Chapter 23

752 70 31
                                    

Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Zayyan segera mengajak Sing untuk pulang.

"Kita harus pulang sekarang, Sing. Ini sudah sangat larut, aku takut kedua orang tua kita khawatir" kata Zayyan dengan nada cemas.

"Tapi aku masih betah di sini. Bisakah kita memiliki waktu lebih lama lagi, aku ingin terus seperti ini denganmu, Zayyan." balas Sing menoleh. Ia juga semakin mengeratkan pelukannya pada Zayyan.

"Tidak Sing, ini sudah malam. Bukankah kita bisa melanjutkan jika kita sudah di rumah?" ucap Zayyan.

"Ah maksudku, meskipun kita sudah berada di rumah, kau masih bisa memelukku, hanya memeluk" lanjut Zayyan memelan di akhir kalimatnya.

"Bagaimana jika aku ingin lebih?" bisik Sing, tepat di telinga Zayyan.

Seketika badan Zayyan terasa merinding, ucapan Sing terdengar begitu sarkas di telinganya.

"Jika kau ingin tetap di sini, silahkan. Aku akan pulang sekarang." ujar Zayyan bangkit dari duduknya dan segera meninggalkan Sing di kursi taman sendirian.

Melihat itu Sing segera berlari mengejar Zayyan, menggandeng lengan itu setelah langkahnya sejajar. Zayyan hanya tersenyum. Mereka berjalan beriringan di bawah sinar bulan yang pucat. Meski malam semakin larut, mereka tak henti-hentinya tersenyum. Hati mereka terasa berbunga-bunga. Perasaan yang telah terpendam dan menyesakkan itu sekarang sudah memiliki arah dan saling terbalas.

Sing, dengan tangan yang kokoh namun lembut, menggenggam erat tangan Zayyan. Begitu juga Zayyan, yang merasakan kehangatan dari perlakuan Sing, adik tirinya.

"Setelah ini, aku tidak akan pernah melepaskanmu Zayyan." bisik Sing dengan suara penuh kasih sayang namun juga tegas.

Mereka terus berjalan dengan perasaan yang tak terlukiskan. Dunia seakan milik mereka berdua. Meskipun hubungan mereka nantinya penuh tantangan, mereka berjanji di dalam hati mereka masing-masing, mereka akan melewati dan menghadapinya bersama.

Tanpa terasa, mereka telah sampai di depan rumah. Sing dengan sigap menekan kode pintu yang hanya diketahui oleh pemilik rumah. Pintu pun terbuka, dan Sing segera menarik Zayyan masuk dengan senyum merekah yang tidak pernah luntur sejak tadi. Mereka saling menggoda, tertawa bersama, hingga suara tawa mereka menggema di dalam rumah.

Namun, tawa itu seketika berhenti ketika mereka melihat seseorang duduk manis di sofa tamu. Itu adalah mama mereka.

Dengan panik, Zayyan segera melepaskan genggaman tangan Sing. Entah mengapa, jantungnya berdebar kencang, seolah-olah ia baru saja ketahuan membawa pacar diam-diam ke rumah. Suasana canggung pun meliputi ruangan tersebut.

"Zayyan, Sing, kalian dari mana saja?" tanya mama mereka dengan nada datar, namun jelas ada kecurigaan di matanya.

Zayyan menelan ludah, berusaha mencari kata-kata yang tepat.

"Kami... kami hanya jalan-jalan Ma" jawabnya pelan.

Mama mereka memandang keduanya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Jalan-jalan sampai tengah malam?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada yang lebih tegas.

Sing mencoba untuk tetap tenang.

"Ma, apa yang dikatakan Zay ge benar, kami hanya pergi menonton, setelah itu kami berdua berkeliling taman sebentar. Lagi pula besok hari libur, jadi tidak akan menggangu jam kuliah kami." ucap Sing mencoba meredakan ketegangan.

Mama mereka menghela napas panjang.

"Mama hanya khawatir jika kalian pulang sampai selarut ini. Mama tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada kalian." kata Mama akhirnya, nada suaranya melembut.

Apple Magic (Sing & Zayyan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang