Part 7

3.6K 70 1
                                        

"MASUK AJA," teriak Kaluna ketika mendengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya. 

"Kaluna," panggil Raka, setelah memasuki kamar Kaluna lalu menutup pintu kamar itu dari dalam.

"Perkataan saya serius, kamu bakal saya persiapkan untuk Olimpiade akhir semester nanti." Raka menyilangkan kedua lengan, bersandar pada pintu kamar Kaluna.

Dengan posisi tengkurap di atas kasur, Kaluna sibuk berkutat dengan laptop miliknya. Agenda terakhir mereka yaitu menonton film. Tentu, Kaluna tidak ingin menyia-nyiakan  kesempatannya bersama Raka seharian ini.

Sambil bersenandung kecil, Kaluna berdecak malas ketika Raka kembali melanjutkan perkataannya.

"Kamu dengar ga Kaluna?"

Kaluna menoleh ke belakang, melihat Raka yang masih berdiri di depan pintu.

"Mau jadi penunggu pintu lu?" Ledek Kaluna, tidak menghiraukan perkataan Raka.

Raka menghela nafas, melepas jaket di tubuhnya lalu menyampirkannya pada kursi meja rias Kaluna. Sekilas ia melihat alat kecantikan Kaluna yang sangat penuh dan tersusun rapih. Raka ragu, jika Kaluna sendiri yang melakukannya. Tatapan Raka berkeliling, memperhatikan area kamar Kaluna yang luas dan bernuansa modern.

Tak sengaja, sorot mata Raka menemukan sebuah foto anak kecil lelaki yang terpajang di atas meja nakas dekat kasur Kaluna. Raka meraih foto tersebut, sedikit penasaran. 

"Lu nginep aja." Raka menoleh cepat pada Kaluna, lalu meletakkan kembali foto tersebut ke tempat semula. Ia berjalan mendekat dan mendaratkan bokongnya di sisi kasur gadis itu.

"Nanti saya pulang," ucap Raka.

"Di luar lagi hujan."

Raka tertawa, "Saya kan make mobil."

"Iya, deh. Si paling mobil," cibir Kaluna. Raka terkekeh, mencubit gemas hidung Kaluna.

Kaluna kembali mengalihkan perhatiannya pada layar laptop. Diam-diam Raka memusatkan pandangannya pada gadis nakal yang tengah sibuk memilih film itu. Cantik, sangat cantik. Raka masih tidak habis pikir, kenapa gadis secantik Kaluna sangat mengejar dirinya yang hanya seorang guru swasta. Bahkan jika Kaluna mau, banyak pria jauh lebih baik dan layak untuk menjadi pendampingnya.

Bukankah Kaluna terlalu sempurna untuk menjadi orang ketiga?Raka tertawa dalam hati, baginya Kaluna tidak lebih dari gadis labil yang sedang dilanda kasmaran.

"Cantik kan?" Celetuk Kaluna tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptop.

Raka tertawa kecil menanggapi perkataan Kaluna.

"Tunangan saya tetap paling cantik."

Kaluna memutar bola mata malas, "Nikahnya juga ntar sama gue," jawab Kaluna penuh percaya diri. Lagi-lagi Raka hanya terkekeh kecil menanggapi ucapan Kaluna.

"Lu mau film apa?" 

"Film ringan aja. Lebih baik yang ada edukasinya,"

"Bokep?Awhh-" Kaluna mengaduh saat Raka  menampar pelan bibirnya.

"Mulutnya," tegur Raka.

Kaluna melayangkan tatapan sinis, "Yakan itu juga edukasi."

"Ga gitu juga, Kaluna..."

Mimik wajah Raka berubah menjadi bingung ketika Kaluna justru menutup layar laptopnya. Tanpa aba-aba gadis itu bergerak cepat menarik Raka hingga terlentang di kasur lalu menindih tubuh besarnya sambil menciumi seluruh wajah Raka dengan gemas. Raka tidak melakukan perlawanan apa pun, ia sudah lelah dan hanya bisa pasrah.

Kaluna (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang