Bibir oh bibir

3.5K 290 10
                                    

🕵️‍♂️👩‍💻

Tetap bekerja dengan sepeda, Audrina terus mengayuh dengan tenang hingga ke kantor. Tak lupa ia membawa bekal makan siang karena stok bahan makanan di rumah ada. Itu juga karena Ijal mengingatkan juga supaya Audrina tak terlambat makan. Kadang ia abaikan rasa lapar saking fokus bekerja.

"Dri!" teriakan Magdalena membuat Audrina yang baru memarkirkan sepeda menoleh ke sumber suara.

Magdalena mempercepat langkahnya ke arah Audrina. "Gue butuh bantuan lo."

"Apa, Mbak?" Jemari Audrina memasukkan kunci roda sepeda ke dalam tas ransel yang dibawa.

"Gue udah baca semalem naskah lo, mereka mau lo selesain cepat. Lo bisa kejar buat tamatin berapa lama?!" Magdalena tampak bersemangat.

"Eh, naskah kemarin? Siapa yang suka, Mbak?"

"Penerbit di Belanda! Dan lo harus ubah naskah lo pakai bahasa Belanda juga! Ayo, Dri, gue minta batuan lo cepet selesain." Magdalena menggenggam jemari tangan Audrina dengan tatapan juga yang penuh harap.

"Mbak, bukannya aku nggak mau, tapi kan ada kerjaan yang sekarang Mbak Magdalena kasih," kilahnya.

"Ck! Sekarang diputer, Dri! Fokus lo selesain itu naskah. Minimal sisain sepuluh bab sebelum tamat. Buat permulaan lo bikin tiga puluh part aja, clift hanger jangan lupa, kasih di beberapa bab penting. Mereka gue ajak nego biar kasih waktu longgar ke elo," tukas Magdalena lagi.

"Emang mereka minta kapan aku selesain?"

"Dua minggu."

"Hah!" cengo Audrina. Ia mendadak lemas lantaran waktunya mepet. Menulis harus dengan bahasa Belanda juga. Magdalena melebihi penjajah jika begini.

"Ayo, Dri, please ... ini kesempatan kita masuk ke pasar luar negeri. Mereka bilang materi lo bagus, sample yang gue kirim kemarin langsung di approved mereka. Come on, Dri," bujuk Magdalena. Audrina menerima tantangan itu, perkara sanggup atau tidak ia akan pikirkan nanti.

Sedang asik-asiknya menulis, ia dikejutkan dengan kiriman yang datang untuknya. "Mbak Audri, ini ada kiriman."

"Hh? Dari siapa, Put?" Audrina menerima bungkusan di depannya.

"Nggak tau, Mbak. Tadi ojol yang antar." Puput keluar dari ruangan, Audrina membuka bungkusan warna bening berisi minuman dingin dan makanan juga. Tidak ada siapa yang kirim.

Ia berpikir sejenak, takut juga kalau harus main makan ternyata ada sesuatu.

Ponselnya bergetar, ia jawab panggilan itu. "Jal."

"Kiriman saya udah sampe?"

"Oh, kamu yang kirim. Terimi kicih," kikik Audrina.

"Sama-sama. Saya lupa kabarin kamu dari semalam."

"Nggak masalah, saya ngerti. Eh, Jal ...," jeda Audrina.

"Apa?"

"Kok kita kayak pasangan beneran?" Audrina terkekeh lagi.

"Emang kamu nggak mau beneran?"

Audrina diam, ia berpikir dulu harus jawab apa. Perkara ciuman, baginya yasudah, namanya udah nikah juga. Halal, kan.

"Dri? Kok diem?" Suara Ijal terdengar sendu.

"Mmm, gimana, ya, Jal. Aneh aja nggak, sih?"

"Aneh? Nggak, kok. Saya--"

"Kita coba pelan-pelan."

"Setuju. Saya mau tanggung jawab seutuhnya sama kamu. Apalagi udah resmi nikah. Saya harus balik ke ruangan, udah jam satu. Jangan lupa di makan. Bisa buat sampai malam. Kalau minuman habisin. Kamu sibuk juga, kan?"

Secret Service  (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang