Setelah perdebatan cukup panjang akhirnya baik Renjun dan Haechan saat ini sudah berada di dalam salah satu kamar hotel berbintang yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat Haechan menghentikan mobilnya beberapa saat lalu.
"Orang dimana-mana kalau luka itu ya ke rumah sakit bukan ke hotel!" Ujar Renjun yang kemudian mengeluarkan beberapa plester dan obat yang ia beli saat perjalanan ke hotel beberapa menit lalu.
Bukannya menjawab kalimat Renjun, Haechan malah dengan santainya membuka kaus putih yang tengah ia kenakan. Membuat tubuhnya yang terlihat cukup atletis terekspos begitu saja.
"Aku tidak suka dengan rumah sakit." Ujar Haechan santai sembari mendudukkan dirinya di atas kasur setelah membuang bajunya asal.
Renjun yang mendengar ucapan Haechan pun mendengus dan membalikkan tubuhnya, membuat pemandangan yang pertama kali menyambut matanya adalah tubuh toples milik Haechan.
"Bilang saja kau takut kan?" Ceplos Renjun yang kini tengah berjalan menghampiri Haechan, sedangkan yang ditanya pun terkekeh pelan dan mengangguk singkat.
Renjun yang sudah berdiri tepat di depan Haechan pun mendengus, tangannya dengan hati-hati membuka perban yang ada di bahu si pemuda tan. Sesekali bibirnya terbuka meloloskan sebuah ringisan yang membuat Haechan reflek mengangkat salah satu alisnya.
"Kalau takut ke rumah sakit ya jangan cari gara-gara seperti ini! Lalu siapa yang memasang perbannya?" Ujar Renjun dengan nada ketusnya tapi wajah dan matanya terlihat sangat fokus pada luka di bahu Haechan.
"Temanku, dia yang biasanya mengobatiku. Tapi karna sekarang ada kau, jadi mulai sekarang kau yang menggantikan tugasnya." Sahut Haechan yang seketika meloloskan rintihannya saat Renjun dengan sengaja menekan lukanya.
"Sudah cukup aku jadi budakmu ya brengsek! Jangan menambah tugasku gara-gara kelakuan abnormalmu!" Semprot Renjun yang kemudian tanpa perasaan menuangkan alkohol tepat di luka Haechan, membuat ringisan kembali terdengar dari si pemuda tan.
Untuk beberapa saat tidak ada pembicaraan lagi diantara keduanya. Renjun yang terlihat sangat fokus melakukan pekerjaannya membersihkan dan mengobati luka Haechan, sesekali rintihan kecil lolos dari bibirnya setiap ia membubuhi luka Haechan dengan obat. Sedangkan Haechan tidak sedikit pun memalingkan pandangannya dari wajah Renjun.
"Yang diobati itu kau atau aku? Kenapa kau yang kesakitan." Haechan yang sejak tadi memandangi wajah Renjun pun membuka suaranya, membuat si pemuda Huang berdecak kesal dan melirik sekilas ke arah Haechan yang tengah memandangi dirinya.
"Ck, aku manusia normal! Tidak seperti kau!" Sahut Renjun dengan nada dan wajah ketusnya yang mengundang dengusan kencang milik Haechan.
"Lagian kau ini belum puas menerima tinjuku ya? Sampai harus mencari gara-gara lagi dan menambah luka." Ujar Renjun tanpa memalingkan fokusnya pada luka Haechan yang tengah ia obati.
"Pasti kau habis memukuli orang tidak bersalah kan?!" Renjun kembali membuka suaranya sesaat setelah selesai memakaikan obat.
"Pikiranmu soalku sepertinya jelek semua ya?" Sahut Haechan dengan wajah tengilnya yang membuat Renjun memicingkan matanya.
"Ya memang faktanya kan begitu!" Ketus si pemuda Huang lagi yang kemudian mengambil perban dan plester yang sudah ia siapkan. Dengan sangat hati-hati ia memasang perban baru tersebut pada luka Haechan yang sudah ia obati, membuat Haechan yang melihat betapa seriusnya wajah si pemuda Huang pun tertawa kecil.
"Sudah, masukan ini kedalam pembayaran hutangku ya brengsek. Awas saja kalau tidak, cih." Ujar Renjun dengan wajah galaknya yang kemudian berniat beranjak pergi. Namun kedua matanya seketika membulat saat mendapati Haechan menarik kuat tangan kanannya, membuat tubuhnya terbanting begitu saja ke atas kasur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil's Triangle ✓
RomansRenjun sangat paham dan sangat tahu bahwa dirinya benar-benar berada dalam posisi yang berbahaya dengan terjebak bersama si kembar Lee Donghyuck dan Lee Haechan. Tapi dirinya tidak bisa memikirkan apalagi melakukan apapun untuk bisa keluar dan pergi...
