Part 18

762 27 0
                                    

Di tempat lain, seorang gadis tengah duduk di atas kasur sendirian. Menatap lurus dengan tatapan kosong. Pikirannya  berkecamuk, berusaha mengingat siapa anak perempuan di balik foto tersebut. Nayla tersentak saat tiba-tiba mendengar suara pintu kamar yang terbuka, buru-buru ia menyembunyikan foto di tangannya pada bawah bantal.

Nayla menoleh, menemukan wajah ibu kandungnya yang tersenyum ke arahnya. Nayla membalas senyuman ibunya itu. Tak lama kemudian, wanita paruh baya berusia 40 tahun itu menutup pintu kamar putrinya dari dalam. Menghampiri Nayla dan duduk di sisi kasur.

Tangan Santi terjulur, mengusap sisi wajah Nayla dengan lembut.

"Mamah khawatir banget kamu kenapa-kenapa, "ucapnya.

Nayla mengusap punggung tangan Santi di wajahnya, menampilkan senyuman samar. Tatapan Nayla turun ke bawah, "Nayla gapapa, Mah. Kecapean aja."

"Mamah panggil in Dokter ke rumah, ya? Perasaan Mamah belum tenang, Nayla."

Nayla menggeleng lirih, "Aku gapapa, mamah."

Santi tersenyum, mengangguk mengiyakan.  Setelah itu ia menarik selimut untuk menutupi sebatas pinggang Nayla.  Secara tidak sengaja, tatapan Santi menemukan sebuah potongan sesuatu di bawah bantal putrinya.

Saat hendak meraih, refleks Nayla menahan tangan Santi. Dengan gelagapan Nayla berusaha mengalihkan perhatian ibu kandungnya, "Mah, aku mau susu."

Santi terkekeh, "Boleh, sayang. Mamah buatkan buat kamu ya?"

Nayla mengangguk cepat. Setelah itu, Santi beranjak bangun sebelum itu ia mengecup kening Nayla. Lalu melenggang keluar kamar putrinya menuju dapur.

Melihat punggung Santi yang sudah menghilang, Nayla menghembuskan nafas lega. Diraihnya sebuah foto dari bawah bantal tersebut, seutas senyuman terpatri di wajahnya yang lesu.

"Kamu siapa?" gumam Nayla menatap anak perempuan di balik foto tersebut.

__

Kaluna berkedip-kedip lucu, melirik bergantian pada kedua pria yang hanya bergeming di tempat saling menatap satu sama lain. Tidak ada yang memulai interaksi duluan di antara mereka.

Lebih tepatnya, dibalik wajah Raka yang datar ada sedikit keterkejutan yang pria itu sembunyikan kala melihat kondisi adik Kaluna yang ternyata duduk di kursi roda. Sedangkan Gema, menatap bingung siapa pria yang sedang di gandeng kakak perempuannya.

Penampilan Raka sangat rapi dan formal dengan balutan kemeja cokelat dan celana bahan tanpa ada kusut sedikit pun. Pada bagian lengan kemeja tersebut digulungkan hingga sebatas siku dengan lipatan yang bahkan sangat rapi. Mencerminkan sosoknya yang perfeksionis dan sangat menjaga penampilan.

Dengan posisi berdiri di samping Raka, Kaluna mengalungkan tangan kanannya merangkul sebelah tangan Raka. Lalu mencengkeram pelan, memberikan kode pada pria itu.

"Salaman sama Gema," bisik Kaluna, matanya melotot pada Raka.

Raka menurut, ia mengulurkan satu tangannya pada seorang lelaki yang sedang duduk di sebuah kursi roda itu. Gema masih diam, tidak menghiraukan uluran tangan Raka. Tatapannya beralih pada Kaluna.

"Siapa yang bukain pintu?" Tanya Gema.

Kedua alis Kaluna menyatu, bingung. "Gada, gue masuk sendiri. Bibi mana?"

Gema mengangguk kecil, "Lagi ada pengajian, paling malem balik."

Raka menghela nafas, menarik kembali tangannya yang tak dihiraukan oleh sosok yang dipanggil ‘Gema’ itu. Raka menggerutu dalam hati, adik kakak sama aja tukang ngeselin.

Kaluna (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang