🕵️♂️👩💻
Audrina terus diam menatap Ijal yang merapikan laptop juga barang lainnya. "Saya nggak mau larang kamu kerja, Jal. Teman-teman kamu juga nggak minta bantuan sampai terus kerja, kan? Mereka tau kamu butuh istirahat sebentar. Kamu jangan forsir diri sendiri."
Sambil terus merapikan barang-barang tadi, Ijal hanya mengangguk pelan.
"Saya boleh minta kamu istirahat sekarang, Jal?" Audrina bersiap merebahkan diri.
"Kamu nggak mau jalan-jalan? Kita masih ada waktu sampai besok di sini." Ijal sepertinya tau Audrina butuh jalan-jalan.
"Nggak. Saya juga mau susul Mama ke Bandung. Papa kandung saya kasih tau ke Mama kalau kita bisa ke sana."
Ijal mengernyit, "yakin?"
"Iya. Saya sedikit banyak tau siapa Papa dari Eyang Kakung."
Ijal jadi ingat. Setelah selesai beberes, selanjutnya Ijal naik ke ranjang.
"Saya butuh deep talk sama kamu, Jal."
"Oke, saya siap," tukas Ijal. Audrina duduk bersila, Ijal setengah merebahkan diri tepatnya tiduran dengan dua bantal supaya sedikit tegak.
Sesekali Ijal tersenyum, lalu manggut-manggut, bahkan terenyuh dengan cerita Audrina.
"Kamu baik-baik aja setelah tau hal ini?" Ijal mengusap lengan Audrina lembut.
"Iya. Eyang juga kasih tau kalau Papa kandung saya sangat bahagia waktu tau saya lahir. Walaupun Papa harus lihat saya dari jauh. Mama pisah sama Papa kandung saya setelah saya lahir dan berusia tiga bulan."
"Papa kamu kerja apa jadinya? Nggak mungkin penulis doang, kan? Zaman dulu nggak kayak sekarang yang cuannya ngalir dari nulis. Harus jual buku dulu itupun susah." Ijal mengusap jemari tangan Audrina lembut.
Audrina tersenyum tipis, "Papa sempat jadi kuli bangunan. Tiga tahun dia jalani itu. Terus nekat kursus bahasa Inggris pakai uang yang dikumpulin sendiri karena orang tua Papa bukan dari kalangan mampu. Setelah kursus selesai, Papa kerja jadi OB di kantor swasta, tinggal di gudang kantor supaya irit biaya hidup."
Kepala Audrina tertunduk sejenak namun kembali menatap Ijal seraya tersenyum.
"Papa dapat pinjaman uang kantor untuk lanjut kuliah lagi yang sempet berhenti karena nggak ada biaya. Waktu ketemu Mama, Papa masih kuliah semester enam juga kerja serabutan. Mungkin disitu Mama ragu kali, ya, Jal."
Ijal paham. "Pasti, namanya perempuan butuh hal realistis juga, bukan cuma cinta," sahut Ijal.
"Saya juga mikir begitu. Terus ... selesai Papa kuliah jurusan sastra, Papa coba lamar kerja di kantor surat kabar, kerja di sama dua tahun, pindah ke majalah. Zaman itu belum canggih teknologi jadi orang baca pasti dari koran, majalah atau buku. Karir Papa cukup baik sampai akhirnya keterima kerja di kantor media besar. Papa mulai jadi penulis cerpen, bikin artikel sederhana dan sesekali riset pembaca. Papa diangkat jadi tim redaksi mingguan untuk majalah, ide kreatif Papa ternyata ngebantu minat baca orang-orang dan laku dipasaran."
"Pantesan kamu pinter nulis, Papamu juga sama, Dri."
"Kamu mau tau lagi nggak, sekarang Papa karirnya gimana?"
"Iya, dong. Lanjut, Dri," sambung Ijal.
"Papa kandung saya punya kafe buku, percetakan, penerbitan buku dan sampai detik ini masih kerja di kantor media besar itu jadi pimpinan redaksi. Papa juga bisa MC acara penting, yang isinya orang-orang bernama besar atau perusahaan wah! Eyang kasih tau itu semua dari Mama. Eyang sendiri jadi malu karena dulu nggak bisa paksa Mama bertahan sama Papa. Padahal Eyang sregnya sama Papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Service (✔)
RomanceJadi intel itu berattt! Saking beratnya, seorang Ijal sampai harus diberhentikan dari kedinasan karena terlalu kasar dengan pelaku kriminal bahkan melupakan urusan pernikahan. Hingga suatu hari ia diminta berdinas kembali tapi dengan banyak syarat d...