Hilang

803 51 4
                                    

Entah apa yang kuperbuat hingga kamu pergi tanpa memberi kabar.
Entah apa yabg kulakukan sampai beban ini kau titipkan.
Tiba-tiba hatiku sangat sakit.
Untuk menerima kenyataan bahwa kamu telah pergi.

Setelah sekian lama menunggu, dokter kemudian keluar dengan wajah sedih yang tidak dapat disembunyikan.

"Dok, gimana kondisi suami saya?"

"Maaf bu. Kita sudah berusaha dengan sekuat tenaga, tapi Tuhan lebih sayang sama suami ibu."

"Maa...maksudnya apa? Suami saya baik-baik aja kan? Suami saya bakal sembuh kan dok?" Mama Rony nampak terkejut mendengar penuturan singkat Dokter Yuda.

"Maaf bu, sekali lagi kami minta maaf."

"Nggak. Nggak mungkin. Kak Ronnyyy...hiks, hiks, hiks." Via tak kalah histeris dari Mamanya.

Rony hanya bisa memeluk mereka berdua tanpa dapat berkata apa-apa. Kini penyesalannya semakin besar, ia bahkan belum sempat mengucapkan maaf atau selamat tinggal pada papanya.

Pemakaman selesai dilakukan sebelum tengah hari. Namun Rony masih setia menunggu di liang lahat. Perih dan sakitnya tidak dapat digambarkan. Daripada Via dan mamanya, ia mungkin jauh lebih merasa kehilangan. Sejak kecil ia selalu mengidolakan papanya, hanya karena ia tidak mau dipaksa untuk melanjutkan bisnis keluarga, Rony memilih bertahan dirumah neneknya. Bahkan sampai neneknya meninggal, ia masih tetap bertahan dirumah itu seorang diri demi menghindari konflik dengan papanya. Namun, laki-laki tua itu kini sudah tidak ada. Rony hanya bisa meratapi kepergiannya tanpa sempat mengucap maaf.

Mama Rony tidak ikut ke pemakaman karena pingsan. Karena khawatir jika ditinggal sendirian, Via pun bertugas menemani mamanya di rumah.

Rony berjalan sempoyongan tak tentu arah. Kini tanggungjawab papanya sudah pasti akan berpindah kepadanya, ia tak tahu harus memulai darimana. Rasanya ini terjadi terlalu tiba-tiba. Bahkan Rony tak sempat untuk mempersiapkan apapun.

"Ron." Rony tebelalak melihat kehadiran Bunga di hadapannya. "Gue turut berduka cita ya."

"Lu tau darimana gue disini?"

"Mama lo yang hubungin gue. Dia khawatir sama lo."

"Gue nggak papa." Rony berdiri dari tempatnya dan berniat untuk pergi meninggalkan Bunga.

"Ron." Bunga berusaha menahannya. "Lo nggak perlu pura-pura. Lu bisa kok cerita ke gue. Bukannya kemaren lu yang nyuruh gue buat terbuka? Lu juga bisa terbuka sama gue."

"Sorry Bung gue lagi pengen sendiri." Ucap Rony sambil melepas gengaman tangan Bunga.

Bunga hanya bisa menatap sedih. Ia tak tahu harus bagaimana agar Rony bisa tersenyum lagi. Rasanya hawa dingin Rony kembali menyelimutinya setelah akhir-akhir ini memudar.

Rony berjalan lunglai memasuki rumahnya. Di sana Via sudah menunggu dengan mata yang bengkak akibat menangis terlalu lama.

"Gimana kondisi mama?" Tanya Rony.

"Mama lagi istirahat dikamar kak. Kayaknya masih terpukul."

"Kamu istirahat aja. Biar gantian kakak yang jagain mama."

"Tapi kak..."

"Udah sana kekamar."

"Hmm." Via mengangguk tanda mengerti. Sejujurnya ia memang sudah tak ada tenaga lagi. Pikirannya kosong dan bayangannya abu-abu. Ia samasekali tidak menyangka bahwa papanya akan pergi secepat ini.

Tok tok tok. Rony mengetuk pintu kamar mamanya.

"Masuk." Mama Rony menjawab dengan suara yang lemas.

Teka Teki Salma | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang