa permisi di sela gorden terlihat menyinari memberikan penerangan dalam daya rendah.

Senyum terukir dengan reflek kala merasakan sebuah tangan di atas dadanya. Dia lirik kecil ke kiri, menatap sang pemilik tangan yang begitu nyaman dalam tidurnya. Sungguh menggemaskan penampakan gadis itu meski saat memejam.

Berlahan dia ambil tangan mungil itu, dia angkat berlahan untuk ditatapnya. Cincin di jari manis nampak melingkar sempurna di jemarinya. Cincin yang menjadi pertanda sebagai pengikat pertunangan di antara mereka.

Sudah seminggu lebih semenjak acara itu. Tak terduga memang. Tapi semuanya berjalan lancar. Acaranya memang private, tamu undangan bahkan hanya berasal dari keluarga inti dan beberapa teman teman terdekat. Termasuk Melody juga yang kini berada dalam ruang lingkup rahasia ini. Bahkan Ia menjadi aktor yang paling berperan penting dalam terjadinya pertunangan mereka.

Bahagia mengingat nya. Shani gadis cantik itu. Tak menyangka bisa mengikat Gracia sampai ke tahap ini. Meskipun jalannya tak mudah.

Dia kecup telapak tangan gadis manisnya itu lalu meletakkan di pipinya. Rasa hangat pun terasa jelas menjalar di area wajahnya.

"Ci~" dan siapa yang menduga, apa yang dia lakukan itu membangunkan sang pemilik tangan dari tidur lelapnya.

Mata itu membuka berlahan, dan jelas langsung disambut dengan senyuman dari yang tua.

Chu~
Kecupan kecil pun bahkan reflek diberikan di kening.

"Morning sayang~" sapanya

"Mo-morning, ci" gugup ada dalam suara gadis muda yang baru terbangun itu. Padahal bukan sekali dua kali Ia menerima perlakuan manis Shani saat bangun. Tapi entah kenapa dia selalu saja merasa malu seperti sekarang. "Kamu udah bangun? Udah lama?" dia alihkan kegugupannya dengan kembali bertanya. Sembari menarik tangannya yang entah sejak kapan bersarang di pipi gadis cantik disebelahnya itu.

"Baru kok" tertahan tarikan nya. Shani sudah lebih dulu menggenggam itu dan di letakkan di antara mereka saat dia berbalik menyamping padanya. Tatapannya lekat tak di beri sekat. Mata cokelat itu begitu mengagumi pemilik hatinya ini. "Cantik banget kamu" tak memberi aba aba, pujian itu keluar dengan lancar darinya.

"Ih.. Apaan sih, Ci. Bangun bangun malah ngegombal" tambah merah pipi gadis muda itu saat mendengar hal tadi. Cepat Ia menarik tangannya untuk bangun dari baringan.

Tawa kecil pun ikut terdengar dari belakang menyertai gerakannya. Shani selalu suka melihat tingkah sang gadis jika salah tingkah seperti ini. Kegemasannya bertambah berkali kali lipat menurut nya. Tak akan bosan dia melihatnya. Itu kenapa dia suka melakukan ini untuk mengisi memori pertamanya saat membuka mata.

"Kok bangun, sayang? Tidur lagi aja yaa.. Kita nggak ada jadwal juga kan siang ini" ucap Shani lagi. Dia masih ingin merasakan hangat tubuh gadis itu.

"Iya. Tapi aku harus nyiapin sarapan dulu buat kamu" gadis manis itu sudah berdiri disamping ranjang. "Mau makan apa? Mau nasi atau roti aja?" tanyanya lagi sambil mengikat rambutnya yang mulai memanjang. Masih menatap menunggu jawaban.

Tapi alih alih menjawab apa yang perlu di dengar, kerandoman Shani justru terjadi lagi. "Makan kamu boleh nggak?"

Hela besar berhembus. Beberapa hari tinggal seatap dengan gadis ini membuat Gracia mulai terbiasa dengan tingkahnya. Alhasil dia memilih segera meninggalkan. Membiarkan Shani dan kekesalannya karena tak di gubris.

After GraduationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang