🕵️♂️👩💻
Pagi hari kali ini berbeda, mereka melaksanakan sholat subuh berjama'ah dengan papa. Sejuk terasa di rumah itu, Audrina merasakan indahnya memiliki keluarga yang adem ayem.
"Dri," panggil mama saat sedang merapikan mukena, masih duduk di atas sajadah. "Jaga pernikahan kalian, jangan kayak Mama, ya."
"Iya, Ma. Papa kemana?"
"Siapin materi workshop di kantor sendiri. Kamu mau ikut ke sana?"
"Mau. Audri siap-siap, ya."
"Iya, mandi sana, ajak Ijal. Dia kenapa, kok diem aja dari tadi."
"Nggak apa-apa. Mama masak?" Audrina meletakkan mukena di atas sajadah.
"Masak dong, nanti Mama siapin."
Audrina menemui Ijal di teras, sedang menikmati kopi pagi namun terlihat memikirkan sesuatu.
Duduk tepat di samping suaminya, Audrina langsung memicingkan mata menatap Ijal.
"Masih mikirin aja?"
Kepala Ijal menoleh ke Audrina, ia tersenyum tipis. Telapak tangan mengusap kepala Audrina lembut.
"Kita pulang besok kamu mau, nggak?" usul Ijal.
"Boleh. Papa juga besok pagi udah di Semarang sama Mama. Rumah ini ada yang urus kalau Papa Mama di sana, istrinya sekuriti RT katanya."
Ijal menghela napas panjang, duduk merosot dengan pandangan lurus ke depan.
"Saya bingung, Dri, harus mulai dari mana. Belasan tahun nggak tau siapa yang bunuh Yudhis. Penyelidikan berhenti karena nihil petunjuk. Kita nggak mungkin usut di KL, udah beda wilayah Yuridiksi negara. Saya nggak mau bikin heboh institusi juga."
"Jal, saya yakin pelakunya di sini, di negara kita. Sekarang kita ambil pahitnya, kalau kasus nggak terungkap, kita terus berdoa untuk Yudhis. Kemampuan kita sebagai manusia biasa juga terbatas, nggak ada istilah Yudhis jadi arwah penasaran. Keyakinan kita ngajarin itu, Jal. Kamu jangan khawatir."
Mendadak papa datang, ia ikut duduk di kursi teras. "Ada apa?" tukasnya seraya meletakkan cangkir kopi. Audrina menjelaskan, papa tersenyum tipis, pandangannya mengarah ke Ijal.
"Jal, nggak usah bingung. Buka berkas kasus itu. Kasus human traficking walau harus diem-diem. Hal wajar kalau kasus ini nggak terendus, karena beda negara. Yudhis juga meninggal di gudang itu, Abdi juga tutupi dari polisi di sana, kan. Papa paham, karena urusan bisa panjang."
Kepala Ijal tertuntuk sejenak, ia mainkan ponsel di tangan yang sejak tadi dipegang.
"Mulai dari awal, cari nama perusahaan penyalur itu, catat nama-nama orang yang dicurigai ataupun nggak, datangi satu persatu. Kamu intel, pasti bisa korek informasi mau pakai cara apapun. Semakin lama semakin mengerucut nanti informasi yang kamu dapat. Pakai metode random logika."
Ijal mengernyit, "tapi Pa, pakai metode itu bisa aja kita salah tangkap?"
"Belum tentu. Metode itu bisa dipakai kalau terduga tersangka yang kamu targetkan, sebut satu nama yang sama. Misal, ada lima belas orang yang dicurigai, lima orang aja sebut satu nama sama, kamu bisa coret nama lain. Langsung kamu cari orang yang namanya disebut terus."
"Jadi nggak makan waktu datangi satu persatu, Pa?"
"Tepat." Papa duduk memangku satu kaki ke kaki lainnya seraya bersandar. "Kamu bisa juga pakai pendekatan psikis. Apa kelemahan manusia pada umumnya? Yang sering dikhawatirkan?"
Ijal diam sejenak, fokus berpikir.
"Keluarga, anak, pendidikan dan ...."
"Ekonomi," sela papa. "Nama-nama itu pasti nggak semua kondisi ekonominya baik. Pancing buat mereka bersuara dari segi ekonomi. Contoh, satu target kamu ternyata baru aja dipecat, kamu datang ke sana temui dia, bawa aja kue atau makanan ringan. Bilang aja untuk orang rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Service (✔)
RomanceJadi intel itu berattt! Saking beratnya, seorang Ijal sampai harus diberhentikan dari kedinasan karena terlalu kasar dengan pelaku kriminal bahkan melupakan urusan pernikahan. Hingga suatu hari ia diminta berdinas kembali tapi dengan banyak syarat d...