Setelah semalaman Zayyan dirawat, akhirnya ia diperbolehkan pulang. Sing, yang sudah menunggu di rumah dengan cemas, tersenyum bahagia melihat kakaknya kembali. Namun, senyuman itu tak bertahan lama. Begitu matanya tertuju pada Mama, senyuman tersebut seketika lenyap. Raut wajah dingin dan tajam Mama mengarah kepadanya, membuat Sing hanya bisa menunduk, merasakan ketegangan mulai menjalari hatinya. Setelah ini, pasti Mama akan kembali membahas masalah kemarin, batin Sing cemas. Badannya mendadak panas dingin, bingung dan takut harus menjelaskan semuanya.
Sementara itu, Zayyan melihat sekeliling dengan kebingungan, tidak memahami apa yang membuat suasana begitu tegang dan mencekam. Ia merasakan ada sesuatu yang tidak beres, namun tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik tatapan penuh amarah Mama dan ketakutan di mata adiknya, Sing.
"Mama sudah memikirkannya" ujar Mama memulai pembicaraan.
"Mama akan mengirim Sing ke luar negeri dan melanjutkan kuliahnya di sana." sambungnya, matanya tak lepas dari wajah Sing yang tampak pucat.
Seketika mata Sing melotot kaget, merasa tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Bukan hanya Sing yang terkejut, Zayyan pun sama terkejutnya. Meski begitu, Zayyan belum tahu alasan di balik keputusan Mama tersebut.
"Ma, apa yang kamu katakan barusan? Jangan terburu-buru dalam mengambil keputusan" ujar Papa yang tak kalah kaget, suaranya penuh kekhawatiran.
Sing merasakan dadanya semakin sesak, berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya.
"Ma, kenapa? Kenapa Mama harus mengirim Sing ke luar negeri?" tanyanya dengan suara bergetar.
"Ini demi kebaikanmu, Sing. Dan juga demi kebaikan Zayyan" ujar Mama dengan tegas dan juga dingin.
"Ma, Mama tidak bisa mengambil keputusan secara sepihak seperti itu. Papa tidak setuju!" ucap Papa kepada istrinya, suaranya penuh ketidaksetujuan.
Mendengar itu, Mama menoleh dan menatap tajam suaminya.
"Sekarang, Mama berikan pilihan kepada Papa. Papa kirim Sing ke luar negeri atau kita berpisah" ucap Mama, suaranya terdengar tegas dan tanpa kompromi.
Ruangan seketika hening, seperti diselimuti oleh ketegangan yang mencekam. Sing merasa seolah seluruh dunianya runtuh dalam sekejap. Zayyan, yang sejak tadi hanya bisa diam, kini semakin bingung dan takut dengan arah percakapan yang semakin tak terkendali.
"Ma, jangan seperti ini" ucap Sing lirih, air mata mulai mengalir di pipinya.
Melihat itu, Zayyan luluh dan hendak mendekat ke arah Sing untuk menenangkannya. Namun, suara Mama menghentikannya.
"Jangan mendekat, Zayyan! Berhenti di sana!" ujar Mama dengan suara tegas.
Mendengar itu, Zayyan terperanjat dan bingung.
"Ma, sebenarnya ada apa? Kenapa Mama terlihat marah kepada Sing?" tanyanya bingung sekaligus penasaran.
"Zayyan, dengarkan Mama!" ujar Mama dengan nada lebih lembut.
"Mama yakin kamu tidak seperti itu. Pasti kamu dipengaruhi oleh Sing sehingga kamu berjalan ke arah yang salah, dan..."
"Kami saling mencintai, Ma" ujar Sing dengan suara lantang.
"Aku mencintai Zay ge dan Zay ge juga mencintaiku" lanjutnya, suara penuh emosi.
"Kami berdua..."
"Cukup! Mama tidak ingin mendengar omong kosongmu, Sing." teriak Mama dengan suara bergetar. Kemarahan jelas terlihat di wajahnya.
"Ma, ini bukanlah omong kosong semata. Aku dan Zay ge memang benar-benar saling mencintai. Kami..." ujar Sing dengan suara bergetar.
"Berhenti Sing! Mama bilang berhenti! Mama tidak ingin mendengarnya." teriak Mama histeris, suaranya pecah disertai tangisan pilu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apple Magic (Sing & Zayyan)
FanfictionZayyan yang sering diperlakukan buruk oleh Sing adik tirinya tiba-tiba mendapatkan kekuatan magis yang tidak di duga-duga. Ia bisa mendengar suara hati seseorang serta bisa membaca pikiran orang lain hanya dengan menyentuhnya. Dan sejak memiliki kek...