Sakit perut

2.8K 291 13
                                    

🕵️‍♂️👩‍💻

"Bercanda, Jal ... ya ampun sampe ngerem mendadak. Hidup saya tuh ribet, jadi sampe mikirin nafsu aja nggak." Audrina cekikikan, Ijal menghela napas panjang lalu kembali menginjak pedal gas. "Kecewa kamu ya kalau saya udah nggak perawan?"

"Bukan gitu," lirik Ijal sepintas. "Saya kasihan aja sama kamu kalau kasih ke orang yang akhirnya ninggalin kamu. Kayak gitu tuh harus sama orang yang tepat?"

"Kayak kamu maksudnya? PD banget kamu orang yang tepat," kekeh Audrina.

"Seenggaknya saya yang halal buat kamu. Ya walau kita belum bisa sama-sama bilang cinta."

Audrina diam, Ijal menunggu respon istrinya lagi tapi tidak ada lanjutan.

Mereka tiba di jembatan layang non tol, daerah ramai yang hampir 24 jam tidak pernah kosong. Audrina menutup pintu mobil, ia celingukan. "Jal, ngapain di sini?" Ia hampiri suaminya yang berdiri menatap jalan tol di bawah mereka.

"Saya suka ke sini kalau lagi mau mikirin sesuatu yang penting."

"Iya, kenapa harus di sini? Di rumah kan bisa?" Rambut Audrina tertiup angin, sadar Ijal memperhatikkannya ia ambil ikan rambut dari dalam tasnya di mobil lantas kembali menghampiri Ijal.

"Seneng aja. Justru kalau terlalu sepi saya nggak bisa mikir. Malah ngantuk," kekehnya. Audrina berbalik badan, memperhatikan lalu lalang orang yang jalan kaki atau berkendara melewati jalanan itu.

"Sekarang udah mau jam dua belas malam, mereka masih pada sibuk. Apa karena malam minggu ya, Jal?"

Ijal ikut memutar badan, ia bersandar pada pagar jembatan layang seraya bersedekap. "Bener. Dan ini daerah rawan tawuran, begal, narkoba."

"Maksud kamu, kita ke sini sekaligus kamu mantau?"

Ijal meringis, "ketebak, ya, Dri?"

"Halahhh, sok bilang mau mikir sesuatu. Bilang aja ngintai lagi." Audrina memukul lengan kanan Ijal pelan. Keduanya tersenyum, tak masalah bagi Audrina jika harus berlama-lama di sana, asik juga ternyata. Selama ini ia seringnya di kamar, jika tidak menulis, ya membaca novel-novel koleksinya.

"Masih gatel-gatel nggak kakinya?"

Audrina menunduk, ia melihat bentol di kakinya sudah kempes.

"Nggak, sih. Ampuh minyak kayu putihnya."

Terdengar suara orang bicara tapi teredam sesuatu. Audrina memperhatikan mimik wajah Ijal yang kaget karena ditatap seperti penuh curiga oleh istrinya. Ia keluarkan HT dari dalam jaket yang dikenakan.

"Ya," jawab Ijal mendekatkan HT ke bibirnya. Audrina senyam senyum seraya menggelengkan kepalanya pelan. "Kondisi aman. Mereka biasanya di mana?"

Ijal diam, menunggu balasan, "terpantau mengarah ke sana, Ndan."

Ijal menekan satu tombol, "copy that. Tim patroli di mana."

"Mengarah ke sana."

Ijal memasukan HT ke dalam jaket. Audrina berdiri di depan Ijal. Ia pegang kedua bahu suaminya. "Sungguh terlalu kamu. Ajak pacaran tapi selalu berujung kerja. Kali ini mau tangkap siapa?"

Ringisan Ijal seraya menggaruk pelipisnya membuat Audrina tersenyum. "Ayo kita tangkap!" Ia bersemangat. Ijal mengacak-ngacak rambut Audrina lalu keduanya tertawa.

"Pengedar. Boncengan dua motor. Kamu bisa akting nggak?"

"Hm, bisa dong. Oke, saya jadi apa?"

Ijal senyam senyum mencurigakan.

Secret Service  (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang