Chapter 36

611 57 17
                                    

“Zayyan, kenapa kau tidak memberitahu kami kalau kau akan pergi ke Taiwan?” tanya Wain, suaranya terdengar kesal namun bercampur sedih.

Dia masih sulit menerima kenyataan bahwa Zayyan pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun. Setelah lulus bersama, Zayyan tidak memberitahu dirinya maupun Lex bahwa ia akan meninggalkan negeri ini.

“Maafkan aku Wain. Maaf juga Lex. Aku benar-benar lupa mengabari kalian. Semuanya terjadi di luar rencanaku.” jawab Zayyan dari seberang telepon, suaranya terdengar menyesal namun terburu-buru.

Lex yang sejak tadi diam, tiba-tiba meraih ponsel dari tangan Wain.

“Zayyan, tadi kami berdua datang ke rumahmu. Kami ingin mengajakmu jalan-jalan, tapi tante bilang kalau kau sudah tidak tinggal di sana. Dia bilang kau menyusul Sing ke luar negeri. Apa itu benar?” Suara Lex lebih tenang, tapi jelas dia juga kecewa dan tidak percaya.

“Iya Lex.” Zayyan menghela napas panjang sebelum melanjutkan,

“Aku ke sini menyusul Sing. Mama memintaku untuk menemaninya sampai kuliahnya selesai.” Zayyan sedikit mengada-ngada, mencoba menjelaskan alasannya.

Wain kembali berbicara, kali ini nadanya lebih pelan.

“Zayyan, seharusnya kau memberitahu kami. Setidaknya kami bisa mengantarmu ke bandara. Bahkan... kau belum sempat mengucapkan salam perpisahan.”

Hening sejenak di antara mereka bertiga, hanya suara hembusan napas yang terdengar. Zayyan menyesal, dan Wain serta Lex merasa kecewa.

“Aku benar-benar minta maaf, Wain, Lex.” Zayyan akhirnya berkata, nadanya tulus.

“Aku janji, aku akan sering menghubungi kalian. Kita pasti akan bertemu lagi.” ujar Zayyan tersenyum di balik telpon.

Meski mereka masih merasa sedih, mereka tahu persahabatan mereka belum berakhir. Taiwan mungkin jauh, tapi hati mereka tetap dekat.

*
*
*

Di tempat lain, tampak dua pria tampan berdiri di depan sebuah rumah, menekan bel dengan perlahan. Leo dan Wuxian datang untuk menemui Zayyan. Tak lama, pintu pun terbuka, menampakkan seorang wanita tua namun masih terlihat anggun dan cantik karena memang umurnya yang baru memasuki kepala lima. Dengan senyum lembut, Mama menyambut mereka dan mempersilakan kedua sahabat Sing itu untuk masuk.

Mereka duduk di ruang tamu, suasana terasa nyaman dan familiar. Tak ada sedikit pun rasa canggung, karena mereka memang sudah sering bertandang ke rumah ini.

"Kalian ke sini ada keperluan apa?" tanya Mama dengan suara lembut dan penuh kehangatan.

"Kami ingin bertemu Kak Zayyan, Tante. Kak Zayyan ada, kan?" jawab Wuxian.

Raut wajah Mama berubah sejenak, alisnya mengerut pelan.

"Apa Zayyan tidak memberitahu kalian?" tanyanya.

Leo dan Wuxian saling menatap, bingung.

"Soal apa Tante?" tanya Wuxian, mencoba memahami situasi.

"Zayyan sudah pindah ke luar negeri." jawab Mama dengan nada tenang.

"Tante sengaja mengirim dia ke sana untuk menyusul Sing."

"Bukankah Tante tidak ingin mereka bersama?" Wuxian menyelidik, penuh tanya.

"Itu dulu" sahut Mama, senyumnya semakin tulus.

"Sekarang Tante sadar, kebahagiaan mereka yang paling penting. Tidak ada hal lain yang Tante inginkan selain melihat mereka bahagia."

Apple Magic (Sing & Zayyan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang