"Kirain lu udah lupa sama gue," ucap Anak lelaki itu, membuka pintu kamarnya.
Kaluna tertawa kecil, mengacak rambut lelaki itu. Rambutnya menjadi jauh lebih panjang dari terakhir kali ia mengunjunginya.
"Yakali lupa sama adek sendiri." Menjatuhkan ranselnya ke lantai, Kaluna meletakkan beberapa lembaran uang di atas meja Gema dan menarik kursi duduk untuk melihat sebuah lukisan yang belum jadi itu.
Gema, adik angkat Kaluna. Hanya mampu menghela nafas, lalu memungut tas ransel Kaluna dan meletakkannya di atas meja. Kebiasaan Kaluna belum pernah berubah, yaitu ceroboh. Lalu tatapan Gema menemukan lembaran uang di atas meja.
"Gue masi ada duit, Lun. Buat lu aja, " ucapnya.
"Kemarin bibi telepon gue, katanya lu butuh biaya buat ujian Sekolah lu. "
"Ya tapikan udah beberapa bulan lalu, udah gue bayar lah. "
"Yaudah si, ambil aja. Songong lu, "ketus Kaluna.
Gema memilih bungkam. Lelaki yang tengah terduduk di kursi roda itu lalu memutar rodanya mendekat pada Kaluna. Meraih kuas, ia kembali melukis sebuah sunset pemandangan pantai.
"Kan cuma lu yang inget sama gue," sahut Gema mencelupkan kuasnya pada kanvas
Kaluna menoyor pelan kepala Gema pelan, "Apaan si lu!"
Bolos dari Sekolah, Kaluna mengarahkan tujuannya ke tempat Gema. Saat ini Gema menginjak usia 14 tahun, Berbeda dengan Kaluna yang tumbuh dalam kemewahan, Gema justru memilih tinggal sederhana bersama Anum, saudari kandung dari mendiang sang ayah Kaluna dan Gema.
"Ngelukis mulu," ucap Kaluna, menatap wajah serius Gema yang sedang melukis.
"Iyalah, ga ngelukis bisa makan angin gue."
Kaluna tertawa kecil, "Makanya ikut momy "
Gema berdecih, enggan menjawab.
"Gimana sekolah lu?"
"Santai kali, Homeschooling ini. "
Kaluna mendelik sinis, "Di Sekolahin formal tau rasa lu!"
Gema terkekeh, "Gua tau, lu kesini kabur gara-gara bolos kan?"
"Tau aja lu." Kaluna nyengir.
Gema berdecak miris sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, meledek Kaluna.
"Mau liat sunset?" Tanya Kaluna saat melihat sebuah pemandangan sunset yang indah.
Gema tertawa seketika, mencolek hidung Kaluna dengan kuasnya. Kaluna refleks tersentak. Ia menepuk bahu lelaki itu sebal, "Rese banget sih!"
"Lagian, ada bae lu. Ribet kaki cacat gini ke tempat rame," ucapnya. Kaluna menghapus cat di hidungnya dengan tissue kecil yang selalu ia bawa dalam saku seragam.
"Ga harus gitu juga dong, cat lu kan kotor. Mahal nih perawatan gue," gerutu Kaluna.
Gema mencebikan bibirnya, meledek Kaluna.
"Lebay lu semenjak tinggal ama nyonya besar."
"Emak luu!" Teriak Kaluna.
"Ogah! Mak lampir kayak gitu, sapa yang mau jadi anaknya. Lu aja udah ber-aura setengah lampir. "
"Sialan lu, nyesel gue kemari. "
Gema tertawa puas.
"Bibi mana? Ga liat gue," ucap Kaluna beranjak dari duduknya, berjalan menuju sebuah lemari kecil di dalam kamar Gema.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaluna (SUDAH TERBIT)
أدب المراهقين"Kalo gue maunya sama lu, gimana?" "Saya sudah bertunangan, Kaluna." Kaluna putri Antonio, seorang gadis cantik yang mengejar cinta seorang guru Matematika yang sudah bertunangan, Raka Praja Mahesa.