Pagi- pagi sekali putra bungsu Brahma itu sudah terbangun. Namun kali ini ia sama sekali tidak rewel, bahkan saat ia bangun daddy nya itu masih tertidur disamping brankarnya. Ia sama sekali tidak mengusik tidur daddy nya, semenjak terbangun anak itu hanya memandangi wajah daddy nya itu.
"Loh, adek sudah bangun? Kenapa tidak bangunkan daddy, nak?" Brahma bangun ketika jam menunjukkan pukul 06:40 pagi dan terkejut mendapati putranya itu sudah terbangun lebih dulu.
"Adek memang tidak mau bangunkan daddy. Daddy capek?"
Daddy mengernyitkan alisnya mendengar pertanyaan anaknya. Capek kenapa pikirnya, bahkan ia baru saja bangun tidur.
"Capek? Daddy nggak capek, memangnya daddy capek kenapa, nak?"
"Daddy urus adek terus, daddy nggak capek?"
"Sudah tugas daddy untuk mengurus adek. Memang tugas orang tua mengurus anak- anaknya bukan? Sampai kapanpun daddy nggak akan capek urus adek. Memangnya adek lihat daddy kecapean saat urus adek?" Ucap brahma lembut sambil mengelus surai anaknya yang mulai sedikit memanjang.
"Daddy, adek mau sembuh nggak mau sakit lagi. Tapi dia nakal terus, bikin adek sakit" ucap si kecil sendu sambil menunjuk dia pada dada sebelah kirinya. Ia juga mulai merasa sedikit merasa tidak nyaman disana.
"Adek, ini sekarang sakit lagi nak? Adek bilang sama daddy, jangan sembunyikan apapun, sayang"
Si kecil menganggukkan kepalanya dengan pelan, ia memang tidak mau menyembunyikan apapun sekarang. Kemudian smartwatch yang melekat pada pergelangan tangannya berbunyi mengundang suster yang sedang bertugas menghampiri.
"Mau daddy panggil om dokter?"
"Mau minum obat aja, nggak mau om dokter. Ini cuma sakit sedikit, daddy"
"Daddy nggak punya obat sekarang, nak. Daddy panggil om dokter biar dikasih obat ya?"
"Nggak mau, daddy. Tante suster jangan" katanya ketika melihat suster yang berjaga menekan bel yang ada di atas brankarnya.
Daddy tidak henti hentinya mengelus dada anaknya. Sebelah tangannya menggenggam tangan kecil milik putranya. Mikha memejamkan mata menikmati rasa sakit yang bercampur nyaman akibat elusan pada dadanya.
"Sakit sekali, nak?" Daddy semakin khawatir melihat Mikha yang terpejam sambil mengerutkan keningnya.
"Daddy jangan khawatir, adek sakitnya cuma sedikit kok" si kecil tersenyum menimpali ucapan daddynya.
Kemudian terdengar suara pintu dibuka disusul suara langkah bersahutan mendekat ke arahnya.
"Om dokter, Mikha nggak mau disuntik. Mau minum obat aja. Nggak mau tidur nanti mau ketemu mommy"
Anak itu sudah hapal betul kondisinya yang seperti ini. Ia hanya tidak mau tertidur lama akibat obat yang disuntikkan ke tubuhnya membuat ia tidak jadi bertemu dengan mommy nya. Ia sudah sangat merindukan mommy, tak mau lagi disuruh menunggu.
"Oke, om kasih obat minum aja ya? Mikha bisa minum pake air? Atau taruh dibawah lidah seperti biasanya saja"
Anak itu mengangguk kemudian membuka mulutnya sedikit. Ia tidak yakin disaat seperti ini ia bisa menelan air, ia hanya tidak ingin tersedak dan membuatnya kembali sesak. Kemudian dokter jefry meletakkan sebutir obat pada lidah Mikha. Anak itu terpejam menikmati rasa pahit dari obat dan sedikit rasa tidak nyaman pada dadanya.
Setelah menunggu beberapa menit dengan daddy yang tidak henti hentinya mengelus lembut dadanya akhirnya rasa sakit itu perlahan mulai menghilang. Tersenyum lembut pada daddy nya serta tangannya yang membalas genggaman.
"Udah nggak sakit, daddy. Om dokter, nanti adek tetap boleh kan bertemu mommy? Please"
Si kecil itu memohon dengan tatapan menggemaskan. Dokter Jefry serta sua orang susuter disebelahnya menahan untuk tidak mencubit gemas pasien kecilnya itu. Mikha itu anak yang sangat polos. Ia saja jarang sekali bersosialisasi di luar rumah dan rumah sakit atau bahkan tidak sama sekali. Dua bangunan itu yang selalu menjadi tempatnya tujuannya sedari kecil. Maka dari itu pemikiran serta sifat anak itu masih lugu. Dibalik itu semua, salah satu penyebab utamanya karena seluruh keluarganya sangat memanjakan dirinya."Boleh, nanti adek tetap boleh bertemu mommy. Om kan sudah janji dengan adek kemarin, kalo adek pintar, nurut kalau dikasih obat, om jef izinkan adek bertemu mommy dan lainnya"
"Daddy, itu mommy. Eh ada opa, oma, grandpa, grandma juga. Daddy, adek minta tolong daddy bilang sama mommy, adek sudah nggak sakit, tadi adek sakitnya cuma sedikit gitu daddy biar mommy nggak nangis"
Mikha tau setiap dirinya sakit maka mommy nya itu akan menangis seolah olah ikut merasakan sakitnya."Bilang sendiri saja, adek" itu suara dokter jefry yang ikut menimpali ucapan pasien kecilnya yang sedang berbicara dengan daddy nya.
Si kecil yang bingung dengan ucapan dokternya itu mengernyitkan alisnya membuat kedua alis tebal miliknya itu hampir menyatu. Bagaimana caranya ia berkomunikasi dengan mommy nya kalau ia berada disini. Suaranya saja tidak akan terdengan oleh orang diseberang kaca sana. Menggunakan handphone juga ia yakin tidak akan diizinkan karena ia masih berada di ruangan terkutuk ini.
"Iya, adek bilang sendiri. Sekarang kan adek sudah boleh pindah ke kawat rawat adek. Memangnya adek tidak mau?" Dokter jefry yang tahu kebingungan anak itu segera memberitahu maksut perkataannya tadi.
"Adek boleh bertemu mommy sekarang? Om dokter tidak berbohong?"
"Ya sudah kalau tidak ma-"
"Mau.. Mau! Adek mau, dokter. Adek sudah rindu mommy mau peluk peluk mommy"
"Ya sudah kita pindah sekarang saja, oke?"
"Oke! Daddy, mau gendong nggak mau pake ini" si kecil merentangkan tangannya ke arah sang daddy meminta untuk digendong. Masih ingat mikha yang sang tidak suka brankar ruangan ini, atau apapun yang berhubungan dengan ruangan terkutuk ini.
Daddy membawa Mikha kedalam gendongannya. Dokter jefry membantu menata selang infusnya agar tidak lepas saat berada dalam gendongan daddy brahma. Di samping kanan dan kiri anak itu terdapat suster yang membawa tiang infus. Rombongan itu berjalan keluar ruangan yang disambut dengan senyum hangat keluaganya yang sudah beberapa hari tidak bisa menemuinya.
"Mommy" si kecil merentangkan tangannya minta dipeluk. Mommy memeluk anak bungsunya itu yang masih berada dalam gendongan daddy.
"Mommy rindu sekali dengan adek" melepas pelukan lalu mencium setiap inci wajah putra kesayangannya itu. Ia sungguh sungguh rindu dengan putranya ini. Beberapa hari tidak bisa menyentuh putranya kini ia memeluk serta mencium kesayangannya itu. Bersyukur dalam hati karena anaknya itu sudah melewati masa kritisnya. Kondisinya sekarang sudah stabil dan tidak perlu lagi berada dalan ruangan intensive.
"Adek juga rindu sekali, mommy" ucap si kecil. Matanya meliat melihat keluarganya yang lain. Kemudian merentangkan tangannya dan meneluk satu persatu anggota keluarga disana.
"Adek rindu semuanya"
Semua disana tersenyum hangat merasa lega dalam hatinya karena bungsu kesayangannya kini berada dalam kondisi yang jauh lebih baik. Setelahnya mereka beriringan menuju ruang rawat anaknya dengan senyum yang sama sekali tidak luntuh dari wajahnya. Membayangkan suasana akan kembali hidup dengan ocehan serta rengekan anak itu membuat mereka semua merasakan senang dalam hatinya.
Daddy dan adek Mikha kecil 🤏🏻
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Angel
Fanfiction"Semua sayang adek, jadi adek harus kuat ya sayang" Si bungsu kesayangan keluarga Brahmana yang selalu dijaga. Bagaimana tidak, lahirnya ia adalah sebuah harapan semua keluarganya. Harapan untuk mengembalikan sebuah keluarga yang hampir retak. Lanta...