Raka meneguk salivanya susah payah, apakah Nayla telah melihat kemesraannya bersama Kaluna barusan? Degup jantung Raka berpacu cepat, bibirnya seketika terasa sangat kelu hanya untuk mengucap sepatah kata pun.
"Kalian masih latihan?" Tanya Nayla memecah keheningan di antara mereka. Raut wajah gadis itu berubah menjadi polos, seolah tidak mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi tanpa sepengetahuannya itu.
Menghembuskan nafas lega, Raka berdehem untuk menetralkan kegelisahannya. Ia mengulas senyuman tipis, sambil memasukkan kedua pergelangan tangan ke dalam saku celana. Ia melangkahkan kaki menghampiri Nayla. Sementara itu, Kaluna bersedekap lengan santai, bersikap seakan tidak terjadi apa pun. Raut wajah gadis itu tetap datar, saat tatapannya dengan Nayla bertemu.
"Ini juga baru selesai, kamu udah selesai ngajar ballet nya?" Tanya Raka, mengangkat satu tangannya mengusap helaian rambut Nayla yang jatuh.
Nayla mengangguk sebagai jawaban, mengalihkan lirikannya pada Raka. "Nayla mau pulang. Kalau kamu-"
"Tunggu di mobil ya, nanti aku nyusul."
Belum sempat menjawab, perhatian mereka teralihkan pada Kaluna yang beranjak keluar ruangan dengan sengaja menabrak pundak Nayla begitu saja. Sontak hal itu pun tak luput dari pandangan Raka, pria itu hanya bisa menghela nafas. Setelah kepergian Kaluna, Nayla melayangkan tatapan sinis ke arah Raka. Bibir gadis itu mengerucut sebal, "Nayla ga suka banget sama dia."
Raka terkekeh, "Bukannya kemarin ngefans banget?"
"Ga jadi," Jawab Nayla, diiringi gelengan cepat. Raka tertawa kecil menanggapi respon Nayla, lantas ia mengacak gemas rambut tunangannya itu.
"Tunggu di parkiran sana, aku mau beres-beresin dulu barang aku di kantor."
Nayla mengangguk. Raka terkekeh, saat Nayla mencuri kecupan pada sebelah pipinya lalu berlari cepat kabur meninggalkan Raka. Bukannya berjalan menuju ruangan kantornya, Raka justru melangkahkan kakinya berbelok mengikuti jejak Kaluna. Pasti amarah gadis itu sudah meluap, yang harus ia lakukan sekarang yaitu menenangkan terlebih dahulu kekasihnya sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Raka sudah hafal betul tantrumnya Kaluna.
Langkahnya terhenti saat melirik celah pintu kamar mandi yang sedikit terbuka. Raka melangkahkan kaki perlahan, agar berusaha tidak menimbulkan suara apa pun. Menyipitkan kedua matanya, mengintip dan mendengarkan obrolan Kaluna pada seseorang melalui panggilan telefon.
Lalu Raka melihat Kaluna memasukkan ponselnya pada saku jaket yang ia kenakan. Sepertinya panggilan telefon itu baru aja selesai. Setelah itu, Kaluna membasuh wajahnya pada kran air wastafel. Raka menghela nafas, melangkahkan kaki memasuki kamar mandi tersebut.
"Luna-"
Merasa namanya terpanggil, Kaluna menoleh ke arah sumber suara. Tatapannya bertemu dengan Raka yang tengah berjalan mendekat ke arahnya. Kaluna hanya diam, mematikan kran air tersebut lalu mengelap wajahnya menggunakan tissue. Tak menggubris kehadiran Raka..
"Are you okay?" Tanya Raka, hendak menyentuh pipi kekasihnya namun sudah terlebih dahulu ia tepis.
Kaluna tersenyum miring, "Lu berharap gue ngapain? Nangis di pojokan gitu?"
"Kamu mau aku anter pulang dulu? Aku bisa anter kamu dulu baru Nayla."
"Ga perlu, gue bisa pulang sendiri. Gue bukan cewe manja kayak cewe lu itu," jawab Kaluna ketus.
Setelah mengatakan itu, Kaluna baru saja ingin melangkahkan kaki hendak menjauh namun satu tangannya kembali di tahan oleh Raka. Amarah Kaluna sudah diatas ubun-ubun, tidak dapat lagi menahan emosinya yang memuncak. Berbalik badan, tanpa aba-aba lagi Kaluna langsung mengangkat satu tangannya menampar Raka dengan kuat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kaluna (SUDAH TERBIT)
Fiksi Remaja"Kalo gue maunya sama lu, gimana?" "Saya sudah bertunangan, Kaluna." Kaluna putri Antonio, seorang gadis cantik yang mengejar cinta seorang guru Matematika yang sudah bertunangan, Raka Praja Mahesa.