Salah Paham

844 64 4
                                    

Seseorang itu membuka masker dan menampakkan wajahnya.

"Kak Bunga?" Nabila langsung menyebut nama. Sontak Paul melepas pelukannya dan berbalik menatap Bunga.

"Hai. Lama nggak ketemu, gimana kondisi Salma? Gue tadi liat Diman di lorong bawa Salma kesini sampek panik gitu."

"Emmm, belum tau juga kak gimana kondisi Kak Salma. Dokternya belum keluar. Kak Bunga kok bisa disini?"

"Oh iya. Gue magang disini. Sebelum lulus kuliah gue udah fokus ngurus magang di luar negeri."

"Kok bisa kebetulan banget ya kita ngumpul disini. Btw si Rony juga disini." Paul mencoba menggali sesuatu, karena sejak awal Paul lah yang paling curiga akan kehadiran Bunga.

Dilihat dari raut wajahnya Bunga tidak terkejut samasekali, ia justru seperti sudah mengetahui keberadaan Rony.

"Rony? kalian ketemu Rony?"

"Pertanyaan lu aneh Bung, seolah-olah lu udah tau Rony disini."

"Ah....apaan sih? nggak....gue juga nggak tau dia disini."

"Kak Paul kenapa sih? kok kesannya jadi curiga gitu sama kak Bunga."

Tiba-tiba dokter muncul dari balik pintu. Paul pun langsung menghampirinya. Mereka berbincang menggunakan Bahasa Inggris. Namun dari perbincangan itu bisa dipastikan bahwa kondisi Salma cukup riskan. Benturan di kepalanya bisa saja membuat ia mengalami cedera otak traumatis yang parah. Oleh karena itu dokter meminta agar Salma bisa terus dalam pantauannya sampai benar-benar sembuh.

Paul terduduk lemas mendengar penuturan Sang Dokter. Dibantu oleh Nabila dan teman-temannya, Paul mencoba untuk berdiri lagi.

"Kak. Kak Paul yang sabar, Kak Paul harus kuat demi Kak Salma." Nabila adalah orang yang paling tenang diantara mereka. Apalagi melihat Paul yang begitu lemah, ia tak mungkin ikut jatuh dan rapuh.

"Nab. Aku gagal Nab." Paul menutup muka sambil tertunduk.

"Nggak Kak. Kakak jangan nyalahin diri sendiri."

"Powl. Salma bisa sembuh asal perawatannya bener. Lu jangan kayak gini. Lu harus bisa lebih kuat buat bikin Salma sembuh." Bunga yang masih ada di sana berusaha ikut meyakinkan Paul.

Paul hanya diam. Ia butuh waktu untuk mencerna semuanya dan kembali berpikir jernih.

"Nab. Mending lu bawa Powl balik ke apartemen. Biar dia tidur di kamar gua. Nggak enak kalo lu cuma berdua soalnya Salma nggak ada. Biar dianter sama Josse. Gue sama yang lain biar jaga disini."

"Ayo kak. Kak Paul istirahat aja dulu ya."

"Nggak Nab. Gue mau di sini."

"Kak. Jangan. Kita balik dulu ya. Kak Paul biar tenang. Besok pagi-pagi kita langsung kesini lagi."

"Udah Jos. Anter Nabila sama Paul." Tegas Rahman.

"Ayok. Nab." Josse membantu Paul berdiri dan berjalan pergi meninggalkan rumah sakit.

"Guys. Gue pergi dulu ya. Masih ada kerjaan. Nanti gue balik lagi."

"Iya Bung. Thanks ya."

"Okey."

Jam terus berjalan. Tak ada tanda-tanda Salma bangun. Ia seperti putri tidur yang lelap setelah memakan apel beracun.

Sedang Nabila, ia tidak bisa memejamkan mata. Pikirannya juga kalut meski sejak tadi tidak ditunjukkan. Saat ini ia tidur sendiri di apartemennya karena Paul harus terpaksa pindah di apartemen Rahman.

"Kepala ku pusing tapi nggak bisa tidur. Aku harus punya tenaga buat besok." Nabila akhirnya memakan obat tidur yang biasa ia minum saat insomnia. Disitulah Nabila baru merasakan kantuk yang begitu berat.

Teka Teki Salma | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang