Part 6

940 26 0
                                    

"Are you serious?!"

Kaluna tertawa mendengar suara terperanjat dari seberang teleponnya.

Akhirnya, setelah perjalanan yang cukup melelahkan. Saat ini, ia sudah berada di sebuah Salon kecantikan terkenal yang dilengkapi dengan fasilitas yang mewah. Setelah melakukan perawatan wajah, ia lanjut ke tahap manicure untuk mempercantik kuku jari tangannya, sambil ditata rambut oleh seorang hairstylist professional. Kaluna memilih untuk mengganti warna rambutnya menjadi warna Dark Brown sesuai pilihan Raka.

Of course, setelah melakukan pemaksaan yang panjang.

"Tapi keren, kan?"

"Iyasih, tapi kan udah punya tunangan. Bukan lagi status pacar. Astaga Luna, mending lu pikir-pikir lagi deh. Lu cakep, banyak yang mau sama lu."

Kaluna langsung mengalihkan pandangan pada seorang pria yang begitu sibuk berkutat dengan laptop di sebuah sofa tamu yang telah disediakan oleh pihak Salon. Raka terlihat sangat sexy dengan raut wajahnya yang serius.

Sudah lebih dari dua jam, Raka menemani Kaluna melakukan perawatan di Salon. Namun, pria itu justru lebih memilih menyibukkan diri dengan tugas pekerjaan. Satu sisi Kaluna merasa kagum, karena Raka benar-benar orang yang sabar. Bahkan sudah membuatnya menunggu lama seperti sekarang.

Bagaimana hal itu tidak semakin membuat Kaluna tergila-gila.

"I don't care, dia bakalan berlutut sama gue suatu saat nanti."

"But, do you know the girl?"

Tanpa sadar, Kaluna menyunggingkan senyuman penuh arti. Menatap pantulan wajahnya di cermin.

"Of course, I know a lot about her."

"Apa pun itu lu harus hati-hati. Gue dukung yang terbaik buat lu. Oh my gosh, gue kangen banget kita kumpul."

Kaluna terkikik, "Kapan lu balik? Bawa gandengan, misalnya."

"Shut up! Gue gada waktu deh buat cinta-cintaan. Mikirin rintis usaha disini aja kepala gue udah puyeng, besok deh ya gue liburan. Jemput gue di Bandara, Okay?"

"Okay, nanti gue telepon lagi. Bye, bitch."

Usai mematikan sambungan telepon, Kaluna menatap pantulannya di Cermin. Senyum puas di bibirnya terbit, terlihat sangat berbeda dan jauh lebih berkelas dengan model gaya baru rambutnya. Tidak sia-sia Kaluna mengeluarkan uang puluhan juta untuk mendapatkan hasil yang memuaskan sesuai dengan keinginannya.

"Rambutnya sangat cocok, perfect."

Kaluna mengangguk, menyetujui pernyataan Hairstylist tersebut. "Yeah, i love it."

Kaluna menengok pada Raka lalu bersiul memanggil pria itu. Raka melirik dan tersenyum simpul sambil mengacungkan jari jempol. Memahami maksud Kaluna untuk memberikan penilaian pada rambut barunya. Kaluna tertawa kecil.

"Dipercepat jangan lama," titah Kaluna beralih pada perias kuku dan dibalas anggukan patuh.

~
 
Menjelang malam hari, saat ini Raka berakhir duduk di sebuah meja makan besar bersama kedua orang tua Kaluna. Tentu saja, ia merasa kecanggungan yang luar biasa karena bukan hanya sebatas orang tua Kaluna namun pemilik yayasan Sekolah tempatnya bekerja sekarang.

"Dengar-dengar Pak Raka ingin mempercepat pernikahan?" Tanya Bara membuka pembicaraan.

Raka mengangguk, "Rencananya ingin seperti itu, Pak. Saya meminta doa yang terbaik. "

"Tentu, saya tidak sabar untuk menghadiri pernikahan kalian," jawab Bara tersenyum simpul.

"Sepertinya Pak Raka cukup dekat dengan Kaluna, sebelumnya Kaluna tidak pernah membawa siapa pun ke Rumah," ucap Adelia.

Kunyahan di mulut Raka, seketika berhenti. Sedikit terkejut, mendengar penuturan ibu kandung Kaluna. Memang tidak aneh lagi, mengingat di Sekolah pun Kaluna tidak pernah berbaur dengan siswi lain. Berarti, Raka lah orang pertama yang di undang oleh gadis itu ke Rumahnya.

Raka tersenyum kikuk, "Oh iya?"

Adelia mengangguk, "Akhirnya Kaluna punya orang yang dirasa dia dekat. Anggap saja Kaluna seperti anak Bapak ya," pesan Adelia, dibalas senyuman simpul oleh Raka.

Dianggap seperti anak? Raka terkekeh dalam hati. Ragu Kaluna akan setuju dengan hal tersebut.

"Bagaimana perkembangan Kaluna di Sekolah, pak Raka?" Tanya Bara.

"Sejauh ini, masih cukup baik Pak."

"Ini Sekolah ke-8 nya Kaluna, saya sudah menitip kepada adik saya, Pak Anton dan guru yang lainnya agar bisa lebih ekstra sabar pada Kaluna."

Adelia menyentuh punggung tangan suaminya, "Kaluna anak yang baik, pah. Dia butuh lebih banyak bimbingan dan pengertian orang sekitar saja."

"Ya, tentu. Kaluna anak yang baik, betul pak Raka?"

Raka mengangguk, tersenyum tipis. "Betul, pak."

Di sela-sela pembicaraan, tak lama Kaluna datang lalu tanpa permisi duduk di sebelah Raka. Mengusap lembut paha Raka dari bawah meja, ia mengulas senyuman penuh arti.

"Nanti kita nonton di kamar aja ya," bisik Kaluna.

Raka mengerutkan dahinya, rencana apalagi yang dibuat Kaluna?

Dari sudut pandang Raka, Kaluna anak yang sangat bebas dan terlalu dimanja. Entah Kaluna yang kurang didikan atau memang karakter alami dari gadis itu. Ia terlihat sangat cuek, mengenakan balutan tanktop pink dan rok mini memperlihatkan pahanya yang putih dan mulus. Jelas, itu sangat tidak sopan namun tidak ada yang menegur termasuk orang tuanya sendiri. Raka hanya terdiam, cukup memahami dan memaklumi.

"Malem ini aku mau belajar sama pak  Raka, boleh kan?" Tanya Kaluna pada kedua orangtua nya.

Adelia mengangguk, "Boleh dong, sayang."

Kaluna terkekeh. Tanpa sepengetahuan Raka, ia mencuri kesempatan untuk mengecup bibir Raka diam-diam saat kedua orangtuanya sibuk makan. Raka terbelalak, mencengkeram tangan Kaluna di bawah meja yang hanya dibalas kerlingan centil oleh Kaluna.

"Tapi apakah kamu sudah benar-benar persiapkan dengan baik?" Tanya Bara menatap serius pada Raka, mengalihkan perhatian kedua insan itu.

Raka berdehem agar menetralkan suaranya, lalu ia mengangguk. "Saya pastikan semuanya berjalan dengan lancar. Selain memberi bimbingan, saya juga mencoba untuk menggali lebih dalam kompetensi yang dimiliki dari para calon siswa yang akan mengikuti lomba."

"Saya percayakan semuanya sama pak Raka. Jika boleh, saya ingin Kaluna juga ada peningkatan dalam Matematika."

Merasa namanya terpanggil, Kaluna mendengus jengah. Matematika adalah rivalnya. Lagi pula ia juga tidak terlalu peduli dengan nilainya yang selalu berakhir mengenaskan.

"Dad, Luna ngga suka Matematika," ucap Kaluna.

Tanpa mengindahkan omongan Kaluna, Bara kembali melanjutkan, "Saya ingin Kaluna juga ada kemajuan dari segi pembelajaran Matematika."

Kaluna berdecak, Nafsu makannya menjadi hilang.

"Mungkin saya akan adakan kelas tambahan khusus untuk murid yang agak sulit memahami pembelajaran," jawab Raka sontak Kaluna langsung melemparkan tatapan tajam ke arahnya, jelas ini sebuah bentuk sindiran yang menohok.

"Maksud lu, gue bego?" Gertak Kaluna.

Raka meringis, ketika Kaluna sengaja menginjak salah satu kakinya dengan gerakan memutar. 

"Sayang, jaga ucapan kamu," tegur Adelia.

Tak menghiraukan teguran Adelia, Kaluna membanting alat makannya. Beranjak bangun, "Luna, kenyang." Setelah itu ia melenggang pergi meninggalkan ruang makan begitu saja.

Menghela nafas, nafsu makannya ikut menghilang. Terlintas sebuah ide licik yang sekiranya bisa membalas perbuatan Kaluna yang selalu semena-mena dengannya, "Bagaimana jika Kaluna yang akan saya bimbing untuk mengikuti Olimpiade lusa?"

 
^^

Kaluna (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang