"Semua sayang adek, jadi adek harus kuat ya sayang"
Si bungsu kesayangan keluarga Brahmana yang selalu dijaga. Bagaimana tidak, lahirnya ia adalah sebuah harapan semua keluarganya. Harapan untuk mengembalikan sebuah keluarga yang hampir retak. Lanta...
Mommy membuka pintu kamar berniat membangunkan anaknya untuk makan siang. Pasalnya, jam makan siang anaknya itu telah lewat satu jam yang lalu. Ia sengaja memberi waktu sang anak agar beristirahat lebih lama. Melihat sang anak tertidur meringkuk di dalam selimut tebalnya dengan dahinya yang masi tertempel plester penurun panas mommy merasa sedih, lagi- lagi putra bungsunya itu sakit. Mommy membuka perlahan selimut yang menutupi bagian wajah sang anak. "Adek, bangun yuk. Adek belum makan siang, nak. Nanti bobo lagi kalo udah makan. Dikit aja nggak papa, mommy suapin ya?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Hiks hiks mommy" merentangkan kedua tangannya meminta sang mommy memeluknya. Mommy yang paham membawa mikkha dalam pelukannya, diusapnya surai yang anak.
"Kenapa, sayang? Shuutt, ada yang sakit ya? Ini nya sakit lagi, sayang?" Mommy bertanya sambil mengelus dada si kecil yang sekarang sedang bersandar di pundaknya.
Mikha menganggukkan kepalanya membenarkan perkataan mommy nya itu. "Sakit ini nya, mommy" ucapnya sambil tangannya mengepal dan memukul dadanya.
"Hei adek, jangan dipukul sayang. Nanti dia marah. Mommy usap usap ya. Adek minum obat habis ini terus makan. Sedikit nggak papa. Mommy telfon daddy dulu ya biar kesini bawa obat adek" mommy menahan kedua tangan anaknya yang masih berusaha memukul dadanya itu. "Tapi sakit, mommy hiks hiks"
Mommy segera menelfon daddy Brahma memberitahu kondisi si putra bungsu. Meletakkan kembali handphonennya ke atas nakas. "Iya mommy tahu, shuuutt nggak boleh nangis. Dokter Jefry bilang apa waktu itu. Adek, gaboleh nangis waktu kambuh nanti nafas adek makin sesak, nak" mommy melepaskan cekalan pada tangan putranya itu setelah dirasa sang anak sudah tidak memberontak lagi. Kedua tangannya beralih mengusap- usap lembut dada dan rambut anaknya itu.
Ceklek
Kemudian suara pintu terbuka diikuti suara langkah kaki bersautan memasuki kamar, itu adalah daddy Brahma yang datang bersama dengan ketiga anaknya yang lain. Tadi ketika mommy Steffi memberi kabar tentang kondisi bungsunya, mereka berempat sedang berkumpul di ruang keluarga melakukan aktivitasnya masing- masing.
Mikha yang melihat atensi Daddy nya itu menaikkan kedua tangannya dengan kedua mata yang berkac-kaca. Daddy brahma mendekat lalu memeluk tubuh kecil putranya itu, merasakan suhu panas yang berasal dari kulit pucat anaknya. "Hiks hiks daddy, sakit. Eungh ini nya hahh sakit lagi, Mikha nggak suka hiks"
"Adek minum obat dulu ya, nak. Daddy telfon om tomi buat siapkan mobil, kita ke rumah sakit ya, dek" daddy brahma membantu anaknya meminum obat, disaat seperti ini Mikha tidak akan bisa menelan obat dengan menggunakan air maka dokter menganjurkan agar obatnya diletakkan dibawah lidah. Mikha menejamkan matanya merasakan pahitnya obat, juga nyeri pada bagian dadanya yang semakin menjadi. Beberapa kali melenguh karena sakit yang dirasakan tidak sama sekali berkurang dan malah bertambah. Sepertinya efek obatnya memang belum bekerja karena reaksi obatnya akan terlihat setelah lima belas menit. Tapi karena Mikha sudah tidak kuat lagi menahan sakitnya juga nafasnya yang sekarang sangat sesak, ia hampir saja kehilangan kesadarannya.
Hahh Hahh Hahh
"D-Dad-ddy" menggenggam kuat tangan daddy nya yang sedari tadi bertautan.
Athala yang menyadari nafas sang adik mulai tidak beraturan, membawa tabung oksigen yang berada di sudut kamar sang adik untuk mendekat. Menyambungkannya dengan masker oksigen, mensetting aliran oksigen dan memasangkan masker oksigen itu ke hidung dan mulut adik kecilnya. "Nafas pelan- pelan, sayang. Bang Atha bantu" Athala mengusap- usap dada adik kecilnya yang bergerak naik turun dengan cepat karena tarikan nafasnya.
Mikha berusaha menghirup oksigen dari masker oksigen yang diberikan oleh abangnya itu. Tapi nihil, oksigen itu seolah menjauhinya. Seberapapun dalam ia menarik nafas dadanya akan terasa semakin sakit. Mikha menggenggam lebih kuat tangan daddy nya, memfokuskan matanya ke arah kakak keduanya itu sambil menggelengkan kepala.
"Pa, kita ke rumah sakit sekarang. Adek, biar abang yang bawa ke mobil. Jean bantu abang bawa tabung oksigennya" willian berlari meninggalkan kamar sang adik menuju ke halaman rumahnya. Membuka pintu mobil dan duduk di kursi kemudi. Mereka membawa tiga mobil termasuk mobil bodyguard. Ketiganya melaju kencang menuju rumah sakit milik keluarga. Bodyguard yang memimpin iring- iringan mobil menghidupkan sirine, memudahkan mereka membelah jalan ibukota yang cukup padat hari ini.
Di dalam mobil, Athala melakukan panggilan telfon dengan dokter Jefry. "Dokter saya minta tolong disiapkan, saya dan keluarga akan sampai ke rumah sakit sekitar lima menit. Mikha kambuh lagi, suhu tubuhnya 39,8 derajat, kondisinya sesak, masker oksigen lima belas liter dengan saturasi 65 persen"
"Tetap jaga kesadarannya, Athala. Jangan biarkan pasien tidur, saya akan persiapkan semuanya. Saya tunggu di depan IGD"
Sambungan diputus sepihak oleh Athala. Mikha yang sudah tidak kuat hampir saja memejamkan matanya sedikit lagi kehilangan kesadarannya. Athala memberi rangsangan dengan menekan kuat kuku jari sang adik hingga mata itu kembali terbuka. Hal itu ia lakukan berkali kali karena berkali kali juga sang adik hendak memejamkan matanya.
Tidak lama kemudian iring- iringan mobil itu sampai di depan IGD semua bersiap memindahkan Mikha ke brankar yang telah dokter Jefry siapkan. Kemudian brankar didorong masuk ke ruang IGD.
Mommy sudah tidak bisa menopang tubuhnya lagi. Ia ambruk di dekapan daddy Brahma tepat setelah brankar sang anak dimasukkan ke IGD. "Mas hiks adek, mas. Anakku di dalam" daddy Brahma mendekap tubuh sang istri. Hatinya juga hancur mendapati lagi- lagi putra bungsunya dalam keadaan tidak baik- baik saja.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.