Daddy

939 43 1
                                    

Setelah mendapat kabar bahwa cucu bungsunya dilarikan ke rumah sakit dan sekarang berada di ruang ICCU dengan kondisi yang tidak baik baik saja, kedua pasang orang tua itu memutuskan untuk pergi ke rumah sakit dan membatalkan semua urusan pekerjaannya. Opa johan dan oma elsa yang lebih dahulu datang karena memang mereka sedang berada di Indonesia. Sedangkan grandpa dan grandma baru datang satu jam yang lalu karena harus melakukan penerbangan dari Hongkong ke Indonesia.

Kini kedua keluarga besar itu berkumpul di depan ruang ICCU untuk melihat bungsu mereka dari luar kaca yang menjadi pembatas jarak antara mereka dengan si kecil.

"Adek, cucu oma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Adek, cucu oma.. hiks adek pasti kesakitan sekali di dalam sana kan, mas?" Ucap oma sambil memeluk opa. Ia begitu sedih melihat cucu bungsunya lagi lagi dalam kondisi seperti ini.

"Kita doain adek ya, biar kondisinya segera membaik dan bisa keluar dari sana. Cucu kita kuat, sayang"

Tidak berbeda jauh dengan grandpa dan grandma sekarang. Mereka berdua juga merasakan sedih akibat musibah yang terjadi. Bahkan grandma hampir pingsan saat pertama kali melihat cucunya yang terbaring lemah disana. Sekarang ia sedang ditenangkan oleh grandpa sambil duduk di depan pintu ruangan cucunya berbaring tidak sadarkan diri.

Jam saat ini menunjukkan pukul 2 dini hari, namun tidak satupun dari mereka yang dapat memejamkan mata. Mommy, Daddy dan ketiga anaknya bahkan sampai melewatkan waktu makan mereka. Pikiran mereka sekarang hanya terfokus pada bungsu mereka.

Tak lama kemudian suara emergency bell yang berasal dari ruang rawat putra bungsunya itu berbunyi disusul dengan dokter Jefry dan beberapa suster berlari menuju ruangan Mikha.

"Dokter, ada apa? Anak saya kenapa?" Mikha Brahma mencekal tangan dokter Jefry yang hendak masuk ke ruangan.

"Saya belum tau, izinkan saya masuk untuk memastikan kondisi pasien"

"Dokter, saya ikut" Athala bangkit mengikuti dokter Jefry untuk segera masuk ke ruangan adik bungsunya itu.

Sedangkan di dalam ruang suster yang sedang berjaga tiba tiba mendengar suara lenguhan yang berasal dari Mikha disusul dengan bergeraknya jari tangan kecil itu. Suster segera menekan bell yang terletak diatas ranjang pasien.

Suara langkah bersautan mendekat, itu para dokter dan suster yang datang menangani Mikha.

"Ada apa?" Tanya dokter Jefry. Kemudian perawat menjelaskan semua yang terjadi. Dokter Athala menepuk- nepuk lengan Mikha sambil memanggil namanya. Dokter Jefry mengeluarkan pen light untuk memeriksa pergerakan mata pasien kecilnya itu.

Euungh
Uhuuk
Uhuuk

"Dokter, Mikha sadar" itu suara Athala yang mendengar suara lenguhan disusul suara batuk dari mulut adik kecilnya itu yang saat ini masih terdapat ventilator disana.

"Adek, tenang ya. Buka mata coba, pelan pelan aja sayang. Abang Atha disini, Om dokter juga akan bantu adek. Buka matanya, sayang" Kemudian mata itu perlahan terbuka diiringi dengan air mata yang menetes dari mata indah itu. Athala paham pasti ini teramat menyakitkan untuk adik kecilnya itu.

"Mikha, bisa tahan sebentar ya nak. Dokter lepas ini dulu. Tarik napas yang panjang. Sebentar aja" ucap dokter Mikha lalu melepas selang ventilator pada mulut pasien kecilnya itu.

Uhuuk
Uhuuk
Hiks
Uhuuk

Mikha terus terbatuk sambil menangis. Tenggorokannya kini terasa sangat sakit. Kemudian dokter Jefry memasangkan masker oksigen pada hidung dan mulut pasiennya. Tangan Athala tidak berhenti mengelus dada adiknya yang masih naik turun dengan cepat karena masih menyesuaikan napasnya.

"Pelan- pelan nafasnya, adek. Jangan takut, abang temani adek disini"

"Hiks hiks abang" ucapnya dengan suara yang sangat lirih yang hanya mampu didengar oleh Athala yang saat itu tepat berada di sampingnya.

"Iya, abang disini. Udah nggak boleh nangis nanti adek makin sesak, sayang"

Mikha terdiam memejamkan mata menikmati usapan lembut yang diberikan oleh abangnya itu. Menyadari suara bising yang ada disekitarnya berasal dari monitor yang terhubung pada tubuhnya ia mulai memberontak. Mikha, si bungsu itu sangat trauma pada ruangannya saat ini. Berkali kali keluar masuk ruang ICCU tetap saja membuat Mikha panik saat ia berada di dalamnya. Dulu sekitar dua tahun yang lalau, ia sempat koma hingga dua minggu lamanya. Sejak saat itu ia sangat takut bila berada di ruangan ini, kalau ia tahu lokasinya berada di sini sudah pasti ia akan memberontak seperti yang sudah sudah.

"NGGAA MAUU.. hiks,, ABANG ..  hiks,, NGGAK MAU. Mau keluar sana, mau keluar hiks hiks mau sama Daddy" Athala mendekap sang adik yang terus memberontak. Dokter Jefry melepas kabel pada dada Mikha yang terhubung ke monitor dan mematikannya hingga suara bising monitor itu tidak terdengar lagi.

"Sudah sudah, adek. Udah hilang suaranya. Dengar kan suaranya sudah nggak ada. Adek tenang, ya" Athala terus mengelus punggung adiknya yang masih menangis dalam dekapannya.

"MAU DADDY! Mau daddy, abang. Mau disana sama Daddy" Rupanya apa yang dilakukan dokter Jefry belum cukup untuk membuat rasa takut anak itu hilang. Athala menoleh ke arah dokter Jefry meminta persetujuan supaya daddy nya itu bisa masuk menenangkan adiknya. Dokter Jefry mengangguk mengiyakan permintaannya. Kemudian salah seorang suster keluar memanggil dokter Brahma untuk masuk menemui Mikha.

Ceklek

"Suster, anak saya kenapa? Gimana keadaannya?" Mommy Steffi menanyakan kondisi putranya setelah suster keluar untuk menemui mereka.

"Anak tuan dan nyonya sudah sadar sekarang. Tapi sekarang pasien terus memberontak, dokter meminta tuan sebagai ayahnya untuk masuk agar menenangkan putra anda, tuan"

Daddy menangguk mendengar ucapan suster, lalu ia masuk ke ruangan dimana anaknya berada setelah sebelumny melapisi pakaiannya dengan baju khusus ruangan intensive.

Daddy berjalan ke arah brankar putra bungsunya itu.
"Adeek" diusapnya surai halus putra bungsunya itu yang masih sedikit memberontak dalam dekapan anak keduanya. Mikha mendongak menatap atensi daddynya.

"Daddy hiks" melepas pelukan kakak keduanya beralih merentangkan tangannya ke arah sang daddy.

Dicekalnya kedua tangan si kecil sambil menggeleng. "Nggak,, daddy nggak akan gendong adek sekarang. Adek istirahat daddy temani"

"Hiks hiks,, mau gendong. Nggak mau bobo disini daddy hiks" Mikha menggelengkan kepalanya dan kembali bergerak acak. Ia menolak keras ucapan daddy nya. Ia tidak ingin berada di ruangan ini sekarang. Daddy brahma melirik dokter Jefry yang berada tepat di depannya. Melihat dokter Jefry mengangguk, ia lalu membawa anaknya itu ke dalam gendongannya. Sebenarnya ia takut melakukannya karena tubuh anaknya saat ini dipenuhi oleh selang, baik selang infus yang ia tidak tahu berapa jumlahnya itu,  selang oksigen dan satu lagi selang kateter.

"Shuutt, udah nangisnya ya, nak. Udah daddy gendong ini. Kalo adek nangis terus nanti makin sesak nafasnya, terus nanti dadanya jadi sakit lagi. Adek mau bobo gini aja? Sambil gendong daddy gini? Yaudah bobo ya, nak. Daddy temani adek disini"

Malam itu Mikha tertidur di gendongan Daddy nya. Daddy brahma sesekali duduk di ranjang tempat tidur Mikha sambil memangku putra bungsunya itu. Sesekali Mikha melenguh dan mengeluarkan isakan kecil yang membuat Daddy Brahma kembali berdiri sambul mengayun- ayunkan anaknya itu. Malam ini, menjadi malam panjang untuk daddy. Walaupun begitu, ia juga merasa bahagia putra bungsunya sekarang sudah sadarkan diri walaupun kondisinya masih belum dikatakan baik- baik saja.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Little AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang