Akhir Kisah di London

1K 65 3
                                    

"Ron, pelan-pelan gua nggak bisa lari." Salma belum sepenuhnya pulih. Kakinya masih terasa nyeri jika harus berjalan jauh. Tapi Rony malah mengerjainya, ia berlari jauh meninggalkan Salma yang berjalan dengan terseok-seok.

"Iya, iya, iya sorry." Rony akhirnya berbalik dan kembali pada Salma, nyatanya jiwa jahilnya tidak sebanding dengan rasa sayangnya pada Salma. Dan itu menunjukkan bahwa ternyata Rony yang lemah, ia tidak bisa melihat Salma kerepotan seperti itu. "Sini naik." Rony berjongkok di depan Salma.

"Nggak ah."

"Udah ayok. Apa mau gua paksa?"

"Iss maksa mulu kerjaannya." Salma dengan terpaksa naik ke punggung Rony.

Mereka berdua berjalan menyusuri pinggir sungai Thames sambil bercerita.

"Ron."

"Hmm."

"Lu bakal balik ke Indo nggak?"

"Hmmmmm. Belum tau sih. Emangnya kenapa?"

"Bentar lagi gue balik. Kalo elu nggak balik. Berarti kita nggak bakal ketemu lagi." Rony menghentikan langkahnya, memutar kepala kesamping untuk lebih dekat dengan Salma.

"Gue usahain ya Sal."

"Berat banget ya Ron?"

"Apanya?" Rony sedikit kaget.

"Gue. Udah ah turun, gua mau duduk disitu." Salma menunjuk ke arah bangku di pinggir sungai.

Rony menurunkan Salma atas permintaannya. "Akhirnya gua bisa duduk."

"Lu kapan baliknya?"

"Mungkin semingguan lagi."

"Nggak bisa lebih lama disini?"

"Nggak bisa Ron. Gue harus balik. Lu tau nggak sih si Novia udah mau nikah?"

"Hah? Serius?"

"Iya. Dia dapet produser musik yang keren banget."

"Wah. Nggak nyangka ya dia udah mau nikah."

"Si Paul juga tinggal nunggu Nabila lulus. Bentar lagi gua ditinggal sendiri ama dia."

Rony menatap Salma. Terlihat ada raut wajah sedih di sana, namun berusaha ditutupi. Salma mungkin terlihat baik-baik saja, tapi ia tetap merasa kehilangan jika Paul sudah menikah. Karena Paul adalah belahan dari dirinya, jika Paul pergi ia hanya akan menjalani setengah hidupnya dengan kesakitan.

Rony tiba-tiba meraih tangan Salma. "Sal, gue pasti balik ke Indonesia. Lu jangan kemana-mana ya. Tunggu gua di sana."

Salma menarik tangannya dari genggaman Rony. Ia kembali memasang wajah sedih. "Dulu, gue pernah diberi harapan sama seseorang. Tapi harapan yang dia kasih ternyata bohong. Gue nggak mau berharap lagi."

"Gue minta maaf sama apa yang udah terjadi di masa lalu. Gue tau gue salah dan kata maaf aja mungkin nggak akan cukup. Tapi gue janji, kali ini gue bakal berusaha lebih keras."

"Lu buktiin aja Ron."

Salma menutup mata, mengatur napasnya sambil menghirup lembut udara dingin yang berhembus. Rony melihatnya serius. Ia sungguh tak akan sanggup kehilangan gadis di depannya itu.

Rony mengikuti Salma. Menikmati udara malam dengan tenang sambil membayangkan betapa sudah berlalu  cepat kehidupan ini.

"Sal?"

"Apa?"

"Apa perasaan lu masih sama?"

"Apa?" Entah Salma pura-pura tidak dengar atau hanya terkejut, rekasinya sungguh diluar dugaan.

"Apa perasaan lu masih sama?" Rony mengulangi pertanyaannya sambil menatap dalam mata Salma.

"Apa itu penting buat lo?"

"Kenapa mikir gitu?"

"Ron. Gue nunggin lu bertaun-taun, gue nggak dapet kabar apapun dari elu. Sampek Novia diem-diem kerjasama sama Al biar kita balikan."

"Terus lu balikan sama dia?"

"Lu pikir gua bego. Gue liat mukanya aja udah nggak mau. Apalagi mau balikan. Gue cuma nggak nyangka aja. Ternyata orang suka kirimin gue kado  setiap hari itu dia bukan elo. Gue udah terlanjur simpen semua kadonya karna gua pikir itu dari elo. Gua juga ngira pas Novia bilang ada penggemar rahasia itu elu bukan dia. Ternyata gue salah, gue terlalu banyak berkhayal."

Rony mencoba memproses perkataan Salma. Ia pikir yang pernah Salma ceritakan dulu adalah kado pemberiannya diwaktu kecil ternyata bukan. Jadi selama ini Salma masih belum tau sosoknya diwaktu kecil.

"Lucu ya. Cuma gara-gara hadiah gitar dari lo. Gue langsung ngira lo kirimin gue hadiah-hadiah yang lain. Bodoh banget sih gue. Gue sampek berantem lo sama Novia gara-gara itu, gue nggak negur dia lama. Sampek dia mohon-mohon sama gue biar di maafin."

"Sal. Gue yang salah. Gue minta maaf ya."

"Itu udah berlalu Ron. Gue udah nggak kenapa-napa. Sekarang gue juga udah nggak tau Al dimana. Kabarnya perusahaan bokapnya bangkrut. Jadi dia mau nggak mau harus putus kuliah."

"Udah malem. Kita pulang yuk. Nanti gue dimarahin Paul."

"Iyah ayok."

Lagi-lagi Rony berjongkok didepan Salma untuk memberinya tumpangan. Ia tak ingin Salma berjalan kaki karena letak parkir mobil Rony yang terlalu jauh.

Mereka berjalan dalam diam tanpa perbincangan. Keduanya sama-sama menikmati situasi ini tanpa banyak bicara. Salma begitu nyaman berada di punggung Rony. Rasanya ia tak ingin melepaskan sosok yang dicintainya itu.

***

"Ron, gua pamit ya. Cepet nyusul lu." Paul berpamitan pada Rony sebelum pulang ke Indonesia. Tak terasa mereka di sana sudah satu bulan.

"Doain Powl. Semoga gua bisa cepet balik."

"Yoi. Nab ayok masuk." Paul ingin membiarkan Salma dn Rony untuk berbincang berdua. Ia tak ingin mengganggu obrolan diantara keduanya.

"Sal. Ati-ati ya."

"Iya." Salma sekuat tenaga menahan air matanya agar tidak keluar. Sampai tiba-tiba Rony merentangkan tangannya.

Salma pun tanpa sadar membalasnya dengan pelukan.

"Lu jangan ilang-ilangan lagi." Suara Salma berubah parau.

"Gue janji setelah ini, tiap hari gue bakal telpon."

"Gue tunggu di nikahan Novia. Awas aja sampek lu nggak dateng, gue nggak mau ketemu lu lagi." Ucap Salma sambil terisak-isak.

Rony tak memberikan jawaban pasti. Ia hanya mengelus-elus kepala Salma untuk menenangkannya. "Udah jangan nangis."

"Mak, ayok. Nanti telat." Paul memanggil Salma dari balik jendela mobil. Sebentar lagi mereka harus berangkat. Sayang sekali Rony tidak bisa mengantar sampai bandara karena masih ada urusan dengan klien yang tidak bisa ditunda.

"Ron. Gue jalan ya."

"Iya. Jangan nangis terus gitu dong. Gue kan jadi kepikiran."

"Hehehe. Udah nggak kok." Salma mengusap sisa-sisa air matanya yang sudah membanjiri seluruh muka.

"O iya. Nih pake, dijalan dingin nanti masuk angin lagi." Rony memberikan jaket tebalnya karena melihat Salma yang hanya menggunakan kaos lengan panjang biasa.

"Gue berangkat ya."

"Iya. Tungguin gue ya." Rony mengelus kepala Salma sambil tersenyum.

Salma mengangguk, ia kemudian berjalan masuk ke mobil karena Rony sudah membukakan pintu.

Tak lama mobil pun berjalan maju, meninggalkan Rony yang masih berdiri di sana. Salma memandang Rony sampai jauh dan tidak terlihat lagi. Usai sudah perjumpaan mereka di London. Episode selanjutnya entah akan berjalan seperti apa, Salma juga tidak tau. Tapi yang pasti ia akan menunggu janji Rony untuk menemuinya kembali.

Bersambung...

Teka Teki Salma | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang