part 3

1K 29 4
                                    

"Gue duluan ya, buru-buru banget mau kumpulan rapat OSIS."

Bel istirahat telah berbunyi lima menit yang lalu. Kini, hanya mereka berdua yang tersisa di dalam kelas. Dengan tergesa-gesa, Caca berkemas menyiapkan beberapa lembar dokumen keperluannya untuk menghadiri rapat OSIS. Sebagai ketua OSIS yang teladan, Caca cukup disiplin untuk selalu tepat waktu agar dapat memberikan arahan selama rapat berlangsung.

Sementara itu, Kaluna terlihat tidak menghiraukan Caca, ia sibuk memoleskan sebuah lipstik pada bibirnya.

Sebelum berjalan, Tiba-tiba Caca teringat sesuatu. Ia menjentikkan jari tangannya, memutar badan menghadap Kaluna. "Ada gosip, lun. Gue baru inget kalo kemarin gue liat cewe keluar dari ruangan Pak Raka."

"Cewe?" Sebelah alis Kaluna terangkat saat menoleh cepat pada Caca.

Caca mengangguk antusias, "Kayaknya sih, tunangannya. denger-denger, pernikahan Pak Raka bakalan dipercepat."

"Kapan?"

"Gatau, gue. Lu yakin mau sama pak Raka? Kayaknya dia udah bucin banget deh, Lun."

Kaluna bungkam. Menghentikan kegiatannya yang sedang dandan. Mendengar perkataan Caca barusan, seharusnya Kaluna tidak perlu heran lagi. Memang cukup sulit, ketika ia menaruh perasaan pada seorang pria yang sudah memiliki pasangan. Tidak hanya akan di cap buruk, tapi masih banyak risiko lain yang harus ia terima dan hadapi.

Tapi, Kaluna tetaplah Kaluna. Tidak ada hal yang mustahil untuk bisa ia dapatkan. Jika rencananya untuk mendapatkan Raka belum membuahkan hasil bahkan sampai ke jenjang pernikahan, tentu saja itu tidak akan membuat Kaluna gentar dan berhenti begitu saja.

"Tapi tunangannya Pak Raka emang secantik itu sih, karismatik nya-"

Melemparkan lirikan tajam, dengan gerakan cepat ia beranjak bangun dari kursi dan menarik rambut Caca. Mencengkeramnya kuat hingga membuat gadis bertubuh mungil itu mengaduh kesakitan.

Kaluna menyeringai, "Jangan bikin gue berubah pikiran buat pertahanin beasiswa lu di Sekolah ini. Shut up!" Desisnya lalu menghempaskan jambakannya pada rambut Caca dengan kasar.

"Tapikan kan itu menurut gue," protes Caca.

"Gue ga butuh pendapat lu."

Mendengus kesal, Caca mengurungkan langkah kakinya tatkala mendengar kembali suara Kaluna dari belakang.

"Bawain makanan sama minuman ke ruangan Raka. Gue mau makan siang sama calon gue," titahnya.

"Ogah! Gue buru-buru."

"Sialan, berani lu ya! CACA!!" Teriak Kaluna.

~

"CACA!!" Panggil seorang lelaki dari jarak jauh.

Merasa namanya dipanggil, Caca menoleh ke arah sumber suara di belakang. Ia melihat Elang sedang berjalan cepat menghampirinya. Berdecak malas, Caca kembali melanjutkan langkahnya tidak ingin menghiraukan musuh bebuyutannya itu.

Mood-nya sudah terlanjur buruk gara-gara Kaluna. Berbicara dengan Elang, justru akan semakin memperparah rasa kesalnya. Karena pasti tidak lain lagi, Elang akan menanyakan tentang Kaluna. Caca mengumpat dalam hati, kenapa sih di Sekolah ini selalu Kaluna, Kaluna, dan Kaluna. Apa istimewanya perempuan bengis itu? Bahkan Caca saja yang sudah berteman sejak dari bangku Sekolah Pertama seringkali hilang kesabaran saat menghadapi sikap arogan seorang Kaluna.

Saat jarak mereka sudah dekat, tanpa menunggu lama, Elang langsung menarik tangan Caca membuat gadis berkacamata itu terperanjat.

Caca melemparkan tatapan sinis, "Ribet lu ya! Apaansi burungggg?!"

"Kurang ajar lu, bikin gue cape aja bangke!" Maki Raka.

"Apaan sih? Sibuk ini gua."

"Kaluna mana?"

Caca berdecak malas, benar saja dugaannya. "Kaga tau. Buang-buang waktu gue aja lu, ah!" sewot Caca berbalik badan, namun lagi-lagi Elang kembali menahan salah satu lengan Caca.

Tidak kuasa menahan amarahnya, Caca langsung memukul wajah Elang membabi buta menggunakan lembaran dokumen di tangannya. Dengan sigap, Elang langsung melindungi aset wajahnya dari serangan amukan Caca. Bisa runyam jika aset kebanggaannya rusak, skill buayanya akan berakhir sia-sia.

"Ampun Ca, buset!"

"APAAN LAGI SII?!!!" Kesabaran Caca sudah sangat menipis. Darah ditubuhnya cepat mendidih, jika gadis itu sedang dibuat kesal. Apalagi saat menghadapi Elang, rasanya Caca ingin menelan siswa preman itu hidup-hidup.

Elang nyengir lebar, "Bagi lolipop dong."

Meskipun raut wajahnya sudah ditekuk masam, Caca tetap menyerahkan permen Lolipop yang tersisa satu-satunya. Elang memang sudah biasa malak permen Lolipop milik Caca, padahal bisa saja Elang beli dengan dompet gemuk nya itu. Namun bagi Elang, rasa Lolipop dari Caca berbeda karena diberikan dengan raut wajah yang cemberut.

Elang membuka bungkus permen Lolipop dari Caca, "Jokiin tugas Kimia gua, Ca."

"Berani bayar berapa lu?"

"Gocap," jawab Elang.

Caca berdecih, "Gada harga dirinya banget otak gue dibayar gocap."

"Belagu lu! Gocap juga bisa nyambung makan lu besok," celetuk Elang.

Caca mendelik, "Lah ogah gua. Mana ada joki gocap, lu nya aja yang melarat." setelah itu, Caca benar-benar berjalan menjauh tak menghiraukan Elang.

"Sialan lu, eh CACA!"

~

"Kenapa chat gue ga dibales?"

Tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptop, Raka sudah tahu siapa pelaku yang membuka pintu ruangannya tanpa izin. Sebenarnya, Raka sempat menyesali kenapa ia tidak langsung buru-buru meninggalkan kantor ketika bel istirahat telah berbunyi. Entah lah, ke tempat di mana ia bisa menyibukkan diri dengan tenang tanpa ada gangguan siapa pun. Karena sudah pasti, Kaluna akan mengganggu kesibukannya seperti sekarang.

Hari ini jadwal rapat Sekolah dan mengajar sangat padat, banyak tugas nilai akhir semester yang belum ia selesaikan. Tentu saja, kedatangan Kaluna hanya akan menambah beban frustrasinya saat ini.

"Ada yang bawain makanan sama minuman kesini?" Tanya Kaluna.

"Siapa?"

Kaluna memutar bola matanya kesal, "Caca sialan," gumamnya merutuki Caca.

Ceklek

Suara bunyi pintu yang terkunci berhasil menarik perhatian Raka. Ia menaikkan sebelah alisnya bingung, entah tujuan apalagi gadis gila itu mengunci ruangannya dengan kondisi hanya mereka berdua di dalam. Jika ada yang melihat, Raka khawatir orang-orang pasti akan berasumsi buruk dan dapat mencoreng reputasinya di Sekolah ini.

"Jangan di kunci, Kaluna." tegur Raka,  memejamkan mata sejenak berusaha menetralkan emosinya agar tetap bersikap tenang.

Kaluna menoleh, mengulas senyuman tanpa rasa bersalah, "Gue gamau tunangan lu ganggu. Katanya, dia kesini kemarin. Iyakah?"

Raka menyenderkan punggung pada kursi di belakangnya. Satu tangannya terangkat, memijit pelipis dengan gerakan memutar. Raka sudah sangat lelah seharian ini. Rasanya, ia hanya ingin mengangkat kedua tangan pasrah bahkan sebelum menghadapi Kaluna.

"Bukan urusan kamu."

Kaluna terkekeh, "Bukannya peraturannya sudah jelas, orang asing dilarang masuk ke Sekolah tanpa ada kepentingan. Betul pak?"

"Saya banyak kerjaan Kaluna," ucap Raka.

"Lu ngelanggar, dong?"

Raka menghembuskan nafas kuat, "Kamu mau apa?"

Dengan langkah anggun, Kaluna memutari meja besar Raka sambil bersenandung kecil. Jari-jari lentiknya memijit sensual pada pundak lebar Raka dari belakang. Lalu Kaluna memasukkan sebuah kunci pintu ruangan itu ke dalam kantong kemeja milik pria maskulin tersebut.

Kaluna berbungkuk, menghembuskan nafasnya pada tengkuk Raka. Menggoda guru muda itu. "Mau lu."

^^

Kaluna (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang