Kaluna mendengus, menyadari bahwa saat ini seluruh pasang mata terpusat kepadanya dari awal ia menginjakkan kaki memasuki gerbang Sekolah. Bahkan tak jarang para siswa menyapa Kaluna dengan ramah dan meminta Selfi bersama yang tentu saja di tolak mentah-mentah oleh gadis itu. Memang ini bukanlah pertama kali bagi Kaluna dan sudah menjadi hal yang lumrah jika Kaluna selalu menjadi pusat perhatian dimana pun. Namun, kali ini terasa benar-benar membuat dirinya tak nyaman.
"Lun, boleh foto ga?" Dua orang siswa menghampiri Kaluna, memasang senyuman semanis mungkin.
Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Kaluna melemparkan tatapan sinis lalu melengos begitu saja meninggalkan dua orang siswa tersebut. Tidak peduli jika dirinya akan di cap buruk. Lagi pula, Kaluna tidak menginginkan ketenaran dan digemari banyak orang. Apalagi harus bersikap pura-pura baik. Dipikir-pikir, kenapa isi murid di Sekolah ayah angkatnya ini norak sekali? Kaluna menggeleng-gelengkan kepala.
Baru saja hendak memasuki kelas, Kaluna dikejutkan dengan suara heboh seisi murid kelas yang menyambut kedatangannya. Mereka semua berdiri di depan pintu kelas, memeluk Kaluna tanpa canggung seolah mereka sudah sangat dekat dengan dirinya. Tatapan Kaluna menemukan Caca tengah cengengesan di belakang.
Pasti si anak setan pelakunya, batin Kaluna.
"OMG, gue liat video nyanyi lu. Ternyata suara lu bagus banget," puji salah satu siswi yang bahkan Kaluna tidak tahu namanya.
"Ternyata lu paket lengkap banget sih, Lun. Udah cantik, kaya, punya suara bagus lagi. Fiks, lu harus ikut eskul musik." Ucap siswi di sebelahnya.
"Iya juga ya? Lu belum ikut eskul apa pun kan?"
"Kelas kita beruntung banget, punya Kaluna. Lu harus nyanyi sih kalo ada pensi nanti," timpal siswi lain.
Kaluna diam, tidak menyahut.
Rayna, siswi yang dulu sempat menawarinya ikut eskul cheerleader tiba-tiba berjalan mendekat, lalu merangkul pundak Kaluna.
"Enak aja, cakep-cakep gini cocoknya jadi Team Cheerleader gue. Iya kan?" Tanya Rayna, menolehkan kepalanya pada Kaluna yang sedari tadi hanya bungkam tanpa mengeluarkan ekspresi apa pun.
Kaluna menghempaskan tangan Rayna, "Gue ga minat, eskul apa pun. Sorry," jawabnya lalu berjalan santai menuju kursinya. Sedangkan Caca, gadis itu terkikik saat Kaluna melemparkan tatapan mautnya. Ia mengikuti sahabatnya itu dari belakang.
Setelah mendudukkan diri di kursi, Caca langsung menopang dagu dengan satu tangan menghadap Kaluna. "Serius lu gamau ikut eskul musik?"
Kaluna berdecak, bersedekap lengan menyenderkan punggung ke kursi, "Gue gada waktu banget buat ikut begitu, ga tertarik juga." Jawabnya.
Caca semakin merapatkan tubuhnya pada Kaluna, "Pak Raka ada di sana loh," bisiknya.
Satu alis Kaluna terangkat, "Raka?"
Caca mengangguk cepat, dengan ekspresi wajah yang sangat meyakinkan.
"Tapi si Raka kan guru-"
"Kalau matematika itu, di pegangnya sama Pak Andi. Pak Raka juga punya bakat di seni musik. Jadi sama pak Raka deh, harusnya sih di pegang bu Linda cuman kan dia lagi cuti hamil. Beuh kalo liat pak Raka lagi main gitar, cakep beuttt. Pengen gue halalin aja rasanya," sela Caca.
Kaluna terkekeh, menoyor kepala gadis berkacamata itu. "Enak aja, Raka punya gue. Lu inget noh si burung!"
"Ogah gue, dia aja lagi pacaran sama anak Osis."
Kaluna tersenyum meledek, "Galau dong?"
"Sorry ya, gada kata ‘Galau’ di kamus hidup Caca Celina!" Sanggah Caca.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kaluna (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction"Kalo gue maunya sama lu, gimana?" "Saya sudah bertunangan, Kaluna." Kaluna putri Antonio, seorang gadis cantik yang mengejar cinta seorang guru Matematika yang sudah bertunangan, Raka Praja Mahesa.