Qionglin keluar dari ruangan Sing dengan langkah tertatih, rasa kecewa menggantung berat di hatinya. Pikirannya berkecamuk, mencoba menerima kenyataan pahit yang baru saja diterimanya. Sing orang yang sangat ia cintai ternyata memang tidak pernah mencintainya selama ini. Itu terbukti dari saat Sing sadar tadi. Berharap namanya yang di sebut karena memang ialah yang sedang di sana bersama Sing tapi ternyata harapannya sia-sia. Sing malah menyebut nama gegenya, Zayyan. Apakah orang yang selama ini Sing sukai adalah Zayyan? Apakah Sing menyukai kakak tirinya? Jika benar apakah Zayyan mengetahuinya? Ia hanya berharap semua dugaanya tersebut adalah salah. Sing adalah pria yang normal, tidak mungkin jika Sing menyukai pria apalagi itu kakaknya sendiri. Dengan tangis yang ditahannya, Qionglin melangkah menuju ruang tunggu di mana Zayyan dan Leo berada.
Melihat Qionglin telah kekuar, Leo segera berdiri menghampiri Qionglin. Tatapan penuh kekhawatiran terpancar dari mata Leo, sementara Zayyan menatapnya dengan ekspresi bingung dan cemas.
"Qionglin, apa yang terjadi? Apa Sing sudah sadar?" tanya Leo, suaranya penuh perhatian.
Qionglin hanya mengangguk pelan, berusaha menahan air mata yang ingin tumpah. Ia tak ingin lagi membebani Leo dengan rasa sakitnya.
"Dia sudah sadar" jawabnya singkat, berusaha terdengar tegar.
Mendengar itu Zayyan pun ikut mendekat.
"Benarkah?" tanya Zayyan untuk memastikan lagi.
"Iya kak. Dan dia mencarimu." jawab Qionglin berbohong. Sing memang tidak mengatakannya tapi dengan menyebut nama Zayyan di saat dia sadar, itu artinya Sing sedang membutuhkan Zayyan saat ini.
"Baiklah, kalau begitu aku masuk dulu." ucap Zayyan.
Qionglin pun hanya mengangguk.
Zayyan tersenyum kemudian melangkahkan kakinya menuju ruangan Sing.
Zayyan membuka pelan pintu itu agar tidak mengganggu istirahat Sing. Dengan langkah perlahan Zayyan mendekati Sing yang tengah berbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.
“Sing” panggil Zayyan lembut, mencoba menarik perhatian Sing yang sedang menatap kosong langit-langit rumah sakit.
Sing tersadar dan menatap Zayyan dengan pandangan dingin. Ia diam saja, tidak ingin berbicara dengan orang yang selama satu minggu terakhir ini telah membuat hidupnya berantakan, hingga berujung pada kecelakaan yang menimpanya. Perasaan marah dan kecewa berbaur dalam hati Sing, melihat Zayyan yang kini berdiri di hadapannya dengan raut wajah penuh penyesalan.
"Sing bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit?" tanya Zayyan melihat sedih kondisi Sing saat ini. Tapi ia juga bersyukur karena adiknya tersebut telah siuman.
Sing mengalihkan pandangannya, menolak untuk bertatapan dengan Zayyan.
"Kenapa kau di sini?" ucap Sing dingin.
"Tentu saja aku mengkhawatirkan mu Sing. Bagaimana bisa kau berakhir seperti ini?" tanya Zayyan sedih, karena dia memang belum tau sebab dari kecelakaan adiknya tersebut.
"Berhentilah berpura-pura Zayyan. Aku muak melihatnya." sarkas Sing kasar.
"Aku benar-benar mengkhawatirkan mu Sing. Aku.." belum sempat Zayyan menyelesaikan ucapannya Sing lebih cepat mendahuluinya.
"Keluar!" ucap Sing tanpa melihat Zayyan.
"Sing" Zayyan masih mencoba berbicara dengan Sing.
"Apa kau tuli? Aku bilang keluar!" teriak Sing emosi.
Mendengar itu Zayyan kaget. Dengan sedih dan pasrah ia pun menurut dan memilih untuk keluar. Zayyan hanya tidak ingin membuat Sing lebih marah yang mana nantinya malah akan berdampak buruk pada kondisinya, mengingat Sing baru saja sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apple Magic (Sing & Zayyan)
FanfictionZayyan yang sering diperlakukan buruk oleh Sing adik tirinya tiba-tiba mendapatkan kekuatan magis yang tidak di duga-duga. Ia bisa mendengar suara hati seseorang serta bisa membaca pikiran orang lain hanya dengan menyentuhnya. Dan sejak memiliki kek...