Sandal jepit

4.3K 296 5
                                    

🕵️‍♂️👩‍💻

Ijal mendengkus, tak ada waktu jika meladeni Audrina. Ia meminta paksa ponsel wanita itu lalu memasukan nomor ponselnya juga ia menghubungi nomornya untuk menyimpan nama Audrina.

"Awas kamu jangan kabur dari saya!" Ijal berlari meninggalkannya. Terlihat buru-buru karena tiga mobil polisi sudah tiba.

Audrina keluar dari gang, ia ikuti Ijal yang berlari seraya mengeluarkan senjata api dari pinggang. Warga sekitar mulai ramai, tapi atas pengawasan aparat bertugas dengan seragam, perlahan mereka mundur.

Suara kehebohan terdengar, apalagi saat Ijal menerobos masuk ke pintu ruko dengan sekali tendangan.

Netizen Indonesia susah diberitahu, mereka kembali berlarian melihat apa yang sedang terjadi. Sempat terdengar teriakan dari dalam ruko juga letusan senapan api.

Audrina menutup telinga karena kaget, bahkan pegawai restoran tempatnya bekerja ikut berhambur keluar.

"Audri! Ada apaan!" teriak Vero mendekat. Pria itu masih belum rapi memakai kemeja kerjanya.

"Pengerebekan ruko itu. Gue bilang juga apa, Ro, lama-lama ketangkep semua." Audrina dan teman-temannya memilih berdiri cukup berjarak. Masih pagi tapi sudah membuat heboh di sana. Tak lama beberapa wartawan datang untuk meliput.

Setelah beberapa menit, satu persatu tersangka dan para pekerja seks komersial berjalan keluar. Semua menunduk dalam.

Jika dihitung Audrina, total ada lima belas orang. Lima laki-laki dan sepuluh wanita yang berpakaian biasa seperti karyawan kantor. Itulah penyamarannya, warga akan mengira ruko itu kantor karena terpasang plang perusahaan pembiayaan.

Paling belakang muncul Ijal, pria itu segera menghindar dari serbuan wartawan yang hendak wawancara, ia mengkode teman satu timnya untuk bicara, sementara Ijal ke mana?

Ia melipir pergi ke arah gerobak rujak yang sudah ditunggu pria paruh baya. Audrina terus memperhatikan. Bukan arah ruko, tapi Ijal yang melepaskan topi, wig rambut gondrong yang selalu dikenakannya juga. Ia masukkan ke plastik kresek lantas diterima pria paruh baya tadi.

Audrina menyipitkan kedua mata saat Ijal memberikan sejumlah uang ke pria tadi yang memeluknya erat. Audrina sudah pastikan pria itulah penjual rujak sesungguhnya.

Ijal berlari ke arah mobil polisi warna hitam melewati Audrina. Akan tetapi langkahnya terhenti, ia menoleh ke Audrina yang berdiri diam menatapnya.

"Jangan kabur!" ancam Ijal. Audrina mengacungkan ibu jari. Ijal masuk ke dalam mobil lalu melesat cepat pergi dari sana.

"Lo kenal dia?" bisik Vero.

"Kenal. Baru beberapa menit lalu."

"Hati-hati kenal sama Intel, nyawa lo one day bisa ...." Vero memperagakan gaya orang mengiris leher.

"Kenal biasa doang. Nggak bakalan deket. Penting amat," gumam Audrina lalu berjalan kembali ke restoran. Vero hanya menggeleng pelan, ia tau temannya itu kalau sudah penasaran bakal cari tau terus. Akan tetapi sepertinya memang Audrina tidak tertarik dekat dengan Ijal.

***

Dua minggu terlewati, Audrina pusing dengan deadline yang mengejarnya mati-matian. Rentetan email, chat, hanya ia baca tanpa bisa membalas. Bingung. Mau jawab apa saat ditanya senior editornya karena naskah yang harusnya sudah disetor belum ada sama sekali.

"Audri!" teriakan kencang papa terdengar dari lantai bawah. Ia segera berdiri ogah-ogahan.

"Kak, dipanggil Papa," suara Kika, sang adik terdengar setelah membuka pintu kamarnya. "Gila kamar lo! Apaan, nih!" Kika masuk, ia memegang baju kotor Audrina yang berada di atas meja rias.

Secret Service  (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang