Malam itu, setelah kepergian Sing, Zayyan menatap semua orang di ruangan tersebut dengan sorot mata yang serius. Dengan lembut namun tetap menjaga sopan santunnya, Zayyan mengungkapkan dengan jujur bahwa ia tidak bisa bertunangan dengan Ryujin. Ia mengatakan bahwa dirinya bukanlah pria yang tepat untuk Ryujin. Ryujin berhak mendapatkan pria yang sempurna dan terbaik di dunia ini, dan ia merasa dirinya bukanlah orang tersebut.
Alasan yang Zayyan ungkapkan bukan hanya sekadar kata-kata, melainkan refleksi dari perasaan dalam hatinya yang terdalam. Ia merasa dirinya tidak pantas untuk Ryujin, bukan hanya untuk Ryujin, tapi juga untuk wanita manapun. Zayyan sadar, ia bukan lagi dirinya yang dulu, bukan lagi pria yang kehormatannya masih utuh, bukan lagi Zayyan si pria sejati. Sekarang, ia hanya merasa dirinya sebagai pecundang, karena membiarkan kehormatannya direnggut oleh adik tirinya sendiri. Perasaan ini menghantui Zayyan setiap saat, membuatnya merasa bahwa ia tidak layak untuk mencintai atau dicintai oleh siapapun.
"Jay!" panggil seseorang sambil menghampiri Zayyan yang sedang duduk melamun di meja belajarnya.
"Mama?" Zayyan menoleh dan melihat Mamanya duduk di tepi ranjang di sebelahnya.
"Jay, lagi ngelamun ya?" tanya Mama, mencoba menebak.
"E-enggak, Jay cuma lagi mikirin tugas kuliah aja," jawab Zayyan, berusaha menyembunyikan kegelisahannya.
"Apa yang Sing bilang tadi malam, apa itu benar?" tanya Mama hati-hati.
"Ah itu..." Zayyan menggantung kata-katanya, bingung untuk menjelaskannya.
"Jayyan, jika memang kamu sudah memiliki orang yang kamu sukai, berterus teranglah pada kami. Biar Papa dan Mama lebih mudah untuk bicara kepada Appa Ryujin." ujar Mama dengan lembut.
Zayyan menundukkan kepalanya, kebingungan. Bagaimana bisa ia berterus terang? Apa jadinya jika ia mengatakan bahwa orang yang disukainya adalah Sing, adik tirinya sendiri? Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya, membuat hatinya semakin terasa berat dan tertekan.
"Ma, maafin Jay ya. Jay gak bermaksud mempermalukan Mama dan Papa di depan Om Junho. Tapi Jay..." Zayyan tak sanggup melanjutkan kata-katanya, suaranya terhenti oleh beban di hatinya.
"Mama ngerti, Jay. Mama dan Papa juga gak akan maksa kalau kamu memang tidak suka sama Ryujin." ujar Mama dengan lembut.
"Sekarang Mama tanya, siapa wanita yang sudah berhasil merebut hati anak Mama ini, hmm?" tanya Mama sambil tersenyum, mencoba meringankan suasana.
Zayyan menundukkan kepalanya semakin dalam, tak berani menatap mata Mamanya.
"Ma, Jay..." kata-katanya tercekat di tenggorokan.
Bagaimana mungkin ia bisa mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya? Perasaan yang terlarang dan tak seharusnya ada, ia tidak mungkin mengatakannya.
Zayyan hanya bisa diam, menelan kepahitannya dalam hening, sementara hatinya bergulat dengan rasa bersalah dan cinta yang tak bisa diungkapkan.
"Apa Mama mengenalnya?" tanya Mama antusias.
Zayyan mengangkat kepalanya dan menatap Mama, rasa bersalah mencengkam hatinya.
"Ini hanya cinta sepihak, Ma." ujar Zayyan menunduk, tersenyum miris meratapi nasibnya. Bukan karena cinta sepihaknya, melainkan karena cinta terlarangnya.
Mendengar itu, Mama mengusap pelan punggung anaknya.
"Cinta sepihak? Bagaimana kamu tau? Memangnya Jay udah ngungkapin perasaan kamu sama dia?" tanya Mama.
Zayyan mengangguk pelan.
Mama menghela napas panjang, menyadari bahwa kisah cinta anaknya tidak semulus kisah cintanya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apple Magic (Sing & Zayyan)
FanfictionZayyan yang sering diperlakukan buruk oleh Sing adik tirinya tiba-tiba mendapatkan kekuatan magis yang tidak di duga-duga. Ia bisa mendengar suara hati seseorang serta bisa membaca pikiran orang lain hanya dengan menyentuhnya. Dan sejak memiliki kek...