Steffi sedang duduk di samping kemudi dengan Brahma sebagai pengemudi. Tangannya dengan lembut mengusap-usap perutnya yang mulai membesar. Sekarang, kandungan Steffi akan menginjak usia 7 bulan tepatnya minggu depan. Karena kehamilan saat ini mengalami kelemahan, maka dokter menyarankan agar ia rutin memeriksakan kandungannya setiap minggu. Seperti saat ini, ia bersama sang suami sedang dalam perjalanan menuju ke rumah sakit milik keluarga guna memeriksakan kandungannya.
"Sayang, aku nggak sabar banget sebentar lagi mau ketemu adek. Rasanya aku pengen ketemu dia tiap hari, tapi nggak mau kamu capek harus bolak balik terus ke rumah sakit cuma buat USG. Eh tapi,," Brahma menghentikan ucapannya kemudian tangannya tergerak ikut mengelus perut buncit istrinya.
"Tapi adek nanti jangan sembunyi lagi loh, kan Daddy pengen liat adek. Masa adek sembunyiin terus mukanya. Minggu kemarin ditutupin sama tangan. Minggu sebelumnya juga, masa Daddy di pantatin" ujar Brahma dengan ekspresi kesal yang dibuat-buat. Steffi tidak bisa menahan tawanya saat itu juga. Melihat ekspresi sang suami yang terlihat menggemaskan. Bagaimana kalau orang-orang diluar melihat ekspresi itu. Pasti mereka akan heran. Bagaimana tidak, suaminya ini diluar selalu bersikap dingin dan irit bicara. Berbeda lagi jika berhadapan dengan keluarganya, ia akan berubah menjadi sosok yang lembut dan sedikit manja. Steffi jadi merasa memiliki 4 anak kalau di rumah. Hmm, sebentar lagi jadi lima. Membayangkannya saja membuatnya merasa bahagia, bagaimana nanti saat itu terjadi.
Brahma melajukan nobilnya dengan kecepatan sedang, mengingat ia sedang membawa dua nyawa lagi di sampingnya. Melihat lampu lalu lintas di depannya memberi tanda warna merah, ia mengehntikan kendaraannya. Tiba tiba dari arah belakang ada kendaraan besar yang menabrak bagian belakang mobilnya. Cukup keras hingga membuat Steffani terhantup dashboard mobil di depannya.
Brakk
"Aawss,, mas, sakit. Sshhh,,"
"Sayang, yang mana yang sakit? Perut kamu sakit?" Brahma seolah tau karena saat itu Steffi mencengkeram kuat perutnya.
"Hmm, sshh sakit mas. S-ssakit ssekali, hiks" Steffi terus menggumamkan kata sakit. Membuat Brahma panik setengah mati. Ia segera melajukan kendarannya ke rumah sakit. Jaraknya memang sudah dekat hanya tinggal 2 kilometer lagi. Biarlah urusan mobil yang menabraknya tadi akan ditangani oleh bodyguardnya saja. Saat ini yang terpenting adalah kondisi istri dan calon bayinya.
"Sayang tenang ya, tahan sebentar, oke. Kita mau sampai. Harus kuat buat adek ya, sayang" Brahma berusaha menenangkan Steffi sambil terus mengelus perut steffi.
Brahma segera menggendong Steffi setelah mobilnya terparkir di depan IGD. Menyadari kedua kaki Steffi mengalir darah yang cukup banyak, membuat Brahma semakin merasa panik. Ia berlari ke arah IGD mencari dokter dan suster yang bisa menangani keadaan istrinya.
"DOKTER! SUSTER! TOLONG! Tolong istri saya, saya mohon" Brahma membaringkan Steffi di brankar yang dibawa oleh beberapa dokter dan suster disana.
"Sayang tenang ya, harus kuat buat adek. Kuat ya sayang, aku temani" Brahma menggenggam lembut kedua tangan Steffi sambil berlari mengikuti arah brankar yang membawa istri serta anaknya.
"Maaf tuan, anda hanya bisa menunggu disini. Berdoa saja semoga tidak terjadi apa-apa. Saya permisi masuk" dokter Danu pamit masuk menangani istri pemilik rumah sakit.
Brahma menangis menunggu istrinya di luar pintu IGD. Pikirannya berkecamuk. Memikirkan kondisi istri dan calon bayinya.
Tak lama setelah itu, pintu kembali terbuka. Dokter Danu meminta izin supaya Steffi segera melakukan operasi untuk mengeluarkan bayinya. Dokter bilang Steffi mengalami perdarahan hebat, ketubannya pecah dan Steffi mengalami syok. Jadi bayi dalam perutnya harus segera dikeluarkan. Dokter Danu tidak bisa menjanjikan akan mengeluarkan bayinya dengan selamat, mengingat usia kandungan Steffi yang masih muda dan lemah sejak awal. Apalagi disertai dengan komplikasi komplikasi yang saat ini terjadi.
"Lakukan apapun untuk istri saya, dok. Saya mohon, usahakan selamatkan keduanya. Istri saya akan terpukul kalau tahu anaknya tidak bisa diselamatkan. Saya mohon"
"Saya akan mengerahkan semua ahli bedah, profesor kandungan dalam menangani ini. Kami akan berusaha semaksimal mungkin, tuan. Saya pamit membawa nyonya Steffi ke ruang operasi dulu" dokter Danu membawa brankar Steffi menuju ruang operasi.
Brahma segera menghubungi kedua orang tua serta mertuanya. Menceritakan semua yang telah terjadi. Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki bersautan. Benar dugaannya, itu adalah kedua mertuanya yang datang bersamaan dengan kedua orang tuanya. Brahma lantas berdiri, berlari memeluk Papi Damar, ayahnya. Ia menumpukan semua kesedihannya disana. Bagaimanapun, Brahma adalah anak bungsu di keluarganya. Sifat manjanya akan melekat sampai kapanpun.
"Pi, hiks hiks, Steffi di dalam pi. Aku nggak tau kondisinya kayak gimana sekarang. Pi, anak aku. Anak aku gimana, Steffi gimana. Aku takut, hiks. Brahma takut pi!" Brahma nyaris jatuh jika saja Papi Damar tidak menahan tubuhnya.
"Brahma, nak. Adek, jangan gini sayang. Kuat, harus kuat. Kamu harus kuat untuk istri kamu, untuk anak anak kamu di rumah dan untuk calon anak kamu. Papi yakin, dua duanya akan selamat. Steffi akan kembali bersama kamu, dan anak kamu akan lahir dengan selamat. Kamu harus yakin itu" Papa Damar menangkup kedua pipi sang anak untuk menatap matanya. Meyakinkan semua akan baik baik saja. Walau dalam hatinya, ia juga tidak sepenuhnya yakin.
Empat jam berlalu...
Ceklek
"Selamat tuan, nyonya Steffi dan bayinya selamat" ucap dokter Danu setelah keluar dari ruang operasi dan menghampiri keluarga pemilik rumah sakit.
"Anda bisa menemui istri anda setelah kami memindahkannya ke ruang rawat. Namun untuk bayinya, masih harus dipantau di ruang NICU karena kondisinya yang lemah. Saya juga perlu melakukan pengecekan menyeluruh pada bayi tuan dan nyonya mengingat saat dilahirkan anak anda tidak menangis. Denyut nadi dan saturasi oksigen anak anda juga jauh dibawah normal" jelas dokter Danu yang membuat hatinya lega sekaligus sedih secara bersamaan.
Kemudian suster mendorong brankar Steffi dan kotak inkubator dimana didalamnya terdapat bayi yang sangat kecil dengan keadaan kulit yang membiru. Seluruh tubuhnya dipenuhi oleh selang dan kabel kabel yang ia tidak tahu fungsinya. Melihat itu perasaannya menjadi tidak karuan. Bagaimana ia menjelaskan semuanya kepada istrinya nanti jika sudah siuman. Ia takut sang istri akan semakin drop dan tertekan jika mengetahui kondisi bayinya sekarang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Little Angel
फैनफिक्शन"Semua sayang adek, jadi adek harus kuat ya sayang" Si bungsu kesayangan keluarga Brahmana yang selalu dijaga. Bagaimana tidak, lahirnya ia adalah sebuah harapan semua keluarganya. Harapan untuk mengembalikan sebuah keluarga yang hampir retak. Lanta...