12: Hari yang begitu sial

124 52 3
                                    

“Ada apa dengan hari ini? Mengapa diriku bertemu dengan orang-orang  yang begitu menyebalkan, seperti takdirku saja!”—Sergio Rodriguez

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ada apa dengan hari ini? Mengapa diriku bertemu dengan orang-orang  yang begitu menyebalkan, seperti takdirku saja!”
—Sergio Rodriguez.

****

Felix sudah pulang lebih dahulu, karena ada urusan penting. Saat di perjalanan pulang dari toko Backry cake, Sergio tidak sengaja berpapasan dengan Kakaknya yaitu George. Dan berakhirlah dia di sini. Di toko perhiasan khusus perempuan.

Sergio terdiam membisu di depan etalase perhiasan. Dia bingung. Dalam hatinya bertanya, kenapa Kakaknya membawa aku ke sini?

Melihat adiknya yang tengah di landa kebingungan pun bertanya, “jangan bilang, kau lupa?”

Sergio menoleh ke samping, ketika suara bernada berat terdengar. Sebelah alisnya terangkat. “Memangnya ada apa?” tanya Sergio balik.

George memelototkan mata, lalu menghela napas kasar. Bagaimana bisa adiknya itu melupakan sesuatu sepenting ini. 

Menyentil dahi mulus milik Sergio, sehingga membuat sang empedu mengaduh kesakitan. Tetapi, hal itu dia hiraukan.

“Bagaimana bisa kau, melupakan hari ulang tahun tunanganmu sendiri?” ucapnya. “Apa kau, belum menerima surat undangannya?” tanya George.

Dahi Sergio mengernyit heran. “Surat? Aku belum men—”

Perkataannya terhenti, ketika sekelebat bayangan ingatan tadi pagi. Waktu itu pelayan pribadinya—Philip, membawakan satu surat ke dalam kamarnya. Namun ia abaikan, karena dia tengah terburu-buru datang ke toko Backry cake.

Jangan-jangan, itu adalah suratnya? batin Sergio berkata.

Dia memukul keningnya pelan. Bodoh! rutuknya di dalam hati.

“Jadi?”

“Jadi?” beo Sergio.

George berdecak sebal. “Sudah menerimanya atau belum?” tanyanya.

Sergio cengengesan tidak jelas, dibuatnya. “Sepertinya sudah,” ucapnya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Laki-laki bernetra merah itu memicingkan mata curiga. “Sepertinya?” jedanya. “Jangan-jangan, kau belum membacanya?” tanya George.

Sial! Intuisinya sangat tajam! ucap Sergio di dalam hatinya.

“Sergio Rodriguez, jawab!” desaknya.

“Begini Kak, sebenernya—”

Dengan cepat, George memotong perkataannya. “Aku tidak butuh penjelasanmu,” katanya. “Cukup katakan iya atau tidak!”

“Iya belum,” akuinya.

“Sudah ku duga!” cetusnya.

“Sergio dengarkan aku,” suruhnya. “Berhenti membuat nama keluarga Rodriguez, buruk di mata keluarga kerajaan. Terutama Kaisar dan Putri Mahkota.” George memperingati adik satu-satunya itu.

What Actually Happened? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang