****
“Kau kenapa?”
George bertanya karena sudah beberapa hari melihat adiknya itu melamun. Seperti punya masalah. Ketika ditanya, dia selalu menggelengkan kepala seperti sekarang. Kadang pula, tidak menyahut sama sekali.
“Apa karena Jane?” tanya George kembali.
Sebab, sudah berapa hari ini dia selalu diganggu oleh perempuan rubah itu.
“Bukan,” katanya pelan. Sambil mengaduk-aduk supnya. Dia terlihat seperti orang yang tak berselera makan.
George berdecak dibuatnya. “Kalau tidak mau makan, jangan diaduk-aduk!” tegurnya.
Memberenggut sebal kepada Kakaknya. Kemudian, dia memundurkan kursinya seraya bangkit dari duduknya. Berjalan meninggalkan ruang makan, tanpa sepatah kata.
George yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepala. “Ada apa dengannya?”
Laki-laki beriris merah itu berjalan menelusuri lorong. Tanpa tahu tujuan. Dia tiba di halaman belakang dukedom. Ada sebuah ayunan di dahan pohon rindang, Sergio berjalan ke sana. Lalu menduduki ayunan itu.
Sergio mengayun ayunan sembari menguap, dia mengantuk. Sudah beberapa hari, dia tidak bisa tidur. Karena mimpi buruk. Mimpi yang membuatnya enggan untuk tidur.
“Menyeramkan,” gumamnya.
“Sayaaangggg,” panggil seseorang. Dia tahu siapa pemilik suara itu.
Menghela napas lelah. “Datang lagi satu masalah. Kenapa dia bisa tahu keberadaan ku?” tanya heran.
Jane menyodorkan keranjang makanan, ke arah laki-laki tampan yang duduk di sebuah ayunan. “Sayang lihat! Aku membawakan kue kering untuk mu,” ucapnya.
Sergio tidak menerimanya. Dia malah berkata dengan sarkas. “Pasti tidak enak. Sana pergi!”
Kenapa bukan Victoria yang memanggil ku seperti itu? Eh? Kenapa pula aku berharap? batinnya kebingungan.
“Kok gitu sih?” katanya sambil memasang riak wajah masam. “Sayang kamu berubah.”
“Pergi,” usirnya. Tanpa menghiraukan perasaan perempuan itu. Hari ini, dia ingin sendirian. Tanpa diganggu oleh siapapun.
Bukannya pergi dia malah berkata, yang membuat Sergio semakin tidak suka kepadanya. “Kamu berubah sejak hilang ingatan. Dan, kamu jadi dekat dengan Victoria. Dia pasti mengatakan yang tidak-tidak tentang aku ‘kan? Supaya kamu tid—”
“CUKUP!” bentaknya berang.
“Pergi, selagi saya masih berkata baik-baik!” Sekali lagi. Dia mengusirnya.
Namun perempuan itu masih terdiam didekatnya, dengan keranjang makanan ditangannya. Hal itu membuat Sergio semakin geram.
“Anda yang pergi, atau saya yang pergi?” tanya Sergio dengan nada rendah.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Actually Happened?
FantasyTheo Aether adalah putra keempat Count Aether, dia juga dikenal sebagai pembuat onar dari keluarga Count. Suatu hari, ia disuruh oleh ibundanya, untuk membaca buku sejarah kekaisaran Veroland, tanah airnya sendiri. Di tengah-tengah kegiatan membac...